Melihat Alam Nyata Penuh Kepalsuan  

Reporter

Editor

Selasa, 18 Mei 2010 08:45 WIB

Pameran foto "Artificially Natural" karya Agung Nugroho Widhi. (TEMPO/HERU CN)
TEMPO Interaktif, Jakarta - Sejak masuknya fotografi ke ranah seni rupa, fungsi fotografi sebagai representasi dari realitas banyak bergeser. Alih-alih menggambarkan kenyataan, fotografi malah menjadi cara lain untuk “melihat”. Belakangan, dengan semakin populernya penggunaan teknologi kamera saku, apalagi masuk periode digital, fotografi acap menunjukkan bagaimana setiap mata punya cara pandang yang berbeda atas sebagian besar peristiwa yang berlangsung di dunia.

Foto keseharian menunjukkan bagaimana fenomena diterima sebagai sesuatu yang bersifat “terberi” atau “sudah begitu dari sananya”. Karena itu, peran penting seorang fotografer masa kini bukanlah memperlihatkan kenyataan kepada orang banyak, melainkan menunjukkan cara pandang yang berbeda terhadap sesuatu yang “terberi” itu.

Pengamatan menarik atas kenyataan itu ditampilkan oleh Agung Nugroho Widhi, seniman muda dari Yogyakarta, dalam pameran tunggalnya, Artificially Natural, yang digelar di Kedai Kebun, Yogyakarta, pada 8–31 Mei ini.

Advertising
Advertising

Gagasan tentang “kealamian yang artifisial” ini diperoleh Agung ketika ia mengamati jalan dan ruang-ruang sehari-hari yang menunjukkan fenomena unik dalam masyarakat berkaitan dengan konsep “yang alami” dan “yang artifisial”. Dengan kamera lomo-nya, Agung membidik bagaimana “obyek” alamiah yang artifisial, dibuat oleh manusia dengan bahan-bahan non-alami tersebut, menjadi bagian yang seolah wajar dalam lanskap lingkungan.

Dalam proyek yang ia kerjakan selama dua tahun ini, Gembong—panggilan akrabnya—berkeliling dengan kamera lomo-nya memasuki wilayah-wilayah umum, mencari tanpa terburu. Hasilnya, ia menemukan banyak materi visual yang menarik. Jika kita tidak memperhatikan dengan cukup cermat detail foto karya Gembong, sepintas kita melihat, semua yang disuguhkannya adalah kenyataan alam. Pada beberapa foto, terutama yang berujud taman buatan, apa yang artifisial itu memang sangat dekat dengan kenyataannya.

Ke-13 foto dalam pameran tunggal pertama seniman lulusan Institut Seni Indonesia ini diberi judul Tanpa Judul. Ketimbang berdiri sebagai sebuah foto tunggal, hampir semua karya dalam pameran ini lebih “bunyi” ketika ia bersanding dengan karya lainnya. Hampir seperti esai foto, tapi dengan konsep yang lebih kuat ketimbang sekadar sebagai foto naratif.

Dengan menggunakan kamera lomo, yang punya keterbatasan secara teknik, Gembong justru makin menonjolkan kekuatan konsepnya. Beberapa foto akan terasa terlalu gelap dan terlalu banyak bayangan. Tapi, dengan konsep yang diusungnya, penghadapan antara yang alami dan yang artifisial, penggunaan teknik yang tak terlalu sempurna ini justru menjadi bagian dari strategi untuk mengajukan pertanyaan atas peran fotografi itu sendiri.

Kita acap tak awas, lingkungan keseharian yang tampak alami banyak dikonstruksi oleh imajinasi kita sendiri tentang apa yang alami itu. Gembong menampilkan obyek-obyek yang sesungguhnya dengan sangat mudah kita tunjuk dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya pohon-pohon yang dibuat dari semen beton (tapi dibentuk dengan pendekatan yang realistis, diwarnai sesuai dengan batang pohon yang cokelat dan bertekstur tua atau terbelah). Karena terbiasa melihatnya sebagai sesuatu yang biasa, kita cenderung tak bertanya lagi tentang realitas visual alami yang kita lihat.

Karya-karya Gembong, dengan cara tertentu, merupakan bagian dari upaya mempertanyakan realitas itu. Apa yang selama ini kita anggap alami, kemudian hadir dan direproduksi dalam ruang-ruang kota dalam bentuk peniruan, menjadi sesuatu yang artifisial. Pertanyaan yang muncul bisa sederhana, mengapa mereka membentuk gambar atau imaji visual yang cenderung menggambarkan alam secara realis jika materialnya adalah sesuatu yang artifisial? Apa nilai penting dari penggambaran alam di ruang publik kota? Apakah obsesi terhadap yang alami ini memang menjadi sesuatu yang kemudian nyaris “terberi” untuk generasi masa kini?

Tentu saja, sejarah atas obsesi ini bisa dilacak dari model-model lukisan realis bergambar pemandangan, dari era Mooi Indie hingga pasar-pasar Sukowati di Bali. Lukisan pemandangan semacam ini memang menjadi bentuk visual yang paling mudah “dipahami” kebanyakan orang, selain menunjukkan bahwa masyarakat cenderung menyenangi imaji visual yang datang dari kenyataan sehari-hari. Tapi Gembong menyodorkan pertanyaan mendasar berkaitan dengan fenomena ini: lalu apakah realitas itu jika kita mempunyai sesuatu yang nyata, dan memproduksi tiruannya secara artifisial, dalam sebuah lanskap yang sama?

Jika banyak orang bertanya, saya kira pameran Gembong menjadi punya nilainya sendiri yang berharga. Kesederhanaan citra, pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu, dan kepercayaan pada fokus yang dipilih membuat pameran Gembong ini menyentil pertanyaan konseptual tentang fotografi pada diri saya secara personal. Dengan caranya sendiri bercerita, Gembong memampatkan waktu. Gembong lebih banyak bermain dengan ruang, dan sedikit bercakap dengan waktu. Lain kali, mungkin waktulah yang perlu lebih banyak diketuk pintunya.

ALIA SWASTIKA

Berita terkait

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

41 hari lalu

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

48 hari lalu

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.

Baca Selengkapnya

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

16 Oktober 2023

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance

Baca Selengkapnya

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

23 September 2023

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.

Baca Selengkapnya

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

19 September 2023

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.

Baca Selengkapnya

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

4 September 2023

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.

Baca Selengkapnya

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

20 Agustus 2023

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.

Baca Selengkapnya

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

19 Juni 2023

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.

Baca Selengkapnya

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

21 Mei 2023

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.

Baca Selengkapnya

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

7 April 2023

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.

Baca Selengkapnya