Bahasa Rupa Iwan Effendi  

Reporter

Editor

Kamis, 23 Desember 2010 09:39 WIB

(TEMPO/HERU CN)
TEMPO Interaktif, Jogjakarta - Tersebutlah Moyo, Tupu, Baba, Haki, dan Lacuna. Lima nama yang boleh dibilang tidak “berbau’ Indonesia sama sekali. Wajah dan karakter mereka bahkan tidak mewakili etnis manapun di Tanah Air. Namun perupa Iwan Effendi, 31 tahun, justru menempatkan mereka dalam setting gempa politik tahun 1965, sebuah sejarah abu-abu Indonesia.

Gempa politik di Indonesia tahun 1965 rupanya sangat mempengaruhi proses berkesenian Iwan Effendi, meski ia dilahirkan pada 1979. Cerita tentang kakeknya yang dijemput aparat desa dan kemudian menghilang selama belasan tahun, sangat melekat di benaknya. “Mereka bilang bahwa kakek saya dipanggil ke kelurahan. Sepertinya hanya peristiwa sederhana, tetapi sejak itulah kakek tidak pernah kembali lagi selama 13 tahun,” tutur Iwan mengenang.

Sosok Moyo, Tupu, Baba, Haki, dan Lacuna, yang hadir di ruang pamer Tembi Contemporary, Bantul, Yogyakarta, sepanjang 14 Desember 2010 hingga 2 Januari 2011, adalah hasil dari proses pergulatan Iwan. Mereka adalah bahasa rupa Iwan tentang sejarah masa lalu. “Cerita tentang tragedi tahun 1965 tidak akan pernah hilang. Siapapun berhak memperbincangkannya,” katanya.

Advertising
Advertising

Pameran tunggal Iwan di Tembi Contemporary itu tidak bisa dilepaskan dari pentas teater boneka bertajuk “Mwathirika” oleh Papermoon Puppet Theatre di Lembaga Indonesia Prancis, Yogyakarta, awal Desember lalu. Pentas ini menceritakan tentang keluarga Baba dan Haki pada pergolakan politik Indonesia tahun 1965.

Alkisah, suatu hari Baba lenyap diculik orang-orang bersenjata, menyusul tanda segitiga merah di rumahnya. Belakangan, Moyo dan Tupu –dua anak Baba¯juga lenyap diculik. Bahkan. Lacuna yang sering menghibur Tupu ketika kehilangan ayah dan kakaknya, juga hilang diculik orang-orang tak dikenal. “Mwathirika” adalah bahasa Swahili –sebuah suku di Afrika¯yang berarti korban.

Iwan kemudian membuat beberapa setting adegan pentas boneka ke dalam ruang pamer. Ia seperti sedang membekukan adegan di panggung dan kemudian menghadirkannya di ruang pamer. Tentu, pengunjung pameran yang tidak sempat menonton pentas boneka di Lembaga Indonesia Prancis, agak kesulitan memahaminya. Situasi seperti itu tampaknya sangat disadari Iwan. Maka, ia juga memasang rekaman video pementasan di Lembaga Indonesia Prancis tersebut.

Melalui pameran ini Iwan ingin menunjukkan proses kreatif di balik pementasan teater boneka “Mwathirika”. Itu sebanya, Iwan juga memenuhi ruang pamer dengan karya-karya dua dimensi bergaya street art. Gaya lukisan Iwan memang sangat terpengaruh oleh buku-buku dongeng, animasi, game, dan komik. Dari lukisan-lukisan itulah lalu tercipta boneka Moyo, Tupu, Baba, Haki, dan Lacuna.

Selain menunjukkan proses kreatif di balik tokoh-tokoh boneka, Iwan juga menginterpretasi pementasan “Mwathirika”. Ini terlihat dari karyanya yang berjudul Menjadi Pabrik Manusia. Karya ini terdiri atas beberapa boneka dengan kerucut merah di kepala yang dijajar di tembok, dengan latar belakang dua topeng berparuh. Dengan menambah gambar di tembok dengan teknik mural, dua topeng itu seperti menjelma menjadi dua sosok menyeramkan yang memproduksi makhluk bertopi kerucut merah.

Makhluk bertopi kerucut merah itu memang ada pada adegan pentas teater boneka “Mwathirika”. Boneka-boneka muncul dalam adegan yang menggambarkan stigmatisasi terhadap rakyat oleh penguasa saat itu. Mereka yang dicap penganut “merah” kemudian dihilangkan secara sistematis.

Dalam beberapa karyanya, Iwan juga sangat terpengaruh oleh cerita tentang Perang Dunia II. Itu sebabnya, sejumlah karya dua dimensi yang menampilkan mesin perang seperti pesawat dan tank juga dihadirkan di ruang pamer. Namun, mesin-mesin perang itu tetap saja hadir dalam gaya street art, seperti pada karyanya yang berjudul Sengatan Masa Lalu. Karya ini berupa sebuah pesawat dengan ekor melengkung seperti ekor kalajengking serta sebuah mata melotot di bawah hidung pesawat berbaling-baling itu.

Dalam katalog pameran, kurator Ade Tenesia menyatakan, praktik berkesenian seperti yang dijalani Iwan Effendi sudah jarang ditemui. Tidak banyak perupa muda yang gigih menjalani proses berkesenian seperti yang dijalani Iwan, berani mengkolaborasikan karya visual dengan genre kesenian lain.

Yang pasti, tutur Ade, dalam pameran ini kita menujumpai seorang perupa yang tak henti menjelajahi beragam medium seni. Tak henti mencari elemen visual untuk membangun dongeng-dongeng baru. “Dan saat ini ia memberikan dongeng itu untuk para korban tragedi bangsa di tahun 1965. Agar tragedi getir ini tetap tinggal di dalam ruang hati dan ingatan bangsa ini,” ujarnya.

HERU C NUGROHO

Berita terkait

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

46 hari lalu

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

52 hari lalu

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.

Baca Selengkapnya

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

16 Oktober 2023

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance

Baca Selengkapnya

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

23 September 2023

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.

Baca Selengkapnya

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

19 September 2023

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.

Baca Selengkapnya

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

4 September 2023

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.

Baca Selengkapnya

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

20 Agustus 2023

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.

Baca Selengkapnya

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

19 Juni 2023

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.

Baca Selengkapnya

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

21 Mei 2023

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.

Baca Selengkapnya

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

7 April 2023

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.

Baca Selengkapnya