TEMPO.CO, Yogyakarta - Yogyakarta- Sebanyak 30 penulis, budayawan, arkeolog, sejarawan, antropolog, dan aktivis akan berbicara dalam Borobudur Writers and Cultural Festival di Hotel Manohara, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, 17-20 Oktober 2013. Festival budaya-sastra-sejarah tahunan ini digelar oleh organisasi nirlaba bidang kebudayaan, Samana Foundation. Beberapa pembicara utama yang tampil yakni novelis Remy Sylado, sejarawan Singapura Tan Ta Sen, budayawan Jaya Suprana, aktivis budaya Halim HD. Selain itu, ada juga pemburu harta karun kapal karam Abilawa dan penombak ikan paus Bona Beding.
Penasihat Samana Foundation, Romo Mudji Sutrisno, mengatakan tahun ini Borobudur Writers and Cultural Festival mengangkat tema Arus Balik: Memori Rempah dan Bahari Nusantara Kolonial dan Poskolonial. Tema ini mengajak masyarakat memahami dan mencintai kekayaan sejarah peradaban bahari nusantara. Misalnya memahami kisah penjelajah nusantara, perkembangan teknologi pelayaran, ilmu navigasi, dan pengalaman bahari lainnya. Sayang, Indonesia belum memanfaatkan sepenuhnya kekayaan bahari itu. Bahari sebagai jantung kehidupan masyarakat kerap dilupakan. “Identitas kita pincang. Kepedulian terhadap bahari kurang,” kata Romo Mudji seusai Jumpa Pers di Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Kamis, 17 Oktober 2013.
Menurut dia, festival ini juga akan membahas jalur utama rempah yang mengubah dan membentuk peta kekuatan maritim nusantara di masa lalu. Misalnya bagaimana rempah masuk dalam percaturan ekonomi global. Banten menjadi contoh daerah yang mampu mengekspor lada hingga Eropa. Rempah ini juga menjadikan Indonesia kaya akan kuliner nusantara. Panitia dalam festival itu juga akan melibatkan pakar rempah, sejarawan, dan arkeolog untuk mendiskusikan hal kuliner rempah.
Aktivis budaya, Halim HD mengatakan tema bahari dalam festival penting untuk mengangkat kehidupan dan kekayaan laut. Ia menyebut pelaut berperan penting sebagai duta perdagangan dan kebudayaan antarnegara. “Budaya bahari ini jadi kekuataan,” kata dia.
Pendiri Borobudur Writers and Cultural Festival, Seno Joko Suyono mengatakan panitia mengangkat tema bahari karena Indonesia memiliki banyak persoalan tentang laut. Dia mencontohkan Indonesia belum menggarap kekayaan laut dengan baik. Dia mencontohkan Indonesia tidak menjaga keberadaan ratusan harta karun laut. Berbeda dengan Singapura yang punya museum khusus untuk warisan keramik peninggalan harta karun di laut. “Indonesia belum memodernisasi kekayaan laut,” kata Seno.
Ia menyebutkan tema Arus Balik juga terinspirasi dari Novelist kiri Pramoedya Ananta Toer berjudul Arus Balik. Arus Balik yang Seno maksudkan adalah ingin membalikan pikiran masyarakat agar lebih peduli terhadap laut, bukan sekadar daratan.
SHINTA MAHARANI