Pentingnya Tari Pakarena di Era Digital

Reporter

Minggu, 10 Mei 2015 05:20 WIB

Sejumlah penari memainkan Tarian Pakarena di Balla Lompoa, Gowa, Sabtu (14/05) . Tarian tersebut merupakan perwujudan tiga tingkat alam kehidupan manusia, yakni alam atas (rate), alam tengah (tangnga), alam bawa (irawa), serta sembilan lubang kehidupan pada tabuh manusia. TEMPO/Tri yari Kurniawan.

TEMPO.CO , Makassar:Ketika itu belum ada jam digital yang membedakan waktu. Masyarakat mengandalkan matahari sebagai penanda. Waktu berjalan alami, tidak berkejar-kejaran seperti sekarang. Saat itu belum ada ketergesa-gesaan, sehingga ada waktu untuk menari dengan penghayatan. Gerakan lambat bukan direkayasa atau dilambat-lambatkan. Tari Pakarena membawa para penarinya kembali ke masa lampau.

“Berbahagialah yang bisa menari Pakarena karena memiliki kebertubuhan lambat,” ujar Martinus Miroto, koreografer dan pengajar seni pertunjukan di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, dalam workshop seni tari dalam rangkaian Hari Tari Sedunia di Fort Rotterdam, Kamis pekan lalu.

Menurut Miroto, tubuh penari seperti bank. Berisi sejarah kebertubuhan dalam konteks kebudayaan di masa lalu. Karena itu, dunia tari harus dilestarikan, karena menyimpan kebertubuhan bertahun-tahun yang lalu, yang ada di tubuh penari. Dia mencontohkan tari Pakarena dan tari-tarian Jawa. Tari tradisi yang gerakannya lambat ini sesuai dengan keadaan pada zaman itu.

Alumnus Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) Yogyakarta ini mengatakan era digital sekarang pergerakannya cepat. Orang selalu tergesa-gesa. Namun para penari muda bisa masuk ke dalam dimensi waktu masa lampau. Anak yang hidup pada era digital sekarang perlu diajak masuk ke dalam dimensi waktu abad ke-13, saat tari Pakarena diciptakan.

“Karena kalau tidak, kita akan kehilangan sejarah,” kata pria kelahiran Sleman, Yogyakarta, 56 tahun lalu ini. Menurut dia, Pakarena penting untuk mempertahankan nilai-nilai waktu, ruang, dan tenaga abad ke-13.

Zaman digital juga berkaitan dengan teknologi. Hal ini, kata Miroto, mempengaruhi seni tari, terutama dalam hal pemanggungan saat ini. Seperti pada karya terakhir Miroto, yang menampilkan penari di atas panggung tapi sebenarnya hanya hologram. “Zaman digital seperti sekarang, manusia bisa disimulasikan, seperti ada tapi tiada.”

Miroto juga berbagi proses penciptaan tari. Soal penciptaan tari, yang pertama adalah gagasan. Setelah ada gagasan, diperlukan konsep naskah, proses, lalu produk. “Gagasan yang kuat akan membuat tubuh melakukan sesuatu tanpa paksaan.” Menurut dia, tari ada di seluruh dunia dan memungkinkan pertemuan dan penyatuan keberagaman.
<!--more-->
Berikutnya, di dalam konsep ada tema. Tema ini berkaitan dengan hubungan antara kita dan dunia, berhubungan dengan aspek kemanusiaan. Misalnya aspek sosial. Konsep juga berisi bentuk-bentuk tari, seperti tari modern dan tari kontemporer.

Elemen tari, kata Miroto terdiri atas ruang, waktu, dan energi. Ruang ini tak terbatas hanya ruang gerak yang ada di sekeliling penari, karena ruang bisa dimanipulasi. Adapun waktu sendiri berkaitan dengan cepat dan lambat.

Selanjutnya, energi dalam konteks tari adalah tenaga yang diperlukan untuk menggerakkan tubuh. Bisa besar atau kecil, bergantung pada koreografinya. Semakin besar energi yang dikeluarkan oleh penari, makin bisa mempengaruhi penonton. “Ada saat gerakannya rileks dan tegang.”

Menurut Miroto, tari di Indonesia cukup mengikuti zaman, sesuai dengan perkembangan dunia. Contohnya pada 1970-an, ketika di Amerika Serikat muncul tari post modern, tari kontemporer di Indonesia juga sudah sangat maju.

Tari kontemporer di Indonesia, kata Miroto, masih berorientasi, terpengaruh, atau menggunakan materi gerak tari tradisi. “Tari tradisi adalah kekayaan bangsa dan identitas yang menjadi sumber penciptaan tari.” Berbeda dengan di Jepang yang tariannya sama sekali tidak berhubungan dengan tari tradisional mereka.

Pengajar Program Studi Seni Tari Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar, Nurlina Syahrir, mengatakan perkembangan tari di Indonesia tampak dari pergelaran kegiatan Hari Tari Sedunia yang mengangkat tema “Tari dalam Wajah Unity and Diversity”. Menurut Nurlina, yang juga ketua panitia, kegiatan ini ingin berpesan tentang keberagaman tradisi di Sulawesi Selatan yang terdiri atas empat etnis.

Menurut Nurlina, tari tradisi selalu mampu beradaptasi dengan zamannya. “Kita juga tidak bisa menahan tari tradisi tidak boleh disentuh apa pun. Karena bisa-bisa tari tradisi kita akan mati.”
<!--more-->
Karena itu, semangat tari tradisi harus tetap dijaga, seperti dalam perayaan Hari Tari Sedunia pada 29 April. Perayaan diisi pertunjukan tari dari pagi hingga petang. Pertunjukan itu di antaranya tari Paduppa, Ganrang Bulo, tari Bali, tari kreasi kipas, tari kreasi, tari Doger, tari Padduppa Sayo, tari mancanegara, tari kreasi Indologo, tari Toraja Marendong, tari Sipulung, tari Kalegowa, tari Pepe-pepe’, dan Rampak Gendang.

Kegiatan ini melibatkan guru-guru dari berbagai daerah di Sulawesi Selatan yang membawakan tari tradisional. Adapun mahasiswa menghadirkan karya-karya kontemporer. Sejumlah komunitas dan sanggar seni juga tampil menarikan karyanya.

Perayaan ini dilaksanakan oleh alumnus Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) Makassar—sekarang bernama SMK Negeri 1 Somba Opu. Bekerja sama dengan Himpunan Mahasiswa Program Studi Seni Tari UNM, acara ini didukung oleh Museum Kota Makassar, Benteng Rotterdam, dan Yayasan Sulapa Appa.

REZKI ALVIONITASARI

Berita terkait

Hari Tari Sedunia, Bandung Menari 18 Jam

29 April 2018

Hari Tari Sedunia, Bandung Menari 18 Jam

Seniman dan penggiat tari di Jawa Barat merayakan Hari Tari Sedunia di Bandung.

Baca Selengkapnya

Tari Sonteng dari Jawa Barat Pikat Diplomat di Ekuador

28 Oktober 2017

Tari Sonteng dari Jawa Barat Pikat Diplomat di Ekuador

Tari Sonteng dari Jawa Barat memikat hati para diplomat Ekuador yang tergabung dalam Asosiasi Pasangan Diplomat Ekuador.

Baca Selengkapnya

Tari Cry Jailolo yang Mendunia Dipentaskan di SIPA 2017 Malam Ini

7 September 2017

Tari Cry Jailolo yang Mendunia Dipentaskan di SIPA 2017 Malam Ini

Eko Supriyanto akan mementaskan tari Cry Jailolo pada pembukaan pagelaran Solo International Performing Art (SIPA) di Benteng Vastenburg, Surakarta.

Baca Selengkapnya

Nanti Malam, Lima Komunitas Tari Beraksi di JDMU#2

30 Agustus 2017

Nanti Malam, Lima Komunitas Tari Beraksi di JDMU#2

Dance Meet Up (JDMU) #2 merupakan ajang pertemuan para komunitas tari dari berbagai genre di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Penari Balet Marlupi Dance Academy Raih 7 Medali di Hong Kong

25 Agustus 2017

Penari Balet Marlupi Dance Academy Raih 7 Medali di Hong Kong

Penari balet Marlupi Dance Academy (MDA) berhasil meraih 7 medali di dalam ajang Asian Grand Pix 2017 yang diselenggarakan di Hong Kong.

Baca Selengkapnya

Gala Balet Tampilkan Kolaborasi Penari Difabel  

11 Juli 2017

Gala Balet Tampilkan Kolaborasi Penari Difabel  

Gala Balet akan menampilkan kolaborasi penari difabel dari Australia, Prancis, Korea Selatan dan Italia.

Baca Selengkapnya

Penari Prancis dan Indonesia Berkolaborasi Pentaskan Sadako

16 Mei 2017

Penari Prancis dan Indonesia Berkolaborasi Pentaskan Sadako

Berbeda dari kebanyakan anak-anak lain yang terkena paparan bom atom, Sadako bertahan hidup bahkan layaknya manusia normal.

Baca Selengkapnya

Hari Tari Sedunia di Solo Dimeriahkan Ribuan Seniman  

25 April 2017

Hari Tari Sedunia di Solo Dimeriahkan Ribuan Seniman  

Ribuan seniman akan menari bergantian selama sehari semalam untuk memperingati Hari Tari Sedunia di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, 29 April 2017.

Baca Selengkapnya

Pentas Arka Suta, Perayaan 41 Tahun Padnecwara

9 Maret 2017

Pentas Arka Suta, Perayaan 41 Tahun Padnecwara

Jelang pementasan digelar pula pameran foto dan properti

pementasan tari yang lalu

Baca Selengkapnya

Indonesia Pentaskan Tari  

12 Januari 2017

Indonesia Pentaskan Tari  

EKI akan mementaskan dua karya tari di India.

Baca Selengkapnya