Cak Lontong: Saya Tidak Merasa Lucu

Reporter

Editor

Heru Triyono

Selasa, 17 Juni 2014 16:03 WIB

Lies Hartono Atau Cak Lontong di Tendean, Jakarta, 11 Juni 2014. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo


<!--more-->

Beberapa kalangan mengatakan pengaruh Anda di dunia komedi Indonesia saat ini begitu besar karena berhasil mengangkat genre stand-up comedy dan meminggirkan lawakan slapstick...
Saya ini berangkat dari komedian tradisional: ludruk. Ketika muncul genre baru stand-up comedy yang dinilai cerdas, justru saya anggap tidak juga. Kalau mau fair, komik yang tidak menunjukkan kecerdasan itu banyak. Pelawak, walaupun tradisional dan tidak bersekolah tinggi, justru punya kecerdasan itu. Misalnya, Srimulat. Dulu mereka bisa menghibur dari buruh sampai pejabat. Itu cerdas. Meski terkesan kelihatan tidak pintar, itu adalah peran yang mereka mainkan. Mereka bisa memainkan emosi penonton. Saya paling tidak setuju jika stand-up comedy dianggap lebih pintar. Itu jelas salah. Itu anggapan orang yang tidak mengerti.

Menurut Anda, kenapa genre stand-up comedy bisa hidup di Indonesia saat ini?
Karena masyarakat kita semakin individualis. Di Barat, komik sudah lama tumbuh karena sedari dulu kulturnya individu. Kalau kita, berkesenian, ya, berkomunal, berkelompok, karena memang lebih bisa bersosialisasi. Kalau di Amerika, untuk bikin grup yang terdiri atas 4 orang saja susah. Mereka lebih gampang sendirian, bisa lebih optimal. Tapi, sekali lagi, bukan cuma karena faktor komiknya pintar sehingga bisa populer. Kalau mereka anggap diri sendiri lebih pintar daripada pelawak lain, kenapa baru sekarang nongol? Berarti mereka dulu bego-bego,dong.

Kenapa acara lawak sekarang banyak yang cenderung seragam?
Saya juga prihatin. Kita ini seperti orang latah. Televisinya banyak tapi seragam. Harusnya kita bisa kasih alternatif. Harus berani begitu, karena bagaimana pun tidak mungkin orang Indonesia punya selera yang sama. Kita harus melihat celah itu. Lihat saja National Geographic. Mereka berani.

Namanya industri hiburan bukankah mencari untung?
Buah saja musimnya tidak latah. Ketika rambutan lagi musim, durian tidak perlu ikutan. Ada masanya sendiri-sendiri. Kita harus begitu juga.

Bagaimana rasanya dilabeli sebagai seorang pelawak...

<!--more-->

Bagaimana rasanya dilabeli sebagai seorang pelawak...
Seniman itu paling anti diberi label. Yang memberi adalah orang lain. Ketika kita sendiri memberi label, itu sudah bukan seniman lagi. Saya tidak merasa lucu, loh. Tapi kalau dianggap lucu, silakan. Pelawak itu sudah tidak lucu kalau mendeklarasikan dirinya lucu. Itu ironis.

Apakah Anda selalu lucu dalam setiap penampilan?
Tidak. Tapi saya cuma orang yang selalu kreatif untuk mencoba melawak dengan materi yang bagus.

Pernahkah Anda melawak dan tidak lucu?
Di level apa pun pernah. Kalau jadi penyanyi selama tidak fals, aman di atas panggung. Kalau pelawak, bisa keringet sebesar jagung yang muncul. Dulu, kalau lucu, kita pamit sama panitia enak. Santai. Tapi kalau tidak lucu, pulangnya tunggu penonton sepi dulu. Semua pelawak melewati tahapan itu. Sekelas Miing dan Indro pun pernah.

Apakah Anda pernah mengalami demam panggung sebelum acara?
Hal itu tidak pernah pergi. Dan tidak pernah ada jaminan bahwa dengan persiapan bagus itu tidak akan terjadi. Ini tergantung pengalaman. Saya sudah bisa mengatasinya.

Anda pernah tersinggung oleh lelucon pelawak lain?
Tidak. Komedi adalah sebuah bentuk seni, tempat orang mencoba untuk mengekspresikan diri. Tersinggung atas lelucon tidak menyelesaikan apa-apa. Pelawak lain adalah partner. Komedian tidak akan berubah karena seseorang yang tersinggung.

Sebagai pelawak, apa sebetulnya yang benar-benar membuat Anda tertawa?

<!--more-->

Sebagai pelawak, apa sebetulnya yang benar-benar membuat Anda tertawa?
Justru saya ketawa saat melihat teman sedang menyampaikan materi tapi keliru. Itu saya geli banget. Tapi keliru yang alami dan spontan, bukan buatan. Saya sama yang settingan sudah kebal, tidak akan tertawa sama sekali.

Siapa yang menurut Anda merupakan komedian terbaik dan mempengaruhi Anda?
Komedian memiliki arti yang berbeda bagi orang yang berbeda. Tapi saya akan memberitahu Anda bahwa komedian terbaik adalah Mamiek Srimulat. Dia sangat mempengaruhi saya, bukan dalam hal melawak saja, tapi juga dalam kehidupan.

Di mana Anda melihat diri Anda dalam hierarki lawak Indonesia?
Seniman tidak ada rasa hierarki atau bersaing. Seniman melakukan sesuatu dengan gayanya sendiri-sendiri. Kalau pelukis dengan gaya realis, kemudian ada pelukis baru dengan gaya baru dan lebih laku, dan dia mengikuti, itu bukan seniman namanya. Itu pekerja seni, dalam arti berseni karena ada orderan. Kalau saya tidak seperti itu. Kalau gaya saya seperti ini, ya saya seperti ini saja. Cuma memang secara konten harus tetap mengikuti zaman.

Apakah pelawak profesi menjanjikan?
Pada zaman sekarang, komedian sangat dibutuhkan. Komedi, termasuk pelawak di dalamnya, bukanlah format, melainkan energi karena bisa berubah bentuk jadi apa pun. Misalnya, komedi masuk dunia musik, jadilah band parodi. Komedi lari ke berita. Sekarang ada berita yang dibawakan secara santai dan lucu. Bentuknya jadi cair dan informatif.

<!--more-->

Cak Lontong memperlihatkan cincin bertatahkan batu besar pada jari tangan kanannya. "Ini batu Yaman," kata dia. Ia terlihat bangga akan cincin yang ia kenakan itu. Pasalnya, ia benar-benar menyukai batu akik. Sejak di bangku kuliah, ia mempelajari keaslian sebuah batu akik sampai mengoleksinya. Walhasil, dulu rekan sejawatnya tidak mengalami kesulitan saat mencari dia. "Kalau tidak di kampus, ya di pasar batu," ujar pria 43 tahun ini, lantas tertawa.


Sejak kapan nama Cak Lontong disematkan pada Anda?
Itu mulainya di SMA Negeri 5 Surabaya. Karena saat itu saya kurus, dengan tinggi 180-an sentimeter dan berat hanya 62 kilogram. Panjang, kan, kayak lontong? Jadi teman-teman panggil saya lontong. Panggilan itu terbawa sampai kuliah karena banyak lulusan SMA 5 juga yang kuliah di ITS. Kalau Cak-nya karena ciri khas Jawa Timuran.

Sedari kecil memang ingin jadi pelawak?
Saya ini aneh. Tidak pernah saat kecil atau remaja sebut cita-cita apa pun. Kalau ditanya pasti cuma bilangnya tidak ingin jadi polisi.

Kenapa?
Karena tetangga di desa saya itu sopir angkutan antar kota L300 yang setiap pulang kerja penghasilannya berkurang karena dimintai polisi saat pemeriksaan surat-surat. Dalam pikiran saya, polisi kerjanya cuma minta uang. Akhirnya tidak ingin jadi polisi.

Apakah Anda sedari dulu konyol seperti ini?

<!--more-->

Apakah Anda sedari dulu konyol seperti ini?
Malah enggak. Sampai di bangku sekolah menengah atas, saya cenderung pendiam. Di kelas, jika ada pentas seni, siswa bikin acara komedi, malah tidak pernah ikut. Secara akademis saya ini lumayan. Dari sekolah dasar, kelas 1 sampai kelas 6, ranking satu terus. Saya ingat dapat beasiswa dari Angkatan Udara, kebetulan bapak tentara. Lumayan dapat Rp 30 ribu tiap caturwulan. Hobi saya ini waktu kecil baca. Bacaannya Intisari dan majalah Humor, juga buku sejarah. Mungkin terasah sense of humor-nya dari situ.

Dimana Anda menerima bayaran untuk melawak pertama kali?
Di Kafe Jendela Surabaya. Dibayar Rp 125 ribu per minggu. Itu bukan untuk satu orang, tapi untuk beberapa orang. Lumayan daripada enggak ada. Tapi dari kafe itu akhirnya kami ditawari JTV, televisi lokal pertama di Jawa Timur milik Jawa Pos. Pada 2001, mereka siaran. Kami dikontrak, itu lumayan. Saya main grup di situ. Tapi nilai kontrak bukannya nambah, malah turun. Susah cari iklan. Lama-lama kita yang nombok.

Kapan Anda mulai berpikir untuk menggeluti profesi pelawak secara serius?
Tahun 2000, setelah saya empat tahun bekerja kantoran di perusahaan konsultan elektro Jepang. Itu sebenarnya sudah mapan, apalagi istri juga kerja di bank. Tapi saya merasa bukan di situ dunianya. Akhirnya, saya ajak anak-anak Ludruk Cap Toegoe Pahlawan kumpul dari beberapa angkatan di ITS. Lumayan, sudah main di Pesta Indosiar, yang saat itu pembawa acaranya masih Koes Hendratmo.


Anda tampak pintar sekali bermain-main dengan silogisme(dua pernyataan dan sebuah kesimpulan)?

<!--more-->

Anda tampak pintar sekali bermain-main dengan silogisme(dua pernyataan dan sebuah kesimpulan)?
Saya tahu silogisme saja baru belakangan ini karena ada orang yang berkomentar begitu. Mungkin itu berasal dari prinsip saya dalam mencari materi lawak. Saya anggap bikin materi itu susah, akhirnya saya mengakali dengan membolak-balikkan logika.

Muka datar Anda, gaya sok bijak dan sok serius, apakah itu natural?
Jadi komedian itu tidak boleh cengengesan. Kecuali karakter kita begitu. Kalau saya kebetulan fisiknya seperti ini, tidak mungkin jadi kartun. Saya tidak sepintar pelawak lain dalam hal menggerakkan badan. Saya mengakali dengan membuat orang perhatian sama saya secara verbal. Analoginya, saya ini sopir dan sedang mengajak orang-orang naik ke mobil saya. Mereka tentu akan mengikuti kemudi saya. Saya mau belokkan ke mana saja orang pasti terkejut. Saya rem mendadak satu mobil pasti kaget, saya belok mereka juga kaget. Itulah komedi saya.

Setiap tampil melawak, apakah Anda membuat materi sendiri? Di Indonesia Lawak Klub misalnya...
Sudah disiapkan tim kreatif. Tapi peluru tetap dipegang komedian itu sendiri. Kadang kita matengin sendiri, atau kalau perlu ditambahkan. Tapi kalau stand-up comedy, saya murni bikin sendiri.

Dari mana inspirasi Anda dalam membuat materi?

<!--more-->

Dari mana inspirasi Anda dalam membuat materi?
Saya pertama kali tampil stand-up ya di Metro TV, saat masih syuting Pesantren Rock and Roll di Cipanas. Saya pinjam mobil teman ke Jakarta, sambil ngomel-ngomel sendiri di mobil bikin materi. Saya waktu itu punya ide memelesetkan kata-kata Mario Teguh. Bijak, tapi ngawur. Kalau dia salam super, saya salam lemper. Nah, saya bikin karakter itu. Saat itu Gendeng Ways pertama kali dijadikan trademark saya sampai sekarang. Ya, materi juga didasari kesukaan saya membaca buku sejarah, sosial, dan politik.

Apakah bacaan dan persentuhan dengan dunia sosial-politik juga yang membuat Anda mendukung Joko Widodo dan Jusuf Kalla?
Iya dong, ha-ha-ha. Revolusi mental...

Berbeda pilihan dong dengan sahabat Anda, Komeng, yang mendukung Prabowo...
Ha-ha-ha. Itu kan pilihan politik. Itu buat kita bukan sesuatu yang harus didebatkan. Sama dengan Komeng punya istri yang sekarang, dan saya punya istri yang sekarang, masa saya permasalahkan haknya memilih istri.

Apa pendapat Anda tentang pelawak yang masuk dunia politik?
Sah saja. Profesi apa pun sama-sama punya hak suara untuk memilih. Kita memanfaatkan hak suara itu sebagai warga negara. Hak pribadi, toh, bukan hak profesi. Kalau saya petani pun sama. Akan saya berikan juga dukungan itu.

Apakah Anda tertarik terjun ke dunia politik?
Belum. Mas Miing menawari terus. Partai yang melamar banyak. Saya masih enjoy di dunia hiburan.


HERU TRIYONO

Terpopuler:
PRJ Monas, Ahok: Pedagang Berengsek Luar Biasa
Sudi: Istana Tak Terlibat Penerbitan Obor Rakyat
Suap Akil, Wali Kota Palembang dan Istri Tersangka
Olga Dikabarkan Mengidap Kanker Stadium 4
Penculikan Aktivis, Prabowo Masih Berutang

Advertising
Advertising

Berita terkait

Artis Indonesia Bereaksi Usai Timnas U-23 Kalah dari Guinea, Ibnu Jamil: Wasit Kacau

1 hari lalu

Artis Indonesia Bereaksi Usai Timnas U-23 Kalah dari Guinea, Ibnu Jamil: Wasit Kacau

Selebritas Indonesia ramai-ramai mengungkapkan kekesalannya kepada wasit yang menyebabkan kekalahan Timnas U-23.

Baca Selengkapnya

Baim Wong Klaim Konten Prank KDRT-nya tidak untuk Rendahkan Polisi

7 Oktober 2022

Baim Wong Klaim Konten Prank KDRT-nya tidak untuk Rendahkan Polisi

Baim Wong mengklaim video prank laporan KDRT-nya ke polisi untuk edukasi ke masyarakat

Baca Selengkapnya

Baim Wong dan Paula Verhoeven Penuhi Panggilan Polisi soal Video Prank KDRT

7 Oktober 2022

Baim Wong dan Paula Verhoeven Penuhi Panggilan Polisi soal Video Prank KDRT

Pasangan Baim Wong dan Paula Verhoeven dilaporkan polisi atas tuduhan laporan palsu karena membuat konten prank KDRT

Baca Selengkapnya

Video Porno Mirip Nagita Slavina, Polisi: Palsu, Hasil Editan

15 Januari 2022

Video Porno Mirip Nagita Slavina, Polisi: Palsu, Hasil Editan

Kasat Reskrim Polres Jakarta Pusat AKB Wisnu Wardhana mengatakan pemeran dalam video porno yang viral di media sosial bukanlah Nagita Slavina

Baca Selengkapnya

Polisi Bantah Punya Daftar Artis Pengguna Narkoba

15 Januari 2022

Polisi Bantah Punya Daftar Artis Pengguna Narkoba

Dugaan ini mencuat setelah polisi menangkap empat artis di awal 2022 karena narkoba,

Baca Selengkapnya

Pengacara Minta Nia Ramadhani Direhabilitasi, Alasannya Pecandu Berat

12 Januari 2022

Pengacara Minta Nia Ramadhani Direhabilitasi, Alasannya Pecandu Berat

Kuasa hukum Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie, Wa Ode Nur Zainab, membantah pernyataan hakim yang menyebut kliennya memakai sabu hanya untuk senang-senang

Baca Selengkapnya

Bantah Asal Tangkap Naufal Samudra, Polisi: Ada Dua Alat Bukti

9 Januari 2022

Bantah Asal Tangkap Naufal Samudra, Polisi: Ada Dua Alat Bukti

Penangkapan Naufal Samudra jadi pertanyaan karena polisi tidak menemukan barang bukti narkotika dan tes urine negatif.

Baca Selengkapnya

Dinkes DKI Pastikan Ashanty tak Dapat Perlakuan Khusus

9 Januari 2022

Dinkes DKI Pastikan Ashanty tak Dapat Perlakuan Khusus

Dinas Kesehatan DKI Jakarta memastikan tidak ada perlakuan khusus terhadap penyanyi Ashanty yang baru kembali dari Turki dan terpapar virus corona.

Baca Selengkapnya

Tarif Cassandra Angelie Rp 30 Juta, Polisi Bantah Pelanggannya Pejabat

4 Januari 2022

Tarif Cassandra Angelie Rp 30 Juta, Polisi Bantah Pelanggannya Pejabat

Cassandra Angelie mengaku sudah lima kali beroperasi dengan tarif sekali kencan sebesar Rp30 juta.

Baca Selengkapnya

Polisi Tangkap Artis Sinetron CA Atas Dugaan Kasus Prostitusi

31 Desember 2021

Polisi Tangkap Artis Sinetron CA Atas Dugaan Kasus Prostitusi

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya menangkap seorang artis sinetron berinisial CA dalam kasus dugaan prostitusi.

Baca Selengkapnya