Rekonstruksi Memori Agung Kurniawan  

Reporter

Editor

Rabu, 27 April 2011 10:33 WIB

Things that tell their own stories.(AGUNG KURNIAWAN)
TEMPO Interaktif, Jakarta - Saddam Hussein terlihat lusuh. Brewoknya lebat dan berdebu. Seorang marinir Amerika Serikat dengan pongah tampak sengaja memamerkan kondisi mantan penguasa Irak yang tak berdaya itu setelah ditangkap di lubang persembunyiannya. Foto yang tersebar di media-media internasional menjadi memori kolektif akan keperkasaan Amerika sebagai penguasa dunia.

Perupa Agung Kurniawan mempertanyakan memori kolektif itu. Dia menggunakan terali besi untuk menyimbolkan kekokohan memori yang dibangun foto itu. Pada saat yang sama, terali besi itu menampilkan bayangan di tembok sebagai garis-garis tipis yang membuat adegan penangkapan Saddam layaknya sekadar permainan cahaya. Apabila sudut-sudut pencahayaan atau warnanya diubah, bisa jadi memori itu pun akan semakin jauh dari faktanya. “Kenyataannya, setiap media memiliki agendanya sendiri untuk menanamkan suatu kenangan kepada publik,” kata Agung.

Karya itu kini dipamerkan di Kendra Gallery, Seminyak, Kuta, Bali, hingga 22 Mei mendatang. Selain karya tentang Saddam, dalam pameran tunggal bertajuk “The Lines that Remind Me of You” itu, Agung menampilkan puluhan karya lainnya. Seluruhnya mempersoalkan keberadaan memori sebagai medium yang menghubungkan seseorang dengan masa lalunya atau sebuah masyarakat dengan memori kolektifnya.

Selain terali, dalam pameran tunggalnya itu, seniman kelahiran Jember, Jawa Timur, 14 Maret 1968, itu juga bereksperimen dengan kertas, cat air, kanvas, hingga tembok kosong di ruangan galeri.

Bagi Agung, karya-karya itu merupakan rekonstruksi atas serpihan kenangan-kenangan yang terlewatkan. Bahkan, bila kenangan sudah diabadikan dalam sebuah foto, tetap saja akan ada yang hilang dan tak utuh. Begitulah yang ia rasakan saat melihat foto-foto keluarga, khususnya foto yang menampilkan kakaknya yang kini hilang tak ketahuan rimbanya. Padahal, sang kakak adalah anak laki-laki kebanggaan keluarga.

Agung melukiskannya dalam warna yang muram. Gambaran yang menyiratkan luka hati dan kerinduan, juga kepasrahan. Sisi lainnya adalah sebuah misteri dan pertanyaan, seperti apa wajahnya sekarang. “Itu adalah kisah nyata dalam keluarga kami,” ujar alumnus Institut Seni Indonesia Yogyakarta ini.

Permainan memori Agung juga meloncat ke masa ratusan tahun silam saat dia melakukan apropriasi atau pelukisan ulang sebuah karya, yakni karya pelukis pada 1480, Andreas Mantegna. Dalam lukisan berjudul The Lamentation of Dead Christ itu, Mantegna menggambarkan kematian Yesus sebagai kematian orang-orang biasa, yang mengabaikan kode-kode sakral. Agung mengganti wajah Yesus dengan wajah seorang seniman gendut untuk menyatakan sindiran bahwa seorang seniman besar pun bisa mati seperti orang biasa.

Di antara berbagai karya yang terkesan serius itu, Agung menampilkan permainan yang lebih sederhana dan ringan, yakni lukisan-lukisan cat air dengan objek sehari-hari. Ia membuatnya secara spontan tanpa tema yang dipersiapkan. ”Saya sekadar menuruti naluri untuk terus membuat benda-benda di atas kertas,” katanya.

Menurut Agung, cara itu merupakan suatu modus untuk melakukan relaksasi setelah sehari-harinya disibukkan oleh narasi serta sket sebelum mengeksekusi sebuah karya. Meski begitu, karya-karya spontannya itu tak kalah penting karena justru menunjukkan peta-peta tersembunyi tentang apa yang dia ingat dan apa yang dilupakan. Ia percaya memori manusia sejatinya selalu memiliki pola-pola yang tersimpan dan hanya bisa dikeluarkan bila diberi kebebasan seluas-luasnya.

Pameran tunggal Agung kali ini digelar setelah empat tahun dia menolak melakukannya. “Tahun ini akan ada tiga pameran tunggal saya,” ujarnya. Agung bersedia muncul kembali karena pihak galeri memberinya ruang untuk bereksperimen tanpa target tertentu. Adapun selama empat tahun itu, dia merasa telah melakukan hibernasi alias menyimpan energi untuk melakukan hal-hal yang baru pada masa mendatang.

Kurator pameran, Brigitta Isabella, menyatakan karya-karya terbaru Agung meneguhkan kecenderungan perubahan tematik Agung pascareformasi 1998, yakni karya yang lebih humanis dan universal dibandingkan dengan karya-karya kritis yang bercorak politis. “Mungkin karena dia sudah kehilangan lawan yang jelas. Sedangkan dunia politik makin kurang jelas,” katanya.

Menurut Brigitta, meski begitu, jejak kenyinyiran Agung masih gampang ditemukan, terutama ketika berbicara tentang dunia seni rupa yang menjadi tempatnya berpijak.

ROFIQI HASAN

Berita terkait

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

36 hari lalu

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

43 hari lalu

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.

Baca Selengkapnya

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

16 Oktober 2023

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance

Baca Selengkapnya

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

23 September 2023

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.

Baca Selengkapnya

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

19 September 2023

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.

Baca Selengkapnya

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

4 September 2023

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.

Baca Selengkapnya

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

20 Agustus 2023

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.

Baca Selengkapnya

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

19 Juni 2023

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.

Baca Selengkapnya

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

21 Mei 2023

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.

Baca Selengkapnya

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

7 April 2023

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.

Baca Selengkapnya