Mengurai Mental Gerilya  

Reporter

Editor

Rabu, 1 September 2010 08:41 WIB

Mental Gerilya. Foto:(TEMPO) ROFIQI HASAN
TEMPO Interaktif, Ubud - Siluet hitam menimpa semak belukar. Sepintas, siluet itu hanya merupakan bayangan seorang tentara yang tengah mengendap-endap dalam sebuah peperangan. Tapi, bila diamati lebih jauh, bayangan dalam lukisan bertajuk Mental Gerilya itu tak sekadar mengajak penikmatnya bernostalgia dengan masa revolusi. Lukisan itu hendak menyatakan saat ini kita juga harus memiliki mental yang sama seperti para gerilyawan itu, karena kita berhadapan dengan belukar persaingan dan ketidakpastian.

Semangat baja para gerilyawan juga tegas tersirat dalam seri 12 lukisan wajah berjudul Rakyatku Bermental Gerilya. Meski bersifat karikatural, wajah-wajah yang diklaim mewakili rakyat Indonesia itu menyiratkan kegigihan, keberanian, dan kekayaan strategi untuk bertahan hidup. Beberapa di antaranya tampak berlagak seperti badut atau dengan muka yang dipenuhi gincu.

Itulah dua di antara puluhan lukisan karya perupa Stefan Buana, 39 tahun, yang dipamerkan di Tony Raka Art Gallery, Ubud, Gianyar, Bali, hingga 17 September mendatang. Pameran bertajuk Mental Gerilya tersebut digelar atas kerja sama Tony Raka dengan Tembi Contemporary Jogjakarta. Dalam pameran itu, Stefan melihat mental gerilya sebagai fakta psikologis rakyat Indonesia setelah 65 tahun merdeka. “Jadi gerilya bukan cuma siasat militer belaka,” kata pelukis kelahiran Padang Panjang, Sumatera Barat, itu.

Stefan meyakini bahwa nilai kepahlawanan tidak boleh hanya diletakkan dalam wacana kebangsaan. Nilai-nilai itu hidup dalam pergaulan sehari-hari dalam berbagai bentuk. Setiap orang yang mampu berjuang dan bertahan hidup dipastikan membawa semangat itu. Seperti terlihat dalam karya yang berjudul Pahlawan Tempo Kini dan New War Area.

Selain itu, Stefan menggunakan media visualnya sebagai sarana melakukan kritik sosial. Menurut dia, sebagai seniman ia tidak bisa bersikap abai terhadap kenyataan-kenyataan yang menyesakkan dada. “Misalnya harga cabai yang sempat melambung menjadi Rp 100 ribu per kilogram. Itu sangat menyakitkan kita,” ujarnya.

Sementara itu, mental birokrasi yang korup meninggalkan kotoran sosial di mana-mana. Ironi itu antara lain terlihat dalam lukisan bertajuk Ojo Ngono Bung, yang dengan jelas memotret sosok yang suka buang air besar sembarangan saja.

Begitulah. Dalam pameran itu, Stefan juga membebaskan dirinya dari satu gaya melukisnya. Selain bergaya figuratif, karikatural, dan sebagian lagi vulgar, ia memainkan gaya surealistik. Itu tampak dalam karya Unknown Warrior, ketika ia meletakkan dua jejak kaki--satu kaki bersepatu dan satu lainnya tidak--di hamparan padang pasir serta sepucuk senjata di sudut yang lain. Ada juga karya yang hanya menampilkan sebuah ruang dengan anasir lipatan-lipatan kertas bertajuk Ranah Hukumku yang Kini Gamang.

Lalu, dalam urusan penggunaan bahan lukisannya, ia juga tak terpaku pada bahan-bahan konvensional. Stefan menggunakan bahan-bahan nonkonvensional, seperti asap lilin, lempengan besi berkarat, arang, paku, campuran serbuk kayu, dan benang, di atas kanvas. Uniknya, Stefan tak segan merobek, memaku, dan melubangi kanvas lukisannya bila cara itu dianggapnya yang paling pas untuk mewakili curahan hatinya.

Stefan menyatakan pameran yang digelar untuk merayakan hari ulang tahun RI yang ke-65 itu telah ia persiapkan sejak setahun lalu. Stefan berharap karya-karya itu akan memancing perenungan tentang arti kemerdekaan. “Bagi saya, merdeka itu berarti bisa mencurahkan ekspresi kesenimanan secara bebas,” katanya. Meski begitu, ia percaya setiap orang pasti akan memiliki interpretasi yang berbeda tentang makna kemerdekaan.

Valentine Willie dari Tembi Contemporary menyatakan sudah lama ia mengamati sepak terjang Stefan. “Keberaniannya bereksperimen dengan berbagai benda sangat menarik,” ujarnya. Misalnya, upaya Stefan membuat visualisasi wajah dengan benang yang ditimpakan ke atas kanvas. Cara itu membuat wajah-wajah menjadi unik dan ekspresif.

Willie menyatakan ia tidak khawatir sikap kritis Stefan akan menciptakan resistansi pasar seni rupa terhadap karya-karya itu. Bahkan lukisan Stefan cukup diminati, khususnya untuk karya-karya yang warnanya bernuansa natural. Simbol-simbol yang dihadirkan juga dengan mudah menyentuh serta memberikan kesan akrab bagi para pencinta seni, meskipun tema yang diangkat cukup serius karena menyangkut masalah sosial dan politik.

ROFIQI HASAN

Berita terkait

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

36 hari lalu

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

43 hari lalu

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.

Baca Selengkapnya

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

16 Oktober 2023

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance

Baca Selengkapnya

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

23 September 2023

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.

Baca Selengkapnya

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

19 September 2023

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.

Baca Selengkapnya

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

4 September 2023

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.

Baca Selengkapnya

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

20 Agustus 2023

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.

Baca Selengkapnya

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

19 Juni 2023

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.

Baca Selengkapnya

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

21 Mei 2023

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.

Baca Selengkapnya

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

7 April 2023

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.

Baca Selengkapnya