TEMPO Interaktif, Makassar -Tabuhan gendang menggema. Irama musik tradisional melantun, mengundang lima penari tampil di panggung. Mereka mengenakan kostum yang didominasi warna merah. Bajunya, yang disebut baju pokko, adalah baju adat Suku Mandar, Sulawesi Barat. Baju ini dipenuhi dengan berbagai aksesori khas, terutama tombi. Aksesori ini adalah kalung khusus untuk remaja, dengan juntaian berbentuk kepiting pada bagian depannya.
Para penari mengenakan baju pokko warna merah dengan alasan tertentu. Menurut Hijrahwati, salah satu penari, dalam adat Mandar, warna melambangkan status seseorang. Warna merah biasanya diperuntukkan bagi para gadis. Saat menikah, kaum perempuan mengenakan baju pokko berwarna hijau. Sedangkan bagi yang telah menikah, menggunakan warna putih, biru, atau hitam.
Penari yang telah memasuki panggung, mengambil posisi membelakangi penonton. Posisi membelakangi penonton dalam tari tradisional ini menggambarkan perempuan Suku Mandar yang pemalu. Selanjutnya mereka menari dalam gerakan lemah gemulai. Sedangkan gerakan kaki seirama dengan pukulan gendang.
Hijrahwati, yang berada pada posisi paling depan formasi tarian ini, sedikit demi sedikit mulai menampakkan wajahnya kepada penonton dengan membalikkan badan. Anting-anting dali--sebutan anting-anting khas Mandar--yang dikenakan para penari terlihat ikut bergoyang-goyang.
Gerakan awal dalam tarian tarian yang diadopsi dari tari etnik Mandar ini dimaksudkan untuk memperlihatkan keindahan baju adat dan aksesori yang dikenakan para gadis tersebut. Meski pakaian adat yang dikenakan bukan “salaka” atau bukan asli dengan kualitas nomor satu, hal itu tak mengurangi keindahan penampilan mereka di hadapan penonton. Tarian ini ditampilkan dalam gelar karya calon anggota baru Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Universitas Negeri Makassar, di Auditorium Amanagappa, pekan lalu.
Lima gadis di panggung terus menari. Kali ini diselingi dengan gerakan kipas di tangan kanan mereka. Gerakan kipas mengikuti irama calong, alat musik pukul yang terbuat dari bambu. Bentuknya mirip calung, alat musik tradisional dari Sunda. Bunyi calong ditingkahi suara dari gero-gero, alat musik yang terbuat dari batok kelapa. “Musik inilah yang paling berpengaruh dalam gerakan tarian kami,” ujar Hijrahwati, yang juga penggarap tarian tersebut.
Selain kipas, properti lainnya yang digunakan penari adalah selendang putih bergaris merah di bagian pinggirnya. Saat kipas dan selendang mengembang, posis penari terbagi dua. Tiga pemegang selendang dalam posisi berdiri, dan dua pemegang kipas duduk di depan. Kedua properti ini merupakan aksesori tambahan, tapi Hijrahwati memadukannya dalam tarian etnik Mandar yang telah dikreasikan.
“Sebab, tarian asli membutuhkan waktu pementasan berjam-jam. Sedangkan tampilan kami ini hanya memakan waktu sekitar 10 menit,” kata mahasiswa kelahiran 16 Februari 1991 ini. Tapi makna dalam tarian asli tetap dipertahankan.
Di tengah pertunjukan, lagu Tenggang Tenggang Lopi pun mengalun. Gerakan penari makin cepat mengikuti irama lagu. “Kami berdendang, menceritakan kebahagiaan kami menemukan pasangan setelah memperlihatkan keanggunan dan kebolehan kami,” kata Hijrahwati, mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Sendratasik Universitas Negeri Makassar.
KAMILIA
Strata Sosial dalam Tari
Seni gerak tradisional atau tari dalam bahasa Mandar disebut Tudduq. Penarinya disebut Pattudduq. Pada zaman kerajaan di Mandar, pattudduq digolongkan atas tiga macam menurut stratifikasi pelaku dan kebutuhannya.
Pertama, Pattudduq anak pattola paying, yang dilakonkan oleh bangsawan penuh. Kedua, Pattuqduq anak pattola tau pia, oleh keturunan adat, yang dipertunjukkan dalam upacara kerajaan. Ketiga, Pattuqduq tau biasa, atau orang umum, yang dipertunjukkan jika sewaktu-waktu ada acara raja dan anggota adat sebagai hiburan rakyat.
Jenis tari tradisional ini misalnya Sarwadang, Kumabaq, Cakkuriri, Palappaq, Losa-losa, Sawawar, Sore, dan Dego. Saat ini, ada beberapa tarian atau tudduq tradisional yang dimodernkan, seperti tari Tomassengaq, Pahlawan, Beruq-beruq to Kandemeng, Layang-layang, Tenggang Tenggang Lopi, Parri-Parriqdiq, Toaja.
KAMILIA | BERBAGAI SUMBER