TEMPO Interaktif, Jakarta - Corak lukisannya tetap saja dekoratif. Ketertarikannya untuk mengolah citra tradisi dan alam tak serta-merta lepas. Betapa lukisan yang diciptakan Abas Alibasyah, pelukis gaek tahun 1940-an, memperlihatkan kecintaannya terhadap Indonesia.
Dalam usia sepuhnya kini, 83 tahun, Abas mengadakan pameran tunggal di Galeri Nasional, Jakarta. Pameran bertajuk Gema Waktu itu akan berlangsung hingga 14 November 2010.
Pada 1960-an, Abas termasuk pelukis yang melakukan pembaruan dengan menorehkan corak abstraksi pada lukisannya. Perspektif itu didorong oleh perubahan sosiokultural yang menggejala di Indonesia. Modernisasi mulai masuk dalam ranah seni rupa Indonesia.
Tak terkecuali dengan Abas. Ia menyerap spirit modernitas itu dengan menerapkan pola dasar geometrik dalam menorehkan corak abstraksi pada obyek. Sembari ia tetap menggali visual tradisi dalam setiap lukisannya.
Melihat karya Abas, aspek identitas dalam lingkup Nusantara dengan segala keberagaman sangat jelas. Banyak perjalanan yang pernah ia lakukan. Baginya, perjalanan itu menjadi inspirasi untuk mengenali subyeknya, dari Sumatera, Kalimantan, Bali, bahkan Papua.
Topeng-topeng, bahkan totem, yang dilukisnya lebih intim dan akrab. Tak sepenuhnya menyembunyikan misteri yang absurd dan mistis.
Lihat saja karya berjudul Totem Sang Waktu, yang ia lukis pada 1987. Obyek itu tak lagi mistis, seperti ada dialog dan keakraban di sana. Atau kita lihat Totem Kontemporer yang ia lukis pada 2003. Pilihan warnanya beragam. Watak garis yang sangat jelas terlihat, bahkan berulangnya irama serta susunan yang tertib dan teratur.
Tak hanya itu, corak alam sangat dekat dengan Abas. Misalnya terlihat pada karya berjudul Tanah Lot II atau Kenangan Lapindo. Karya realis yang menggali keindonesiaan.
Abas, dalam karyanya, mencoba mengelaborasi semangat seni modern dengan tradisi Nusantara. Menjadikannya sebuah karya rupa yang tentu ekletik.
ISMI WAHID