Jakarta Biennale 2017 Akan Tersebar di Berbagai Lokasi
Editor
Dian Yuliastuti
Kamis, 2 Februari 2017 23:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Helatan pameran seni rupa dua tahunan, Jakarta Biennale 2017 akan berlangsung mulai 4 November mendatang. Gudang Sarinah Ekosistem akan menjadi pusat acara yang digelar oleh Dewan Kesenian Jakarta dan Yayasan Jakarta Biennale ini. Selain Gudang Sarinah Ekosistem, gelaran ini akan berlangsung di beberapa tempat di Jakarta. Tetapi yang menarik, pengelola Museum Sejarah Jakarta memperbolehkan pemakaian bagian ruangan mural di Museum Sejarah.
“Ini istimewa, kami diperbolehkan memakai ruangan yang ada lukisan mural pak Harijadi (Harijadi Sumodidjojo). Belum tahu akan diapakan nanti,”ujar Direktur Artistik Jakarta Biennale, Melati Suryodarmo pada konferensi pers di Galeri Cipta III, Selasa 31 Januari 2017.
Mural ini dibuat oleh sang pelukis atas penugasan dari Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin. Harijadi melukis mural itu di tembok bangunan museum. Lukisan itu berisi gambaran kehidupan masyarakat Batavia pada abad 19. Terdapat interaksi di antara masyarakat yang terdiri dari berbagai bangsa dan suku yang mendiami Batavia saat itu. Sebagian mural itu belum selesai diwarnai oleh sang seniman hingga akhir hayatnya.
Melati menjelaskan selain di Gudang Sarinah Ekosistem, rencananya karya beberapa seniman akan ditampilkan juga di Museum Sejarah Jakarta, Museum Tekstil, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Taman Prasasti dan Museum Wayang.
Penggunaan beberapa museum ini, kata dia, juga untuk lebih menghubungkan masyarakat dengan seni lebih intensif. Dengan acara ini juga dihelat di Museum Jakarta, akan memberi kesempatan masyarakat untuk melihat perubahan tata letak koleksi yang baru.
Gudang Sarinah Ekosistem akan menjadi pusat pameran dengan luas area sekitar 3.000 meter persegi, sedangkan di Museum Sejarah Jakarta kurang lebih seluas 100 meter persegi. “Kami belum tahu akan diletakkan apa, karena karya senimannya belum ada.”
Lokasi di beberapa museum ini memang sengaja ditampilkan untuk menyesuaikan dengan tema helatan yang digelar yakni Jiwa. Menurut Melati, tema ini dimaknai sebagai daya hidup, energy, semangat yan merupakan dorongan hakiki pada individu, kolektivias, masyarakat, benda dan alam. “Di sinilah kita akan mengamati berbagai ragam hubungan dan menggugah sensibiltas, mengayakan cakrawala intelektual kita,” ujarnya.
Karena itu berhubungan dengan masa lampau dan masa kini, terutama berawal pada perjalanan sejarah seni rupa Indonesia yang juga masih ada lompatan jarak. Helatan ini, kata dia, menawarkan alternative menyusuri apa yang terlewat dan tidak tercatat pada masa lalu. Harapannya karya yang disajikan nanti akan bisa menggali secara kejiwaan, terutama terfokus pada seni rupa.
Mereka akan menampilkan banyak program tak hanya pada seni rupa tapi juga pertunjukan, penerbitan buku, seniman bercerita. Akan ada pula karya khusus untuk anak dan remaja yang akan dikerjakan oleh seniman yang ditugaskan. DIAN YULIASTUTI