Sastrawan Ratna Indraswari Ibrahim Meninggal

Reporter

Editor

Senin, 28 Maret 2011 11:08 WIB

Ratna Indraswari Ibrahim (TEMPO/Bibin Bintardi)
TEMPO Interaktif, Jakarta - Sastrawan senior asal Malang, Ratna Indraswari Ibrahim, meninggal pada Senin pagi tadi sekitar pukul 09.55 WIB. Ratna meninggal dunia dalam usia 61 tahun.

Ruhadi Rarundra alias Siro mengabari, ibu angkatnya itu meninggal di Ruang Unit Stroke, Paviliun Bougenville, Rumah Sakit Umum Daerah dr. Sjaiful Anwar (RSSA) Kota Malang, Jawa Timur. Jenazah disemayamkan di rumah duka Jalan Diponegoro 3, Kelurahan Klojen, Kecamatan Klojen, dan akan diberangkatkan ke Tempat Pemakaman Umum Samaan, Kelurahan Samaan, Kecamatan Klojen, pada jam 12 siang ini.

“Sebelum meninggal, beliau mengalami anfal tiga kali. Minggu kemarin jam 10 pagi dan jam 4 sore. Terus anfal ketiga jam 4 pagi hari ini. Setelah itu tensi darah terus turun, batas atasnya 93 dan bawahnya 54,” kata Siro.

Ratna dirawat di RSSA sejak Sabtu (26/3). Menurut Siro, Ratna diagnosa menderita sakit stroke, jantung, paru, dan diabetes. Di hari pertama dirawat Ratna juga sempat tak sadarkan diri. Sebelumnya Ratna sempat dirawat empat hari sejak 15 Maret dan kemudian dirawat enam hari sejak 18 Maret.

Dua tahun lalu, sastrawan kelahiran Malang, 24 April 1949, itu juga pernah dirawat sepekan di RSSA sejak Rabu, 4 Desember 2009. Hasil pemeriksaan menunjukkan terjadi penyumbatan di bagian kepala dan sebagian pembuluh darah yang tersumbat sudah pecah.

Waktu itu Ratna dibawa ke rumah sakit setelah mengalami pusing berkepanjangan dan tremor atau kejang di tangan kanan. Selain itu, bagian tubuh bagian kanan sulit digerakkan. Ratna divonis mengalami stroke ringan. Gejala serupa dialami tahun ini.

Advertising
Advertising

Biaya perawatan sebesar Rp 24 juta waktu itu ditanggung saudara, sahabat, teman, kenalan, dan donatur. Mereka dari beragama latar belakang profesi, seperti wartawan, aktivis prodemokrasi, sastrawan dan seniman lainnya.

Namun, tahun ini Ratna kehabisan duit sehingga beberapa sahabatnya mengadakan aksi solidaritas penggalangan dana dengan membuka rekening pribadi Ratna.

Dalam sebuah percakapan, Ratna mengatakan, tidak pernah mengalami sakit serius. Dia sangat menjaga pola makan sehingga merasa selalu sehat dan bugar. Dia memang sering merasa kelelahan karena terlibat di banyak kegiatan.

Menurut Ratna, ia sangat menjaga pola makan dan gaya hidup. Ratna makan secukupnya dan itu pun biasanya hanya lima sendok nasi. Dia lebih suka sarapan dengan roti dan telur. Dia juga rajin mengonsumsi sayur dan buah-buahan.

Ratna cacat sejak kecil. Tapi dia dikenal produktif. Ada sekitar 400 cerita pendek dan cerita bersambung, ditambah belasan novel, yang dia buat. Karena cacat, anak keenam dari 11 bersaudara dari pasangan Saleh Ibrahim dan Siti Bidahsari Arifin—keduanya sudah meninggal—itu “menulis” dengan ingatannya. Dia mendiktekan alur cerita, asistennya yang menulis tangan atau diketik dengan mesin ketik atau komputer.

Beberapa karyanya (kumpulan cerpen dan novel), antara lain, Kado Istimewa, Menjelang Pagi, Namanya Massa, Lakon di Kota Senja, Sumi dan Gambarnya, Lemah Tanjung, Pecinan di Kota Malang, dan Lipstik dalam Tas Doni.

Novel Lemah Tanjung didedikasikannya kepada warga yang menentang pembangunan perumahan mewah di atas lahan hutan kota. Perumahan itu kini bernama Ijen Nirwana Residence kepunyaan Grup Bakrie. Bahkan, Ratna terlibat dalam diskusi dan unjuk rasa menentang pengalihan fungsi hutan kota menjadi perumahan mewah tersebut.

Ratna juga dikenal sebagai aktivis sosial-budaya yang turut mendirikan dan mengurusi Yayasan Bhakti Nurani, LSM Entropic Malang, Yayasan Kebudayaan Pajoeng Malang, dan Forum Pelangi Malang.

Peraih beberapa penghargaan di bidang sastra dan feminisme itu pernah mengikuti seminar dan pelatihan di luar negeri.

ABDI PURNOMO

Berita terkait

500 Seniman Ramaikan Nuit Blanche di Taiwan

6 Oktober 2018

500 Seniman Ramaikan Nuit Blanche di Taiwan

Berbagai pertunjukan seni seperti musik juga akan ditampilkan di Nuit Blanche Taiwan, termasuk dari para tenaga kerja Indonesia.

Baca Selengkapnya

Komikus Si Juki: Apa pun Bisa Jadi Meme

4 November 2017

Komikus Si Juki: Apa pun Bisa Jadi Meme

Apapun saat ini bisa dijadikan meme. Perbincangan meme kembali hangat setelah penangkapan seorang pembuat meme tentang Ketua DPR Setya Novanto

Baca Selengkapnya

Karya Teguh Ostenrik Akan Hiasi Kalijodo

9 Agustus 2017

Karya Teguh Ostenrik Akan Hiasi Kalijodo

Karya instalasi ini masih dalam proses pembuatan. Karya ini
rencananya dipasang akhir September mendatang.

Baca Selengkapnya

Di Indonesia Seni Video Belum Diserap Pasar Kelas High End

31 Juli 2017

Di Indonesia Seni Video Belum Diserap Pasar Kelas High End

Seni video yang dinilai memiliki perkembangan cukup bagus di Indonesia diharapkan segera mempunyai pasar.

Baca Selengkapnya

Kisah Putu Sunarta, Seniman Ukir Pembuat Gitar Divart dari Bali

18 Juli 2017

Kisah Putu Sunarta, Seniman Ukir Pembuat Gitar Divart dari Bali

Lama menekuni seni ukir, I Putu Sunarta kini dikenal sebagai
pembuat gitar bermerek Divart di Bali.

Baca Selengkapnya

Buku Biografi Pelukis Arie Smit Terbit, Ini Resensinya  

12 Februari 2017

Buku Biografi Pelukis Arie Smit Terbit, Ini Resensinya  

Buku biografi pelukis Arie Smit yang ditulis Agus Dermawan T.
terbit.

Baca Selengkapnya

Otentisitas Sketsa Van Gogh yang Baru Ditemukan, Diragukan

16 November 2016

Otentisitas Sketsa Van Gogh yang Baru Ditemukan, Diragukan

Buku Sketsa The Lost Arles yang baru dirilis internasional disebut memuat 56 sketsa karya maestro lukis Vincent Van Gogh.

Baca Selengkapnya

Gatot Indrajati Sabet UOB Painting of the Year 2016

25 Oktober 2016

Gatot Indrajati Sabet UOB Painting of the Year 2016

Seniman asal Yogyakarta Gatot Indrajati mendapat penghargaan UOB Painting of the Year 2016.

Baca Selengkapnya

Berusia 39 Tahun, Teater Koma Berharap Tetap Koma

25 Februari 2016

Berusia 39 Tahun, Teater Koma Berharap Tetap Koma

Punya pemain dan penonton setia. Tetap harus berjuang menjadi
teater yang disukai masyarakat.

Baca Selengkapnya

Jakarta 'Cekik' Tugu Pancoran, Edhi Sunarso Meratap Kecewa  

5 Januari 2016

Jakarta 'Cekik' Tugu Pancoran, Edhi Sunarso Meratap Kecewa  

Nahas menerpa Monumen Dirgantara di Pancoran. Monumen itu dibangun Edhi Sunarso pada 1970, pada saat kekuasaan Soekarno sudah lemah.

Baca Selengkapnya