TEMPO Interaktif, Bandung - Di anak tangga semen di depan sebuah rumah yang kusam, Marylin Monroe terduduk. Tepat diantara tempelan sobekan selebaran di dinding dan daun pintu berkaca, mendiang aktris top Amerika itu tertawa dengan kedua kaki menekuk berhimpit. Bagian bawah bajunya terbuka mencium lantai.
Di tempat lain, bintang sepakbola asal Inggris David Beckham berdiri gagah dengan setelan jas biru. Kaki dan tangan kanannya menyilang, dengan latar dinding kusam penuh kertas pamflet iklan. Begitupun seorang ibu tua berkebaya dan berkerudung merah yang berdiri dengan sikap sempurna.
Seluruh tokoh dalam 10 lukisan karya Rudayat dalam pameran tunggal bertajuk de-illusion di Bale Tonggoh Selasar Sunaryo itu muncul seperti hantu. Mereka memang tidak melayang-layang di atas tanah, tapi ruang kosong pada tubuh serta pakaian mereka tembus pandang ke latar belakang berupa bangunan atau dinding. Kurator pameran Asmudjo J Irianto menyebutnya sebagai pseudo art street.
Rudayat menampilkan suasana jalanan dengan tembok penuh coretan cat dan tempelan kertas selebaran, pintu-pintu besi berkarat, juga dinding penuh retakan serta cat yang mengelupas. Lulusan Seni Rupa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung itu menggarapnya dengan teknik foto realis yang mengundang decak kagum. Tangannya rinci menggambar gembok hingga aneka jenis huruf pada tempelan selebaran yang koyak dimana-mana.
Sedangkan seluruh tokoh ia buat kemudian dengan teknik grafiti stensil. Semuanya berwarna cerah dan mencolok, kontras dengan nuansa latar yang redup dan agak gelap. Sebagian besar sosok hanya berwarna tunggal seperti merah muda, kuning, biru, putih, dan hitam. Paduan beberapa warna hanya ada di karya berjudul Mass Entertainer.
"De-ilussion bukan khayalan, tapi efek dari penggabungan dua teknik berbeda yang mengakibatkan hilangnya ilusi logis," kata Rudayat kepada Tempo. Asmudjo dalam tulisannya di katalog pameran menambahkan, teknik foto realis yang logis semestinya menghendaki sosok-sosok grafiti dalam lukisan Rudayat menempel langsung pada dinding jalanan. Tapi pelukis asal Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat itu membuat kesan sebaliknya.
Semua tokoh grafitinya keluar dari dinding. Jarak sosok dengan latar itu menciptakan ruang. Celah yang ambigu, karena sekilas tampak mendekatkan dua obyek, tapi bisa dilihat keduanya berdiri di alam yang berbeda.
Pameran yang berlangsung 24 September hingga 11 Oktober tersebut bercerita tentang kegamangan, nilai, dan keyakinan hidup Rudayat dengan dunia hari ini, lebih sempit lagi pada dunia seni yang digelutinya. Karena itulah, sosok ibundanya ikut ditampilkam diantara perempuan-perempuan muda berpakaian mini yang disebut Rudayat hidup di dunia gemerlap, model, sepasang penari dan pemusik, kelasi yang mencium mesra kekasihnya, David Beckham, serta Marylin Monroe.
Ada pun kertas-kertas selebaran yang menempel di dinding itu ikut mewakili dunia modern. "Keraguan digambarkan dengan objek stensil, sedangkan keyakinan di gambarkan dengan realis fotografi," kata seniman kelahiran 10 Juli 1983 itu. Keraguan sekaligus keyakinannya itu juga diwujudkan lewat satu-satunya karya patung berbentuk sosok dirinya sendiri yang berjudul Impossible Make Upper.
Rudayat seperti ingin mempertahankan nilai-nilai hidup lama yang dianggapnya baik dan benar untuk menghadapi dunia nyata. "Saya menghadirkan sosok ibunda dengan maksud menyamakan keistimewaan, karena surga yang sebenarnya ada di telapak kaki ibu, dan surga dunia mungkin bisa di capai dengan seni rupa kontemporer," ujarnya. Menurut Asmudjo, karya-karya Rudayat cukup orisinal walau penumpukan citraan berteknik super impose bukanlah hal baru.
ANWAR SISWADI