TEMPO.CO, Denpasar - Okky Madasari membahas karya terbarunya Kerumunan Terakhir di Taman Baca Kesiman, Denpasar, Minggu, 5 Juni 2016. Novel kelima Okky yang diluncurkan di ASEAN Literary Festival, Jakarta, awal Mei 2016, itu menggambarkan seorang tokoh yang berinteraksi dengan Internet.
"Kerumunan terakhir menunjukkan kaburnya batas. Manusia zaman sekarang tidak mampu membedakan mana yang nyata atau dalam dunia Internet," kata Okky dalam diskusi yang dimoderatori Atrari Senudinari, pegiat Jatijagat Kampung Puisi.
Penulis kelahiran 30 Oktober 1984 itu menjelaskan dalam novel tersebut paradoks menjadi tulang punggung cerita. Okky menuturkan, di zaman sekarang manusia hidup terpapar teknologi, cenderung memuja kecanggihan, dan hidup dalam kegagapan. "Kegagapan tidak bisa mengikuti ambisi yang utuh dalam merespons kenyataan yang ada," tuturnya.
Okky mengaku ketika menulis novel Kerumunan Terakhir dia juga dipengaruhi beberapa literatur nonfiksi. Pemikiran filsuf Prancis, Michel Foucault, diakui Okky sangat memberi pengaruh terhadap novel Kerumunan Terakhir. Bagi Okky, sumbangsih pemikiran Foucault memberi pemahaman tentang pertarungan narasi dan pengetahuan manusia.
"Saya sangat percaya bahwa pada akhirnya nilai tatanan, kebenaran itu tidak ada yang posisinya lebih benar atau lebih baik dari yang lain. Yang terjadi adalah mana yang menjadi wacana dominan dalam masyarakat dan itu selalu terkait dengan kekuasaan," katanya.
Baca Juga:
Okky menjelaskan banyaknya manusia di zaman sekarang yang percaya dengan media sosial menjadi salah satu contohnya. "Pendapat seseorang bisa dianggap kebenaran hanya karena seleb-tweet, followers-nya banyak, itu harus kita kritisi," tuturnya. Melalui novel tersebut, ia ingin menunjukkan kepada pembaca bahwa segala yang seolah dominan itu belum tentu benar, yang seolah diminati banyak orang belum tentu benar.
Ni Made Purnama Sari dalam pembahasannya mengatakan hampir setiap karya tulisan tidak pernah berjarak dengan kehidupan sehari-hari. "Artinya, untuk membuat sebuah cerita tetap membutuhkan metode riset, tapi diolah secara kreatif," kata Purnama.
Purnama menuturkan, dalam novel Okky, ada unsur yang memandang kenyataan diungkap secara kreatif. "Menampilkan sebuah peristiwa nyata dialirkan bertutur dan menarik. Penulis membuat pembaca merenung dalam aneka paradoks yang ada di dalam karyanya," tutur pemenang II Sayembara Manuskrip Buku Puisi Dewan Kesenian Jakarta 2015 ini.
BRAM SETIAWAN