TEMPO.CO, Manhattan - Film The Interview dijadikan simbol kebebasan berpendapat oleh masyarakat Amerika. Film bergenre komedi-aksi ini menjadi sorotan karena jalan ceritanya menyindir pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un. Bahkan pusat data Sony Pictures, selaku rumah produksi film ini, diretas. Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat menuding Korea Utara sebagai pelakunya.
The Interview pun mendapat kecaman dari Korea Utara. Mereka meminta film ini tidak diputar. Sony pun sempat menahan untuk tidak meluncurkan The Interview. Meski akhirnya, pada 24 Desember 2014, film tersebut serempak diputar di beberapa bioskop Amerika. (Baca: The Interview, Film Paling Banyak Dibajak)
Pemutaran perdana di ratusan bioskop pada malam ini menjadi semacam simbol bagi nasionalisme Amerika. "Kami berdiri di atas kebebasan," ujar Manajer Teater Cinema East Village di Manhattan, Lee Peterson, seperti dikutip dari Foxnews, Jumat, 26 Agustus 2014. "Kami ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Amerika tidak akan berkata apa yang boleh dan tidak boleh ditonton."
Di Plaza Teater Atlanta, kerumunan calon penonton yang antre tiket berjubel. Mereka bahkan menyanyikan God Bless America sebelum film dimulai. "Ini sangat menyenangkan," kata salah seorang warga Atlanta, Jim Kelley, seperti dikutip Atlanta Journal Constitution. Dia rela menunggu lama bersama anaknya agar bisa menonton film tersebut. (Baca: Cara Sony Luncurkan The Interview)
Diplomat Korea Utara untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kim Song, mengutuk film tersebut. Dia menyebut The Interview adalah ejekan terhadap kedaulatan Korea Utara. "Tapi kami akan membatasi respons, tidak ada reaksi fisik," tuturnya.