TEMPO.CO, Yogyakarta - Bagaimana kehidupan kampung pada masa kolonial? Datanglah ke Bentara Budaya Yogyakarta yang sedang memamerkan 25 ilustrasi buku lawas pada pameran bertajuk Di Kampoeng selama 22-30 Januari 2016. Di dinding ruang pamer berderet-deret gambar ilustrasi yang mengangkat berbagai aspek kehidupan kampung, baik kehidupan di luar rumah, di jalan raya, dan di dalam rumah.
Tengoklah gambar seorang perempuan sedang menumbuk padi di lesung di bawah gubuk yang melindunginya dari sengatan sinar matahari, atau pedati yang ditarik seekor kerbau terhalang perjalanannya oleh pohon besar yang roboh melintang di tengah jalan sementara sejumlah anak-anak bermain di atasnya.
Ada pula gambar seorang pria mengenakan pakaian Jawa disambut seorang perempuan yang menggendong anak di teras rumah, atau seorang pria lanjut usia sedang membaca Koran sementara dua anak sedang asik bermain dengan seekor kucing. Pada gambar lain seorang kusir sepertinya kesal terhadap kudanya. Sang kusir digambarkan dalam posisi berdiri di atas bendi sedang mengayunkan cambuknya ke kuda yang tampak seperti sedang melakukan aksi mogok berjalan.
Masih di jalan raya, satu gambar menunjukkan seorang pria berkopiah dan seorang bocah harus berjalan mepet di tepi jalan sembari menutup hidung untuk menghindari mobil yang melaju meninggalkan debu yang beterbangan. Sang bocah melihat seekor ayam lari terbirit-birit. Pada satu gambar, di dalam ruang tukang potret seorang anak berdiri di depan kamera foto tampak dengan suasana tegang dengan tukang potret seperti sedang memberi aba-aba. "Semua ilustrasi itu menggambarkan kehidupan kampung masyarakat Indonesia masa lalu," kata kurator pameran, Hermanu.
Semua gambar ilustrasi itu digarap dengan garis-garis yang membentuk citraan realis yang detil. Semua ilustrasi buku itu dalam warna monokrom (hitam-putih) tapi kemudian untuk kepentingan pameran ini diimbuhi warna. “Kami bekerja sama dengan sejumlah perupa untuk menghidupkan ilustrasi,” katanya.
Baca Juga:
Seri ilustrasi buku lama merupakan karya ilustrator Belanda. Mereka di antaranya W.K.De Bruin, Ishing, J.Walters van Blom, Menno, Suzon Beynon, Sierk Schroder, dan M.A. Koekkoek. Ilustrator Belanda ini mendokumentasi kampung-kampung Jawa dan Melayu. Sebagian ilustrasinya bahkan memotret feodalisme Belanda.
Hermanu mengatakan, sejarah ilustrasi buku berkaitan dengan pendidikan di Indonesia yang dikenalkan Pemerintah Hindia Belanda pada 1848. Rakyat baru mengenal buku setelah Pemerintah Belanda menerbitkan buku pelajaran. Tak semua rakyat Indonesia mengenalnya. Hanya terbatas untuk kalangan bangsawan atau priyayi dan pegawai Belanda.
Buku bacaan untuk sekolah dasar perlu ilustrasi untuk mempermudah siswa memahami cerita dalam buku bacaan. Lalu muncul buku dengan ilustrasi menarik, seperti Siti karo Slamet, Kembang Setaman, Pinter Matja,Tataran, dan Pim en Mien.
SHINTA MAHARANI