Bawa Prasasti Malang, Orang Inggris Sial: Kena Kutukan?

Sabtu, 9 Mei 2015 06:12 WIB

Batu Prasasti Pohon yang ditanam oleh delegasi Negara Sudan tergeletak di lokasi penanaman pohon oleh sejumlah negara peserta Konfrensi Asia Afrika Tahun 2005 di Tega Lega, Bandung, Jawa Barat, 19 April 2015. Jelang peringatan Konfrensi Asia Afrika ke-60, ruang terbuka hijau yang ditanami sejumlah pohon khas berbagai negara peserta KAA terlantar. TEMPO/Aditya Herlambang Putra

TEMPO.CO, Jakarta - Prasasti Sangguran semestinya masih tetap berdiri di Desa Sangguran yang kini berganti nama menjadi Dusun Kajang, Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo, sekitar lima kilometer dari Kota Batu, Jawa Timur. Prasasti yang dibuat atas perintah Raja Mataram, Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga, pada 850 saka atau 928 masehi, itu berisi: penetapan Desa Sangguran sebagai sima atau daerah perdikan. Prasasti itu juga mengaskan, bahwa siapa saja yang mencabut atau memindahkan tanda tapal batas desa ini akan mendapat kutukan.

Kutukan yang tertulis pada baris ke-28 sampai ke-39 di bagian verso (belakang) Prasasti Sangguran itu berbunyi:

"Demikin pula jika ada orang yang mencabut sang hyang watu sima, maka ia akan terkena karmanya, bunuhlah ia olehmu Hyang, ia harus dibunuh, agar tidak dapat kembali di belakang, agar tidak dapat melihat ke samping, dibenturkan dari depan, dari sisi kiri, pangkas mulutnya, belah kepalanya, sobek perutnya, renggut ususnya, keluarkan jeroanya, keduk hatiny, makan dagingnya, minum darahnya, lalu laksanakan (dan) akhirnya habiskanlah jiwanya. Jika berjalan ke hutan akan dimakan harimau, akan dipatuk ular, (akan) diputar-putarkan oleh Dewamanyu, jika berjalan di tegalan akan disambar petir, disobek-sobek oleh raksasa, dimakan oleh Wunggal/wuil.



Dengarkanlah olehmu para Hyang, (hyang) Kusika, Garga, Metri, Kurusya, Patanjala, penjaga mata angin di utara, penjaga mata angin di selatan, penjaga mata angin di barat dan timur, lemparkan ke angkasa, cabik-cabik sampai hancur oleh hyang semua, jatuhkan ke samudera luas, tenggelamkan di bendungan, tangkap oleh sang Kalamtryu (?), cabik-cabik oleh tangiran, (dan) disambar buaya. Begitulah matinya orang yang jahat, melebur (kedudukan) desa perdikan di Sangguran. Malapetaka dari dewatagrasta .... pulangkan ke neraka, dan jatuhkan di neraka maharorawa. digodog oleh pasukan Yama, dipukuli oleh sang Kingkara. Tujuh kali akan dirusak oleh arca ..... (bapaknya) sangLara Sajiwakala. Setiap jenis kejahatan hasilnya adalah penderitaan, Jika dilahirkan kembali (akan menjadi) hilang pikirannya. Begitulah nasibnya orang yang merusak sima di Sangguran.

Nyatanya, sudah lebih dari 200 tahun, Prasasti itu berada di halaman belakang rumah keluarga Lord Minto VII, Gilbert Timothy George Lariston Elliot-Murray-Kynynmound di Hawick, Roxburghshire, Skotlandia, lebih dari 12 ribu kilometer dari tempat semestinya. Apalagi kondisinya kini sangat memprihatinkan. Permukaan balok batu berukuran tinggi 160 sentimeter, lebar 122 sentimeter, dan tebal 32,5 sentimeter, itu tertutup lumut dan mengalami pelapukan karena harus menghadapi cuaca ekstrem Skotlandia tanpa pelindung dan perawatan dari profesional sama sekali.

Sejak Lord Minto I yang menjabat Gubernur Jenderal India memilikinya, Prasasti Sangguran dikenal juga dengan nama Batu Minto. Lord Minto I yang bernama lengkap Sir Gilbert Elliot Murray-Kynynmound mendapatkannya sebagai hadiah dari Letnan Gubernur Jenderal Jawa Sir Thomas Stamford Raffles. Pada Juni 1813, Kapal Matilda yang membawa Batu Minto dari Surabaya, lego jangkar di Pelabuhan Kolkata, India. Lord Minto sangat senang, seperti terungkap dari suratnya kepada Raffles yang menyebut Batu Minto pesaing dari alas patung Peter Yang Agung di St. Petersburg, Rusia. Dia ingin menempatkan batu Jawa itu di puncak bukit Minto Craigs di sebelah utara Sungai Tevoit.

Meski keinginan membawanya ke Skotlandia tercapai, Lord Minto tidak pernah melihat lagi Batu Minto. Enam bulan setelah menerima batu itu, Lord Minto dicopot dari jabatannya sebagai Gubernur Jenderal, tanpa diketahui sebab-musababnya. Dia pulang ke Inggris dalam keadaan tidak sehat sehingga wafat di Stevenage pada 21 Juni 1814 dalam perjalanannya menuju Skotlandia. Apakah pencopotan jabatan dan kematian Lord Minto ada kaitannya dengan kutukan tugu tapal batas Desa Sangguran itu?

Menurut Sejarawan asal Inggris Peter Carey, keluarga Lord Minto mempunyai masalah finansial. Itulah sebabnya, ketika Tim arkeolog dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata berupaya memulangkan batu Jawa itu ke Indonesia pada 2006, pihak keluarga Minto meminta kompensasi yang tinggi. Negosiasi menjadi kompleks dan rumit sehingga berakhir dengan kegagalan.

Nasib Raffles pun setali tiga uang. Setelah pemberlakuan Konvensi London, pada Agustus 1814, Raffles ditarik pulang ke Inggris dan digantikan oleh John Fendall. Meski ia kembali lagi ke Hindia Timur pada 1818 sebagai Gubernur Bengkulu, pada 1823 ia kembali dipulangkan. Raffles meninggal dunia sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-45 pada 5 Juli 1826. Sampai sekarang, posisi pasti dari makamnya di Hendon, Inggris tidak pernah bisa ditentukan.

Hal serupa juga terjadi pada Bupati Malang yang bertanggung jawab atas pemindahan tugu tapal batas Desa Sangguran itu, Kiai Tumenggung Kartanegara alias Kiai Ranggalawe. Ia diyakini mulai memerintah sekitar 1770 dan wafat pada 1820. Namun, memori penduduk terhadap Kiai Ranggalawe seperti terhapus. Terbukti bahwa situs makam sang bupati tidak pernah diketahui keberadaannya.

DIAN YULIASTUTI | RATNANING ASIH | ABDI PURMONO (BATU)

Berita terkait

Melihat Candi Lumbung, Bangunan Bersejarah yang Pernah Tertimpa Erupsi Gunung Merapi

30 Juni 2023

Melihat Candi Lumbung, Bangunan Bersejarah yang Pernah Tertimpa Erupsi Gunung Merapi

Saat ditemukan pertama kali, kondisi Candi Lumbung Sengi tidak lagi utuh.

Baca Selengkapnya

Museum Gua Harimau Ogan Komering Ulu, Museum Purbakala Terbesar di Sumatera

15 Januari 2023

Museum Gua Harimau Ogan Komering Ulu, Museum Purbakala Terbesar di Sumatera

Museum itu disebut sebagai museum purbakala terbesar di Pulau Sumatera.

Baca Selengkapnya

Artefak Curian dari Afrika yang Dipajang di Museum Akan Dikembalikan

28 Oktober 2021

Artefak Curian dari Afrika yang Dipajang di Museum Akan Dikembalikan

Universitas Cambrige dan museum Quai Branly di Paris mengembalikan artefak curian dari Afrika Barat.

Baca Selengkapnya

900 Koleksi Museum Sultra Hilang Dicuri, Ada Keris dan Katana Kuno

6 Februari 2021

900 Koleksi Museum Sultra Hilang Dicuri, Ada Keris dan Katana Kuno

Kasus pencurian koleksi museum Sultra terjadi pada 26 Januari lalu. Pelaku diperkirakan lebih dari satu orang.

Baca Selengkapnya

Arkeolog di Mesir Temukan Benda Purbakala Usia 3 Ribu Tahun

19 Januari 2021

Arkeolog di Mesir Temukan Benda Purbakala Usia 3 Ribu Tahun

Arkeolog Mesir menemukan peti mati dan sejumlah artefak di kawasan pemakaman Saqqara yang usianya mungkin sudah 3 ribu tahun.

Baca Selengkapnya

Air Danau Sentani Papua Surut, Lihatlah Benda Purbakala Zaman Megalitik

6 Oktober 2020

Air Danau Sentani Papua Surut, Lihatlah Benda Purbakala Zaman Megalitik

Benda purbakala di Danau Sentani peninggalan zaman megalitik ini berkaitan dengan kepercayaan pada roh nenek moyang masyarakat Papua.

Baca Selengkapnya

Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Nadiem Hapus Ujian Nasional

28 November 2019

Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Nadiem Hapus Ujian Nasional

Top 3 Tekno berita hari ini: Rencana Nadiem Makarim menghapus Ujian Nasional, adu canggih bomber siluman AS, Cina, Rusia, dan pemukiman abad ke-12.

Baca Selengkapnya

Temuan Benda Purbakala di Sidoarjo, Arkeolog: Pemukiman Abad 12

27 November 2019

Temuan Benda Purbakala di Sidoarjo, Arkeolog: Pemukiman Abad 12

Arkeolog BPCB Trowulan menduga temuan berupa struktur batu bata dan sumur di Sidoarjo merupakan pemukiman dari abad ke-12

Baca Selengkapnya

Tak Laporkan Temuan Benda Purbakala, 4 Orang Ini Dipenjara

27 November 2019

Tak Laporkan Temuan Benda Purbakala, 4 Orang Ini Dipenjara

Empat penemu benda purbakala berupa perhiasan dan koin berumur 1.000 tahun di Inggris, dipenjara karena tidak melapor ke museum.

Baca Selengkapnya

Untuk Pertama Kali Ada Festival Purbakala Indonesia di Yogyakarta

14 Juni 2019

Untuk Pertama Kali Ada Festival Purbakala Indonesia di Yogyakarta

Yogyakarta menjadi tuan rumah Festival Purbakala yang pertama diadakan di Indonesia. Bertempat di Museum Sonobudoyo, Yogyakarta pada akhir pekan ini.

Baca Selengkapnya