TEMPO.CO, Jakarta -Hari ini 71 tahun silam, sang sastrawan heroik Chairil Anwar berpulang dalam usia muda. Memperingati dan mengenang ‘Sang Binatang Jalan’ sejumlah penyair dari berbagai daerah di Indonesia membaca puisi dan refleksi dalam acara #puisidirumahsaja pada Sabtu, 25 April 2020.
Pembatasa sosial dan pembatasan fisik karena pandemi Corona tak menghalangi para sastrawan untuk mengenang penyair kelahiran Medan, 26 Juli 1922 itu. Sekitar dua puluh sastrawan dari berbagai daerah di Indonesia membaca puisi untuk mengenang penyair Chairil Anwar, akhir pekan lalu mulai pukul 20.30 hingga 23.00.
Pembacaan puisi dilakukan di akun Instagram @puisidirumahsaja dalam pentas sastra #puisidirumahsaja 5. “Kami mengadakan pembacaan puisi mengenang Chairil lebih awal beberapa hari daripada hari meninggalnya karena jadwal acara #puisidirumahsaja pada akhir pekan,” kata Willy Ana, salah seorang penggagas acara.
Mereka yang ikut yang membaca puisi antara lain, Isbedy Setiawan, Din Saja, Alex R Nainggolan, Mahwi Air Tawar, Mustafa Ismail, Zulfaisal Putera, Sudiyanto, Iwan Kurniawan, Berthold Sinaulan, Tora Kundera, Muhammad Alfariezie, Kamillo Yulisukma, Aflaha Rizal, dan Wrekudara Antasena.
Selain pembacaan puisi, ada pula refleksi tentang Chairil Anwar yang disampaikan oleh sastrawan Aceh Din Saja. Ia mengatakan Chairil adalah sosok yang cerdas, pembaca yang tangguh, pemikir hebat. Di usia muda dia sudah melahirkan puisi-puisi yang kuat. pentas sastra #puisidirumahsaja 5. (ISTIMEWA)
“Pemilihan kata puisinya sederhana tapi sarat makna, romantik tapi pemberontakan. Chairil sebenarnya pantas mendapat Nobel, hanya saja "nasib" tidak berpihak,” ujar Din.
Sementara Iwan Kurniawan mengatakan bahwa Chairil itu sangat ketat dalam mempertimbangkan diksi-diksi dalam puisinya. Tidak ada ruang untuk menyunting kata-kata dalam puisi Chairil. “Kata-katanya sangat padat,” ujar wartawan sebuah media nasional ini.
Adapun Tora Kundera, yang dikenal sebagai aktivis, mengatakan Chairil adalah sosok yang lengkap. Ia menulis puisi apa yang dia dijalani dalam kehidupannya. Ketika jatuh cinta, ia menulis puisi cinta. “Ketika ia terlibat dalam pergerakan dengan aktivis pejuang kemerdekatan, Chairil menulis puisi yang membangkitkan semangat berjuang,” ujar salah seorang penggagas Malam Sastra Margonda itu.
Sebagian besar penyair membacakan puisi karya Chairil Anwar, meskipun ada beberapa yang membacakan puisi sendiri yang masih ada kaitannya dengan Chairil. Salah satu penyair, Isbedy Stiawan ZS, antara lain, membaca puisi berjudul Hampa yang ditulis Chairil kepada Sri.
Puisi itu berbunyi: Sepi di luar. Sepi menekan mendesak./ Lurus kaku pohonan. Tak bergerak/ Sampai ke puncak. Sepi memagut,/ Tak satu kuasa melepas-renggut/ Segala menanti. Menanti. Menanti.//
Pentas #puisidirumahsaja digagas penyair asal Aceh, Mustafa Ismail, dan penyair asal Bengkulu, Willy Ana. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai ruang untuk berkarya sekaligus menyegarkan suasana di tengah kejenuhan berada #dirumahsaja. Acara itu digelar tiap akhir pekan, dan kini telah memasuki pekan kelima. Sebagian besar pada Sabtu malam.
DIAN YULIASTUTI