Vibrasi Dua Urban

Reporter

Editor

Rabu, 30 Maret 2011 09:05 WIB

"@ Side of History" oleh Sugihartono pada Pameran lukis bertema "urban in between" di Philo ArtSpace Kemang Timur, Jakarta Selatan. (29/03/11) TEMPO/ JACKY RACHMANSYAH

TEMPO Interaktif, Jakarta - Dua sosok manusia, nampak mengenakan kostum adat Papua, berada di depan laptop pink bergambar apel yg sisinya bekas gigitan. Ya, itulah Macintosh, merek produk komputer yang menjadi ikon terhebat saat ini. Tak jauh dari mereka, ada kalimat, “The Power Equality” di atas cetakan ISBN yang tampak samar bernuansa abu-abu. Apakah tulisan itu sebuah pesan? Ataukah hanya ingin menampilkan kontrasnya teknologi dengan kehidupan suku Irian yang sering dianggap masih terasing?

Itulah The Power (2010), salah satu karya dari E. Muheriyawan (Jange Rae), perupa kelahiran Bandung, 1974. Karya ini hadir bersama dengan karya-karya Sugihartono (Gresik, 1967) dalam pameran bertajuk “Urban in Between” yang berlangsung 23 Maret – 5 April 2011 di Philo Art Space, Kemang, Jakarta Selatan.

Bajaj, skateboard, bungkus McDonald, Popeye, potongan komik Roy Lichenstein, Marylin Monroe, Mickey Mouse, lampu lalu lintas, rambu-rambu, gedung pencakar langit, trotoar, Sale, kotak sampah desain masa kini, sepeda BMX, dan sebagainya. Sekilas, hampir dapat dipastikan kita mengenali bahwa itu adalah elemen-elemen yang ada di kota-kota besar, singkatnya, “ikon ibukota.”

Tak ada yang khas mungkin bila mereka masing-masing, misalnya, berpameran tunggal. Namun, ketika dihadirkan bersamaan di bawah tema yang sama, cara masing-masing menuangkan ide dan ekspresinya – dengan segala kekontrasannya, muncul karakternya. Melalui yang kontras itu, kita seperti menemukan semacam “vibrasi” – getaran, tegangan hasil dari perpaduan keduanya.

Secara teknis, keduanya menarik – cara menampilkan budaya dan atmosfer kota: Sugihartono dengan basis realis yang kuat menghadirkan yang tak sekadar realis. Untuk menampilkan ruang, warna dan refleksi, membangun imajinasi dan kesadaran atas ruang, atau adanya dimensi yang berbeda pada satu bidang kanvas, Sugihartono menggunakan warna, bidang, dan garis.

Advertising
Advertising

Ruang Publik (2011), misalnya. Tiga anak bermain skateboard di tiga bidang terpisah, dengan warna transparan. Samar-samar, tampak di bawah anak-anak itu, beberapa orang sedang berbicara, berkumpul. Sekilas, anak-anak itu seperti berada di lapis atas, dimensi ruang berbeda dari orang-orang yang tampak di bawahnya. Sugihartono menggunakan bidang dan warna sebagai pemisah dan penunjuk pembeda lapis-lapis ruang. Bisa jadi, tempat bermain skateboard itu adalah taman kota, sedangkan orang-orang berbicara itu adalah di dalam mal.

Sugihartono juga mengolah pemisahan ruang, atau waktu, melalui dua jenis pewarnaan: monokrom dengan warna-warni. Pada Side of History (2009), misalnya. Ada lima bajaj digambar makin kecil menuju pada satu titik fokus, semacam vanishing point. Bajaj yang paling belakang digambar dengan warna nyata, sedang empat lainnya monokrom abu-abu, seperti sedang menuju sebuah gedung yang nampak mengambang, transparan.

Adapun penggambaran Jange Rae nampak lebih lekat dengan genre pop art, yang dalam sejarahnya, bisa dikatakan bermula di Inggris pada 1940an, kemudian marak di Amerika. Pop art merupakan reaksi atas budaya urban, budaya pop mengikuti pesatnya perkembangan iklan dan industri.

Ya, karya Jange Rae penuh dengan ikon budaya masa kini yang diolah dengan berbagai teknik, kolase, fotokopi, repro, dan sebagainya. Kolase, misalnya, tampak pada 16 5 10 21 1 14 7 (2010), bagian mata dan mulut dari tempelan gambar lain, juga 11 9 19 19 9 9 14 7 (2010), pada bagian tengahnya ada adegan berciuman gaya komik Roy Lichenstein.

Ciri lain pop art adalah penggabungan ikon. Monalisa bersanding dengan Marylin Monroe, dan sosok simbah berkebaya Jawa (Beautiful Is, 2011). Tanpa pembagian ruang dalam kanvas dan detail figur seperti Sugihartono, Jange Rae lebih mengolah bidang latar gambarnya dengan ikon dan kumpulan angka seperti “digit-digit” yang diletakkan secara tak beraturan.

Menilik karya Jange Rae, makin terasa bahwa ia memang berada, lebur dalam budaya pop – tak lagi sebagai pengamat, atau lebih “berperan” sebagai pengamat sosial seperti Sugihartono, melainkan bak anak muda yang larut dalam permainan urban itu.

Sementara Sugihartono menggambarkan kepadatan manusia, efek industrialisasi, percepatan waktu dan problem ruang sosial, Jange Rae menyuguhkan semacam ironi, parodi dari budaya kaum muda yang pernah dialaminya, tak jauh dari musik, internet, junk food, komik impor, dan sebagainya.


STANISLAUS YANGNI (Penulis lepas seni rupa, mahasiswa pascasarjana ISI Yogyakarta)

Berita terkait

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

44 hari lalu

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

51 hari lalu

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.

Baca Selengkapnya

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

16 Oktober 2023

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance

Baca Selengkapnya

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

23 September 2023

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.

Baca Selengkapnya

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

19 September 2023

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.

Baca Selengkapnya

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

4 September 2023

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.

Baca Selengkapnya

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

20 Agustus 2023

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.

Baca Selengkapnya

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

19 Juni 2023

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.

Baca Selengkapnya

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

21 Mei 2023

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.

Baca Selengkapnya

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

7 April 2023

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.

Baca Selengkapnya