TEMPO.CO, Kuta - Warga Kelurahan Kuta yang terdiri atas 14 banjar mendeklarasikan pernyataan sikap menolak reklamasi Teluk Benoa. Aksi penolakan reklamasi tersebut berpusat di Pantai Kuta. Deklarasi yang bertema ‘Kuta Bergerak, Selamatkan Ibu Pertiwi’ itu juga diramaikan oleh penampilan grup band beraliran grunge asal Bali Navicula.
Vokalis band Navicula, Gede Robi Supriyanto mengatakan sebagai wilayah “jantung investor”, dalam perjuangan menolak reklamasi Teluk Benoa, perlawanan warga Kuta sangat penting. “Situasi warga Bali saat ini tidak boleh dalam sikap abu-abu, jadi harus menentukan sikap menolak reklamasi atau pro reklamasi,” kata Robi di Pantai Kuta, Bali, Minggu, 17 Januari 2016.
Robi yang juga aktivis lingkungan itu menjelaskan saat ini Kuta sudah sangat padat dan dan sedikit ruang terbuka. Menurut dia, sudah seharusnya warganya menyuarakan penolakan reklamasi Teluk Benoa.
“Kuta lebih dulu mengalami ekploitasi dan menjadi ‘kakak’ untuk daerah-daerah lain yang bakal calon dieksploitasi. Sebagai wilayah ‘kakak’ sudah seharusnya melindungi daerah-daerah yang lainnya (Teluk Benoa),” ujarnya.
Deklarasi ‘Kuta Bergerak, Selamatkan Ibu Pertiwi’ dari warga Kuta, menurut Robi, merupakan kolaborasi yang kuat dari berbagai elemen masyarakat untuk menghentikan rencana reklamasi Teluk Benoa.
Robi menuturkan hampir tiga tahun perjuangan rakyat Bali menolak reklamasi Teluk Benoa adalah perjuangan yang paling real dalam sejarah gerakan perlawanan di Bali. Ia menilai demikian, karena biasanya isu-isu lingkungan lebih “segmented” didengungkan oleh LSM atau Desa Adat.
Perlawanan menolak reklamasi Teluk Benoa, kata dia, melibatkan seluruh lapisan elemen masyarakat dari berbagai kalangan. “Bahkan di luar Bali banyak dukungan (menolak reklamasi Teluk Benoa). Ini sebuah kolaborasi raksasa,” kata Robi.
BRAM SETIAWAN