TEMPO.CO, Bandung - Sebuah pameran Ikebana atau seni merangkai bunga gaya Jepang di Bandung mengangkat konteks korupsi dan kebakaran hutan. Pameran di Lawangwangi Creative Space, Bandung, itu berlangsung 3 -6 Maret 2016. Karya Ikebana kontemporer ini melibatkan 19 orang perangkai bunga dan seniman.
Kurator, yang juga peserta pameran, Andajani Trahaju, lewat siaran pers menyebutkan buruknya manajemen hutan di Indonesia memudahkan konversi hutan menjadi lahan penghasil uang secara ilegal.
Terlihat pula kehidupan saat ini yang materialistis dan sangat dipengaruhi pola pikir hedonis atau kesenangan duniawi. Hal ini menyisihkan keseimbangan material dan spiritual. “Dengan kata lain, tidak ada keseimbangan hidup. Ini ditunjukkan dalam karya ‘Life and Balance’.”
Bagian lain dari pameran itu menggambarkan pemandangan alam di sekitar Kota Bandung dalam sebuah karya “Lanskap Moribana”.
Pada bagian lain karya pameran disertakan komposisi sederhana dan indah dengan karakteristik unik dari bahan-bahan lokal yang dapat dirangkai, menyesuaikan dengan kehidupan sehari-hari, tempat orang tinggal dan bekerja. “Karya-karya ini dibuat menggunakan berbagai kombinasi bahan lokal,” katanya.
Pameran melibatkan 17 orang perangkai Ikebana, seperti Wiwiek Tonny Surono, Andajani Trahaju, Swasti Kania The, Evi Moeljo, Melinda Lavinia Tjokrohartono, dan Linawatie Kustandi.
Artis Nia Gautama, yang menggunakan medium keramik, serta Chairin Hayati ikut serta. Mereka menggunakan media bambu dalam instalasinya. Ikebana kontemporer juga memakai wadah karya keramikus, seperti Natas Setiabudhi, FX Widayanto, dan Asmudjo Irianto.
Pameran tersebut rencananya dibuka Direktur The Japan Foundation Tadashi Ogawa, Kamis, 3 Maret 2016, pukul 16.00 WIB. Dalam rangkaian acara pembukaan itu, disiapkan demonstrasi kimono.
ANWAR SISWADI