TEMPO.CO, Jakarta - Bencana kabut asap di Sumatera dan Kalimantan, didokumentasikan para seniman perempuan, Girls Pay The Bills melalui sebuah film dan tarian. Film Infinite Border yang disupport dari Micro Galleries itu hendak menyampaikan kegelisahan akan dampak bencana kabut asap yang saat ini terjadi.
Produser Ayu Maulani menuturkan film ini merupakan cara para seniman mengkritisi perubahan iklim yang terjadi. "Dance film ini merupakan dokumentasi atas kehancuran lingkungan kita yang disebabkan oleh kebakaran hutan, asap hasil PLTU, dan juga kendaraan bermotor," ujar dia saat dihubungi Tempo, Jumat, 20 September 2019.
Film ini akan ditayangkan di Youtube dan Instagram TV pada Sabtu, 21 September 2019. Di hari yang sama, penari Ressa Rizky Mutiara akan menari di bundaran HI untuk menyuarakan keresahan akan bencana kabut asap di Indonesia.
Film itu menyuguhkan tarian sebagai bentuk protes atas polusi dan kerusakan alam yang disebabkan oleh manusia. Dalam film Infinite Border akan menjelaskan mengenai hubungan polusi udara, penyebab, serta dampaknya masing-masing, baik dari segi kesehatan, lingkungan, sampai pada perubahan iklim yang drastis.
Menurut Ayu, menyuarakan keresahan lewat tari merupakan medium yang tepat. Lewat gerakan para seniman dapat mengekspresikan kesedihan dan kemarahan akan asap yang mengganggu. Apalagi, tarian yang akan ditampilkan akan berada di tengah keramaian kendaraan bermotor, sebagai salah satu penyumbang polusi.
Seni pertunjukan, kata Ayu merupakan hal yang dekat dengan dan dapat diterima oleh masyarakat. "Yang pasti kami mau ada perubahan, baik dari kebijakan pemerintah, dan perilaku sosial masyarakat," kata Ayu.
Hari ini, berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Pekanbaru, asap masih menyelimuti Riau dan jarak pandang memburuk. Imbasnya, jarak pandang di Pekanbaru menjadi hanya sekitar 600 meter.
Selain di Pekanbaru yang jarak pandangnya hanya 600 meter, lokasi yang lebih parah terjadi di Kabupaten Pelalawan yang hanya 400 meter. Sedangkan, dua daerah lainnya yakni di Kota Dumai dan Rengat relatif lebih baik yakni masing-masing 1,5 kilometer dan 1 kilometer.
Berdasarkan perhitungan alat Indeks Standar Pencemar Udara, polusi jerebu karhutla dalam kategori berbahaya ada di Kabupaten Siak, Kampar, Rokan Hilir, dan Bengkalis karena hasil pengukuran menunjukkan konsentrasi polutan di atas angka 300. Kota Dumai pencemaran udara masuk kategori tidak sehat, dan Kota Pekanbaru masuk kategori sangat tidak sehat.