Geliat Seni di Jatiwangi  

Reporter

Editor

Rabu, 14 Juli 2010 07:29 WIB

Jatiwangi Artist in Residence Festival. (TEMPO/Aditya Herlambang Putra)
TEMPO Interaktif, Musim panen padi dan liburan sekolah di tujuh desa di Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, tahun ini terasa beda. Rangkaian program Jatiwangi Artist in Residence Festival kembali menghangatkan geliat kesenian di daerah yang terkenal sebagai penghasil genting itu.

Berbeda dengan festival pada 2006 dan 2008, kali ini perhelatan dua tahunan yang digagas Jatiwangi Art Factory itu digelar di tiap desa: Jatisura, Surawangi, Sutawangi, Sukaraja Wetan, Burujul Wetan, Leuweunggede, dan Loji. Biasanya, festival itu terpusat di Jatisura, markas Jatiwangi Art Factory--komunitas yang didirikan oleh dua bersaudara Ginggi dan Arief Yudi.

Bersama 22 seniman dalam dan luar negeri, yang menetap di sana sepanjang dua pekan sejak 26 Juni lalu, warga membuat beragam karya seni. Video, film, lukisan, karya instalasi, musik, hingga kerajinan tangan mereka sajikan bergantian pada 7-9 Juli lalu. Di hari pertama, semarak festival ditandai dengan arak-arakan warga Desa Leuweunggede sambil memainkan musik tradisional obrog-obrog ke bendungan Cileuis. Di saluran airnya, anak-anak melarung perahu daun pisang buatan seniman Hiroyuki Hukuoka asal Jepang.

Di Desa Sukaraja Wetan, pelukis dan pematung Nindityo Purnomo serta Mella Jaarsma dari Yogyakarta mengasah kreativitas anak-anak dengan bermain rumah-rumahan. Mereka dibebaskan menggambar denah rumah di atas selembar karton manila seperti arsitek, dari membuat rumah dan interiornya dalam kotak kardus sampai membangun rumah awal manusia dari tanah liat lengkap dengan karangan cerita dan bentuk orangnya. Lebih dari 100 karya itu dipamerkan di rak-rak bambu panjang untuk menjemur genting.

Simak pula garapan warga bersama seniman asal Singapura, Jeremy Chu, dan Handy Hermansyah dari Bandung, Jawa Barat, yang membuat instalasi lampion. Di Desa Sutawangi, sekitar 120 lampion dipasang di atas kali irigasi sebagai penerangan. Untuk mengeratkan hubungan antarbangsa, Jeremy membuat metafora berbentuk bola dunia dari rangka bambu berdiameter 120 sentimeter. “Juga untuk mencintai ibu bumi,” ujar Jeremy.

Kecintaan lain diwujudkan Rahmat Haron asal Malaysia lewat performing art di sawah. Bersama petani Desa Jatisura yang tengah memanen padi, seniman berambut gimbal itu ikut mengarit sambil berpeluh di siang bolong. “Bertani itu tak semudah makan,” katanya. Di sepetak lahan, penyair yang juga aktivis Amnesty International itu menyisakan batang-batang padi menguning untuk membentuk lambang hati. Pada karya video lainnya yang berjudul Piknik di Makam, Rahmat mengajak warga membersihkan pekuburan dan membakar semak belukar hingga malam.

Berbeda dengan Rahmat, seniman Ghazi Alqudcy asal Singapura menggerakkan warga Desa Loji membuat film pendek berjudul Trio Dekil. Diperankan oleh anak-anak, cerita yang diadaptasi dari naskah kabaret karya ibu guru Cicih Surkasih itu aslinya berjudul Ibu Durhaka. Tema tentang ibu juga diusung Haseena Abdul Majid asal Singapura lewat lukisan batik berupa siluet ibu hamil yang dikelilingi tapak-tapak tangan berisi komentar anak-anak tentang ibunya.

Sebagian seniman yang datang dari Malaysia, Singapura, Thailand, Sri Lanka, Jepang, Meksiko, Amerika Serikat, Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta itu mulus bekerja sama dengan warga setempat dalam membuat karya-karya mereka.

Tapi Daniel Milan Cabrera punya cerita lain. Ia gagal mengajak anak-anak dan pemuda desa bermain musik tanpa ketukan. “Sepertinya mereka tidak suka, tapi saya tidak kecewa, senang-senang saja,” kata pemain gitar lagu-lagu rakyat Meksiko itu.

Kurator festival Heru Hikayat mengatakan konsep kegiatan ini mengkondisikan seniman sebagai fasilitator bagi warga desa untuk mengangkat berbagai isu di lingkungan setempat. “Pertemuan seniman tamu dengan warga desa bukan hanya pertemuan dari budaya yang berbeda, melainkan juga paduan dari pandangan dunia dan kebiasaan mengekspresikan diri yang berbeda-beda,” kata Heru.

Pada akhirnya, seniman harus berkompromi dengan warga ketika menuangkan idenya. Mereka pun harus menurunkan standar profesional mereka dan kualitas estetik. “Yang penting dalam kerja ini adalah proses, bukan hasil,” ujar lulusan seni rupa Institut Teknologi Bandung itu.

Salah satu penggagas festival, Arief Yudi, senang karena warga desa telah banyak terlibat, tak lagi cuma menonton karya seniman-seniman asing di kampungnya. Jumlah kampung dan aparat desa yang turun tangan juga bertambah. “Secara keseluruhan, festival ini sudah melebihi apa yang kita harapkan. Dari semula hanya membuka mata warga, sekarang mereka telah menjadi kolaborator yang baik,” kata Arief menjelaskan.

ANWAR SISWADI

Berita terkait

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

46 hari lalu

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

53 hari lalu

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.

Baca Selengkapnya

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

16 Oktober 2023

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance

Baca Selengkapnya

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

23 September 2023

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.

Baca Selengkapnya

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

19 September 2023

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.

Baca Selengkapnya

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

4 September 2023

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.

Baca Selengkapnya

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

20 Agustus 2023

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.

Baca Selengkapnya

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

19 Juni 2023

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.

Baca Selengkapnya

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

21 Mei 2023

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.

Baca Selengkapnya

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

7 April 2023

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.

Baca Selengkapnya