TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Sebanyak 79 perupa menggelar pameran bersama bertajuk “Beber Seni XIII” di Taman Budaya Yogyakarta, 5-10 November 2010. Pameran yang diprakarsai Posnya Seni Godod ini memajang 104 karya, mulai dari lukisan bergaya diary alias catatan harian hingga surealis. Di tempat yang sama juga digelar pameran keris koleksi anggota Paguyuban Pemerhati Tosan Aji Yogyakarta (Mertikarta).
Salah satu peserta pameran tahunan ke-13 ini adalah Antonieta Breanya Ginting, 12 tahun, siswi kelas 1 SMP Karitas Yogyakarta. Tata AB, panggilan sehari-harinya, mengikutsertakan tiga karya bergaya catatan harian di atas kanvas. “Dari tiga karya yang saya serahkan ke kurator, ternyata lolos semua. Saya senang,” kata Yuyun, orangtua Tata AB.
Menurut Yuyun, sejak kecil Tata sering menulis catatan harian, baik di atas kertas maupun di atas kanvas. Catatan harian Tata terlihat unik karena memadukan kalimat yang ditulis dengan spidol hitam dan gambar dengan cat akrilik. Pada karya berjudul “Agenda Hari Ini, Bukan Besok”, misalnya, Tata menuliskan enam agenda yang dipadukan dengan gambar. Agenda pertama : belikan aku Pavo dan Pavy di pasar hewan.
Uniknya, Pavo dan Pavy diujudkan dalam bentuk lukisan dua ekor hewan jantan dan betina. “Dia memang suka hamster. Ketika saya belikan hamster jantan dan betina, memang kemudian dinamaiu Pavo dan Pavy,” jelas Yuyun.
Lalu, apa agenda ke-4 dan ke-6 Tata hari itu? Agenda ke-4 : sambil nyanyi Suwe Ora Jamu sambil ketawa. Agenda ke-6 : beli vitamin buat Pavo dan Pavy.
Jika Tata memamerkan karya bergaya naif, perupa Yudiantono, 47 tahun, mengusung karya bergaya surealis yang menampilkan sosok Raden Saleh yang dibalut tali rafia pada karyanya yang berjudul “Sang Maestro”. Raden Saleh digambarkan duduk di kursi dengan tangan kanan sedang memuka buku di atas meja bundar. Raden saleh mengenakan blankon dan rompi berbordir emas, sementara tubuhnya terbalut tali rafia.
Inilah cara Yudiantono menghargai Raden Saleh sebagai pahlawan dunia senirupa. Sebab, meski tubuhnya terbalut tali rafia seperti mumi, sosoknya tetap tertangkap sebagai Sang Maestro lukis Raden Saleh. “Akhir tahun ini akan ada peringatan 200 Raden Saleh di Jerman. Orang luar justru menghargai Raden Saleh, sementara kita di sini justru tidak,” kata alumnus STSR-ASRI Yogyakarta tahun 1986 ini.
“Sang Koruptor” karya Rameadi, 35 tahun, adalah satu-satunya karya tiga dimensi pada pameran ini. Karya ini berupa sebuah ceret warna merah dengan dua tangan berwarna putih. Satu tangan memiringkan ceret, sementara tangan satunya lagi menadah isi ceret. Uniknya, isi ceret bukanlah air, melainkan tumpukan uang logam Rp 500.
Karya ini terinspirasi dari kasus Gayus Tambunan, petugas pajak yang menilap uang pajak yang seharusnya menjadi amanat untuk dipertanggungjawabkan. “Pajak yang dibayar dan diamanatkan rakyat, justru diembat sendiri untuk kepentingan sendiri. Ini banyak terjadi di Indonesia. Itu sebanya, saya menggunakan warna merah dan putih,” jelas alumnus SMSR Yogya tahun 1994 ini.
Heru Cn