Pohon Mati, Vampir, dan Cinta  

Reporter

Editor

Jumat, 18 Juni 2010 07:31 WIB

Kim Jae-duk. (TEMPO/Novi Kartika)
TEMPO Interaktif, Dunia tari kembali berpesta. Sepanjang 14-17 Juni ini, Institut Kesenian Jakarta menggelar perhelatan Indonesian Dance Festival yang ke-10 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Festival tari internasional dua tahunan ini tak hanya diikuti para penari Indonesia, tapi juga mancanegara.

Saban harinya disuguhkan pertunjukan utama yang digelar setiap malam sebagai penutup acara seluruh kegiatan hari itu. Terdapat enam penampil dari luar negeri, antara lain Korea, Jepang, Jerman, Taiwan, dan Afrika Selatan.

Pada acara pembukaan Senin lalu, salah satu peserta luar negeri yang tampil adalah Kim Jae-duk, koreografer dari Korea. Bersama enam penari lainnya, Kim menyuguhkan tari bertajuk Darkness Poomba. Konsep tari tersebut adalah memperdengarkan sesi melodi tradisional Korea, Poomba, dengan musik modern. Instrumen modern yang dimainkan adalah alat musik standar band: gitar, bas, dan drum. Lagu tradisional Korea yang dipilih Kim berjudul Sim Bong Sa, semacam kidung yang bercerita. Dalam bentuk aslinya, lagu itu diiringi dengan perkusi.

Kekuatan karya Kim tersebut tak hanya di wilayah musik, tapi juga pada koreografinya. Meski musik iringannya memadukan genre tradisional dan modern, seluruh gerakan tari tersebut berwarna modern. Kecepatan, agresivitas, dan karakter semuanya mengacu pada gerakan kontemporer-modern. "Basic saya tari modern. Kalau saya merasa perlu, akan saya tarik satu atau dua poin gerak dasar tari tradisional Korea," ujar Kim setelah memberikan master class di Fakultas Seni Pertunjukan Institut Kesenian Jakarta.

Karya ini bercerita tentang sekumpulan anak muda yang memperlihatkan kesombongan mereka. Gerak tubuh yang energetik dan semangat anak muda diperlihatkan di sini, meskipun mereka terkadang memperagakan gerakan-gerakan yang lucu.

Eksplorasi tubuh yang bebas, setidaknya itulah ciri Kim dalam setiap koreografi yang diciptakannya. Ia bahkan mengambil prinsip seperti pohon yang hampir mati tapi masih tumbuh tegak di atas tanah. "Saya menyukai konsep ini, karena saya merasa paling nyaman dengan gambaran itu," katanya. Bahkan ia banyak menggunakan ujung kaki agar tampak terlihat panjang dan anggun.

Satu gerakan yang cukup sulit dan rumit diperlihatkan oleh dua penari yang sedang memperagakan gerak tangan di depan muka. Masing-masing menempatkan tangannya ke mukanya dan bergantian ke muka orang lain. Begitu seterusnya sehingga membentuk pola yang ajek tapi rumit. Yang menarik adalah semua pola itu dilafalkan dengan tempo cepat.

Ya, bergerak dengan cepat bagi Kim adalah tantangan. Gerakan-gerakan dalam koreografinya didominasi dengan kecepatan, meski gerak lambat bernuansa kontemplatif juga ia perlihatkan. Dinamisasi kota banyak mempengaruhi dirinya. Bisa jadi gerakan-gerakan cepat itu terinspirasi oleh lingkungan urban yang selalu mengitarinya. "Sebagai anak muda kadang saya juga malas memainkan tari tradisional. Saya ingin melakukan hal lain," ujarnya.

Peserta luar negeri lainnya adalah Meg Stuart dan Philip Gehmacher. Kedua penari sekaligus koreografer ini berasal dari Jerman. Mereka mempertunjukkan karya mereka berjudul Maybe Forever pada malam ketiga.

Stuart dan Gehmacher lebih memperlihatkan gerakan-gerakan lambat, sesekali cepat tapi juga kosong. Keduanya berguling-guling di lantai lalu berdiri saling memeluk. Bahkan mereka juga saling menjauh dan mengulur tangan seperti tak mampu menjangkaunya lagi. Atau mereka hanya duduk berjauhan memandang dua bunga dandelia yang menjadi latar panggung.

Maybe Forever bercerita tentang perjuangan vampir dengan keabadian dan kesepian yang selalu menemaninya. Mereka berperan sebagai pasangan yang bisa diinterpretasikan sepasang kekasih. "Kami sebetulnya tidak memainkan tokoh vampir yang sebenarnya. Itu hanya simbolisasi atas keabadian dan rasa sepi yang mewakili," kata Gehmacher seusai pentas.

Boleh dibilang mereka perlu interpretasi yang tak mudah untuk membaca seluruh komposisinya. Gerakan-gerakan yang diperlihatkan sangat sarat akan simbolisasi. "Memang abstrak dan penuh ekspresi," kata Stuart menambahkan.

Tak hanya gerakan tari, keduanya juga mengolah secara teatrikal. Kehadiran Niko Hafkenscheid, yang memainkan gitar sambil bernyanyi, membantu menjelaskan suasana melalui lirik yang dilantunkannya. Ditambah Stuart yang mengekspresikan perasaannya melalui kata-kata. Harapan, cinta, bahagia, atau murung maupun sedih menjadi tumpah dalam koreografi itu.

ISMI WAHID

Berita terkait

SMA Labschool Cibubur Selenggarakan Pentas Seni Cravier 2024 Usung Tema Peduli Lingkungan

44 hari lalu

SMA Labschool Cibubur Selenggarakan Pentas Seni Cravier 2024 Usung Tema Peduli Lingkungan

Acara tahunan SMA Labschool Cibubur akan mengusung tema lingkungan dalam kacamata anak muda di Cravier 2024.

Baca Selengkapnya

Butet Kartaredjasa Terintimidasi, Bagaimana Cara Mengurus Perizinan Pentas Seni?

7 Desember 2023

Butet Kartaredjasa Terintimidasi, Bagaimana Cara Mengurus Perizinan Pentas Seni?

Butet Kartaredjasa menyebut bahwa pementasan seninya diintervensi oleh pihak kepolisian karena larangan menampilkan satir politik.

Baca Selengkapnya

HNW Apresiasi Usulan Pementasan Seni Budaya jelang Tahun Politik 2024

28 Juli 2023

HNW Apresiasi Usulan Pementasan Seni Budaya jelang Tahun Politik 2024

Komunitas seni dan budaya, Sangkami mengusulkan pementasan seni dan budaya melibatkan para anggota MPR.

Baca Selengkapnya

Ada Monas Week Saat Libur Lebaran 2023, Pengelola Siapkan 4 Toilet Bus Tambahan

25 April 2023

Ada Monas Week Saat Libur Lebaran 2023, Pengelola Siapkan 4 Toilet Bus Tambahan

Rangkaian Monas Week menyuguhkan pertunjukan musik khas Idul Fitri serta Air Mancur Menari dan video mapping.

Baca Selengkapnya

4 Acara Imlek yang Populer di Indonesia, Selalu Menarik Minat Wisatawan

21 Januari 2023

4 Acara Imlek yang Populer di Indonesia, Selalu Menarik Minat Wisatawan

Acara-acara itu tak sekadar untuk membuat meriah Imlek, tapi memiliki makna di dalamnya.

Baca Selengkapnya

Libur Natal dan Tahun Baru, Ini Sederet Agenda Kesenian di Lereng Merapi

14 Desember 2022

Libur Natal dan Tahun Baru, Ini Sederet Agenda Kesenian di Lereng Merapi

Ada sejumlah agenda seni budaya yang akan kembali digelar di kawasan Kaliurang pada libur Natal dan Tahun Baru.

Baca Selengkapnya

Dua Tahun Vakum, Seniman Kabupaten Bekasi Ramaikan Lebaran Yatim

3 September 2022

Dua Tahun Vakum, Seniman Kabupaten Bekasi Ramaikan Lebaran Yatim

Gabungan seniman Kabupaten Bekasi kembali manggung untuk memeriahkan Lebaran Anak Yatim setelah dua tahun terhalang pandemi

Baca Selengkapnya

Siap-siap Disambut Tari Sri Kayun Saat Wisata ke Kulon Progo

23 Maret 2021

Siap-siap Disambut Tari Sri Kayun Saat Wisata ke Kulon Progo

Tari Sri Kayun dan fragmen Suroloyo Wrehaspati dibawakan oleh seniman Kulon Progo dan pegawai pemerintah daerah sebagai penari pendukung.

Baca Selengkapnya

Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

20 Februari 2021

Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

Omah Wulangreh menggelar pertunjukan seni dan budaya Pusaka Kita. Menampilkan musik gamelan Tari Legong Semaradana.

Baca Selengkapnya

Produksi Teater di Masa Pandemi, Apa Saja Tantangannya?

1 Desember 2020

Produksi Teater di Masa Pandemi, Apa Saja Tantangannya?

Tentu ada beberapa tantangan saat memproduksi pentas teater. Salah satu kendala utamanya adalah mencari cara agar pentas tetap dapat roh.

Baca Selengkapnya