Wajah Seni Keramik Indonesia

Reporter

Editor

Selasa, 22 Desember 2009 08:53 WIB

TEMPO/Dinul Mubarok

TEMPO Interaktif, Gedung-gedung dan tugu Monas berdesakan dalam perahu. Di pinggir perahu itu berderet mobil dan rumah-rumah kecil--juga berdesakan. Diberi judul Bahtera Nabi Noeh, karya berbasis patung milik Sri Hartono itu langsung menyeret kita dalam problem klasik Jakarta tiap tahun, yakni banjir.

Ini adalah salah satu karya yang dipamerkan dalam Jakarta Contemporary Ceramics Biennale #1 di Galeri North Art Space, Ancol, Jakarta. Event dua tahunan yang berlangsung hingga 20 Januari mendatang itu adalah pameran biennale keramik kontemporer pertama di Asia Tenggara.

Sekitar 40 seniman keramik Indonesia dan luar negeri terlibat dalam pameran ini. Dari luar negeri ada Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Belanda, Italia, Amerika Serikat, dan Australia.

Sebetulnya, pameran ini lebih terlihat sebagai upaya memetakan wajah seni keramik kontemporer Indonesia. Sebab, sebagian terbesar yang ikut dalam pameran ini adalah seniman Indonesia.

Menurut Asmudjo Juno Irianto, sang kurator, awalnya pameran ini memang diniatkan sebagai <I>biennale<I> para seniman keramik Indonesia. "Namun beruntung tawaran untuk melibatkan beberapa seniman keramik dari negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina, disambut baik," tulis Asmudjo dalam katalog pameran.

Ia lalu menyebut, situasi seni keramik kontemporer di negara-negara Asia Tenggara tersebut tak jauh berbeda dengan seni keramik kontemporer Indonesia. "Kendati dalam perkara perkembangan infrastruktur dan teknik agaknya Indonesia tertinggal," katanya melanjutkan.

Di luar soal itu, dibanding perupa lainnya, seniman keramik di Indonesia juga kalah banyak. Tak mengherankan jika pameran pun sangat jarang. "Tak dimungkiri, seniman keramik di Indonesia memang tak begitu banyak. Tetapi potensi itu ada," ujar Rifky Effendy, kurator lainnya, saat pembukaan pameran pada Sabtu lalu.

Jadi tak salah jika Rifki, dalam katalog pameran, menulis bahwa pameran ini bakal menjadi suatu momentum sebagai perhelatan yang berskala besar dan berkala dua tahunan bagi praktisi maupun pemerhati seni keramik. "Bukan hanya di Tanah Air, tapi juga dalam peta seni rupa di Asia Tenggara dan international."

Karya-karya keramik yang disuguhkan dalam pameran ini memiliki keragaman latar. Kita lihat misalnya bagaimana Umi Baizurah Mahir Ismail (Malaysia) mengekspresikan idenya. Ia menyajikan keramik patung wajah bayi dengan badannya yang ganjil. Karya berjudul Hybrid on The Way ini adalah wujud paradoks bagaimana senyum polos pada wajah bayi yang badannya terperangkap dalam wujud mobil beroda.

Tak kalah menarik karya perupa Indonesia, Endang Lestari.
Dalam Koper Merah dan Perempuan Pekerja, ia menyajikan patung-patung perempuan setinggi 40 sentimeter. Patung-patung dengan kostum beragam itu tersusun acak. Mereka tampak kaku. Wajah mereka sangat dingin satu dengan yang lain. Merasa asing dalam satu tempat yang sama.

Warna koper yang mereka bawa yang merah menyala terlihat mencuri pandang di antara warna cokelat tanah yang mendominasi. "Warna merah berarti harapan. Mereka membawa koper dengan cita-cita yang sama, yaitu pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik," kata Endang.

Seniman lain, Ira Suryandari, dalam karyanya--Cuma Obrolan Biasa; Jangan Disadap, Dong Ah!; lalu Oh..Maa..! dan Ingin Cantik --juga mengusung sosok perempuan. Ide sepertinya diambil dari sifat perempuan yang lazim: suka berbicara banyak, ngobrol sana sini bahkan dengan telepon seluler, serta suka bersolek dan mempercantik diri. Bahkan tugas domestik perempuan mengurusi anak acap kali menjadi perdebatan kaum feminis.

Ada pula karya keramik yang berbasis pada tradisi pottery, seperti karya perupa Michela Foppiani, Marcello Massoni, dan Hillary Kane dari Gaya Ceramic Arts Center, Bali. Mereka menyuguhkan karya keramik sebagai wadah semacam mangkuk dengan gurat retak-retak yang sangat jelas. Keramik tersebut dibakar dengan raku. Akan halnya karya Hadrian Mendoza (Thailand), Bottle Forms, yang berbentuk botol tak beraturan itu dibakar dengan kayu.

Kecenderungan menyusun instalasi disajikan oleh Nurdian Ichsan dengan terakotanya. Keramik yang dibentuk menyerupai batu bata mini sebanyak 2.000 disusun melingkar membentuk benteng berdiameter 300 sentimeter dengan tinggi 21 sentimeter. Penyajiannya sangat interaktif. Setiap batu bata mini memiliki nomor seri pembuatan. Setiap pengunjung diminta menandai nomor yang sudah tertera di sebuah kertas dengan seri yang tertulis di batu bata tersebut.

Juga ada Ponimin dalam karyanya, Ceremonial of Having Meals with Upside Down Yellow Rice Cone. Instalasi rangka kerucut terbalik dari bambu, yang di setiap sudutnya dipenuhi patung-patung kecil bergelantungan. Berbagai macam ekspresi, seperti saling memeluk maupun bergaya, menapaki bilah bambu. Mendekati sudut runcing kerucut, jumlah patung yang bergelayut menjadi semakin banyak.

Sederet perupa lain, seperti Titarubi, Nia Gautama, Taufiq Panji Wisesa, serta pematung nonkeramik seperti Wiyoga Muhardanto dan Handiwirman Saputra, ikut meramaikan biennale keramik ini.

ISMI WAHID

Berita terkait

Mengenang Harry Roesli dan Jejak Pengaruhnya di Budaya Musik Kontemporer

11 Desember 2023

Mengenang Harry Roesli dan Jejak Pengaruhnya di Budaya Musik Kontemporer

Pada 11 Desember 2004, musisi Harry Roesli tutup usia. Ia merupakan seorang pemain musik yang dijuluki Si Bengal dan pencipta lagu yang produktif.

Baca Selengkapnya

Asyiknya Merakit Gundam Plastik

22 Oktober 2023

Asyiknya Merakit Gundam Plastik

Berawal dari anime serial Gundam, banyak orang tertarik merakit model kit karakter robot tersebut.

Baca Selengkapnya

Khadir Supartini Gelar Pameran Tunggal "Behind The Eye"

30 Juni 2023

Khadir Supartini Gelar Pameran Tunggal "Behind The Eye"

Pameran seni kontemporer ini dibuka untuk umum tanpa reservasi dan tidak diperlukan biaya masuk.

Baca Selengkapnya

Kritik Dogma Seni Kontemporer, Zazu Gelar Pameran Tunggal di Orbital Dago

28 Agustus 2021

Kritik Dogma Seni Kontemporer, Zazu Gelar Pameran Tunggal di Orbital Dago

Zahra Zubaidah tidak menyangka, sekolah seni ternama itu terbatas hanya mengandalkan seni kontemporer.

Baca Selengkapnya

Artjog MMXXI Digelar, Terapkan Konsep Pameran Luring dan Daring

8 Juli 2021

Artjog MMXXI Digelar, Terapkan Konsep Pameran Luring dan Daring

Menparekraf Sandiaga Uno mengapresiasi penyelenggaraan Artjog sebagai ruang yang mempertemukan karya seni para seniman dengan publik secara luas.

Baca Selengkapnya

Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

20 Februari 2021

Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

Omah Wulangreh menggelar pertunjukan seni dan budaya Pusaka Kita. Menampilkan musik gamelan Tari Legong Semaradana.

Baca Selengkapnya

Sutradara Riri Riza Juga Bisa Bikin Seni Instalasi, Ada di Artjog

28 Juli 2019

Sutradara Riri Riza Juga Bisa Bikin Seni Instalasi, Ada di Artjog

Seni instalasi karya Riri Riza bersama seniman lainnya berjudul Humba Dreams (un) Exposed ditampilkan di Artjog 2019 di Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Buka Artjog 2019, Bicara Populasi dan Toleransi

26 Juli 2019

Sri Mulyani Buka Artjog 2019, Bicara Populasi dan Toleransi

Menteri Keuangan Sri Mulyani membuka Artjog 2019 dan berbicara di panggung selama 10 menit tanpa teks.

Baca Selengkapnya

Fakta Cooke Maroney, Art Dealer Tunangan Jennifer Lawrence

7 Februari 2019

Fakta Cooke Maroney, Art Dealer Tunangan Jennifer Lawrence

Tunangan Jennifer Lawrence, Cooke Maroney, adalah seorang art dealer seni kontemporer. Ia pernah bekerja dengan beberapa tokoh seni Amerika.

Baca Selengkapnya

Nuit Blanche Taiwan 2018, Museum Tanpa Dinding

7 Oktober 2018

Nuit Blanche Taiwan 2018, Museum Tanpa Dinding

Sejak Sabtu malam hingga pagi hari, pengunjung Nuit Blanche dapat menikmati 70 pertunjukan dan 43 instalasi seni yang tersebar di kota Taipei, Taiwan.

Baca Selengkapnya