TEMPO.CO, Jakarta - Seniman Indonesia sekaligus Guru Besar Emeritus Fakultas Seni Rupa dan Desain di Institute Teknologi Bandung (FSRD ITB) Abdul Djalil Pirous atau yang lebih dikenal dengan AD Pirous meninggal pada Selasa, 16 April 2024 pukul 20.32 di usianya yang ke-92.
AD Pirous meninggal di Rumah Sakit Umum Boromeus Bandung, meninggalkan istri bernama Erna Garnasih Pirous yang juga merupakan pelukis dan generasi ke-2 seniman perempuan di Indonesia.
AD juga meninggalkan tiga anaknya yaitu Mida Meutia, Iwan Meulia, dan Raihan Muerila. Raihanlah yang membagikan kabar duka. "Assalamualaikum, Inna ilaihi wa innailaihi rojiun. Telah berpulang ke Rahmatullah Prof. A.D Pirous, Guru Besar Emeritus FSRD ITB Selasa 16 April 2024 pukul 20.32 di RS Boromeus. Keluarga besar A.D Pirous," tulis Raihan kepada Tempo pada Rabu dini hari, 17 April 2024.
Profil AD Pirous
Dilansir dari Jurnal Ilmu Sejarah UIN Sunan Gunung Djati, AD Pirous lahir di Meulaboh, Aceh, pada 11 Maret 1932. Nama lengkapnya adalah Abdul Djalil Syarifuddin, yang diberikan oleh seorang ustadz bernama Fakih Nurdin atas permintaan ayahnya, Mouna "Pirous" Noor Muhammad. Ayahnya adalah cucu dari seorang pedagang asal Gujarat, India, yang kemudian menikah dengan ibunya yang berasal dari Meulaboh, Aceh.
Dia memulai pendidikannya di tempat kelahirannya, belajar seni dekorasi dan seni menggambar dari ibunya dan saudara laki-lakinya. Kemudian, dia melanjutkan pendidikan formal bergaya Barat di bawah bimbingan Ries Mulder, seorang pelukis kubisme asal Belanda, di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Menurut Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB) Andryanto Rikrik Kusmara, AD Pirous merupakan dekan pertama di FSRD ITB pada 1984-1990. “Kiprahnya di akademik dan kebudayaan Indonesia besar sekali,” katanya, Rabu, 17 April 2024.
Di samping berkontribusi dalam pendirian FSRD ITB, Pirous turut mendirikan program studi Desain Komunikasi Visual pertama di Indonesia. Menurut Rikrik, peran Pirous dalam memajukan FSRD ITB telah membawa pengaruh budayanya yang merambah hingga ke Asia-Pasifik. Selain itu, dia juga terlibat dalam pendirian Galeri Nasional dan Festival Istiqlal. “Beliau mengembangkan seni rupa bernafaskan Islam,” ujarnya.
Perjalanannya sebagai pelukis kaligrafi dimulai pada 1970-an. Saat itu, ia bersama dengan Ahmad Sadali, Abay Subarna, dan lainnya, AD Pirous mulai membangun seni lukis Islam dengan visi yang modernis, internasional, dan khas Islam.
Sebelum berfokus sebagai pelukis kaligrafi, dia awalnya melukis dengan tema-tema umum seperti alam atau gambar-gambar visual. Namun, pada 1970-an, dia mulai mengintegrasikan unsur huruf Arab dalam karyanya. Huruf-huruf ini terinspirasi oleh sumber utamanya, yaitu Al-Qur'an dan Al-Hadits.
Dilansir dari antaranews.com, Pirous juga terlibat dalam merancang ornamen untuk Gedung Bank Indonesia (BI) di Padang dan merupakan salah satu tokoh kunci di balik pembangunan Masjid Salman, yang merupakan masjid kampus pertama di Indonesia, di ITB.
Beberapa karyanya telah dipamerkan berulang kali dalam berbagai pameran skala nasional dan internasional. Salah satunya adalah The Biennale of Graphic Arts di Ljubljana, Yugoslavia, pada 1977. Selain itu, dia juga memiliki pameran tunggal yang berjudul "Pameran Retrospektif I" untuk karya tahun 1960-1985 di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta pada 1985, serta "Retrospektif II" untuk karya tahun 1985-2002 di Galeri Nasional Jakarta pada 2002.
SUKMA KANTHI NURANI I YUNI ROHMAWATI | ANWAR SISWADI
Pilihan Editor: Pameran Terbaru Seniman AD Pirous Masih Berlangsung di Rumahnya