Islam dalam Pandangan Soekarno  

Reporter

Editor

Senin, 6 September 2010 11:32 WIB

Seri Kuliah Ramadhan: Islam dalam Pandangan Voltaire, Goethe, dan Soekarno
TEMPO Interaktif, Jakarta - Di bulan Ramadhan ini, Komunitas Salihara menggelar seri kuliah ramadhan bertema Islam dalam pandangan filsuf dan pemikir besar. Seri kuliah ketiga pada Sabtu pekan lalu, membahas Islam dalam pandangan Soekarno, yang disampaikan oleh Goenawan Mohamad. Kuliah umum kali ini adalah seri terakhir yang sebelumnya telah dibahas Islam dalam pandangan Voltaire dan Goethe. Berikut materi kuliah ramadhan yang disampaikan.

----

Bung Karno lahir dan dibesarkan dari keluarga yang tak membaca Al Qur'an sebagai bagian kehidupan sehari-hari. Ayahnya seorang priyayi Jawa, pengikut theosofi. Sedangkan ibunya seorang perempuan Bali.

Advertising
Advertising

Pada masa itu, ajaran theosofi berpengaruh cukup berarti di Jawa. Perhimpunan theosofi didirikan di New York pada 1875 yang kemudian berpusat di Madras, India. Perhimpunan ini mengajarkan semangat pluralis, yaitu ingin membentuk satu inti persaudaraan universal yang tak memandang ras, keyakinan maupun gender. Di kalangan intelektuil Indonesia, pengikut theosofi yang aktif antara lain Moh Yamin, Sanusi Pane, dan Dr. Amir.

Meski sesekali Bung Karno memakai ajaran India dalam tulisannya, tak nampak pandangan theosofi dalam pemikirannya. Bahkan Bung Karno lebih terpikat pada pemikiran Karl Marx.

Bung Karno memang bukan pemikir Islam seperti halnya Moh. Nasir. Bukan pula seorang pemikir Jawa. Tetapi lebih dari semuanya. Ia seorang penerus semangat modernitas, yang dalam hal ini dibentuk oleh Marxisme. Ketika itu, Bung Karno diwawancarai oleh koresponden Antara yang kemudian dimuat dalam Pandji Islam tahun 1939. "Saya adalah murid dari Historische School van Marx," katanya.

Wawancara itu dilakukan setelah diberitakan Bung Karno meninggalkan rapat umum Muhammadiyah sebagai protes. Dalam rapat umum ini ada tabir yang memisahkan pengunjung perempuan dan laki-laki. Baginya, tabir adalah simbol dari perbudakan perempuan. Namun, Bung Karno melihat penggunaan tabir secara historis dan disitulah ia menunjukkan pandangan dasarnya tentang Islam.

Sebagai seorang Marxis, ia memandang tafsir agama sebagai sesuatu yang tak tentu (contingent) terhadap sejarah sosial dimana tafsir itu dikemukakan. Pertautan tafsir dengan sejarah itu berarti juga pertautan tafsir dengan perubahan. Sebab dalam sejarah, kata Bung Karno, ada garis dinamis yang makin lama makin meningkat ke arah terang. Sejarah dan zaman terus bergerak. Tak akan pernah berhenti.

Islam bagi Bung Karno, pada awalnya adalah sebuah energi politik pembebasan. Tatkala Sarekat Islam mengalami perpecahan organisasi, Bung Karno melihat kejadian itu sebagai hal yang menyedihkan. Tetapi ia tetap memandang Islam lebih sebagai satu elemen dalam perjuangan antikolonial. Tapi tidak sebagai sumber gagasan.

Ketika ia berbicara tentang Islamisme dalam risalahnya "Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme", yang diuraikannya terutama bukan pandangan yang ditoreh dari Qur'an dan Hadist. Ia lebih banyak menunjukkan semangat dan pemikiran Jamaluddin Al Afghani yang menurutnya adalah pertama-tama membangunkan rasa perlawanan di hati sanubari rakyat muslim terhadap bahaya imperialisme Barat.

Bung Karno menganjurkan pilihan rasionalisme. Rasionalisme diminta "kembali lagi" duduk diatas singgasana Islam. Kata "kembali lagi" tidak mengacu kepada Qur'an dan Hadits, melainkan kepada sebuah zaman ketika pahlawan-pahlawan akal hidup bebas. Yaitu zamannya kaum Mu'tazillah, zaman Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd. Pada masa itu, orang-orang Islam membuka diri kepada filsafat Yunani, matematika Hindi dan sumber-sumber keilmuan lain. Yang kemudian melahirkan filsafat, teori aljabar, ilmu kimia, kedokteran dan lainnya. Dan ilmu-ilmu itu kemudian dipungut dan berkembang di Eropa.

Jika kita ikuti argumen Bung Karno tentang kemajuan, sejarah dan perlunya perubahan tafsir bahkan hukum, nampak bahwa ia sebenarnya lebih cenderung menyambut pandangan yang mengintegrasikan empirisme dengan rasionalisme. Atau dengan kata lain adalah pragmatisme.

Pragmatisme Bung Karno tentu saja tak menafikan iman. Pragatisme itu menilai agama bukan benar atau tidak. Melainkan menilai agama dari manfaatnya bagi manusia. Itulah sebenarnya dasar pandangan Bung Karno tentang Islam. Baginya, Islam akan terus ada bukan karena ditakdirkan abadi dengan ajaran yang kekal, melainkan karena ia terus menerus bisa menjadi berharga.

Dalam masa perjuangan antikolonialisme, harga itu terletak dalam perannya untuk menggerakkan manusia untuk menumbangkan apa yang tak adil. Dalam abad modern, harga itu terletak dalam kemampuannya jadi bagian zaman bergerak.

Salihara.org | Ismi Wahid

Berita terkait

Bank BJB dan Unpar Dukung UMKM Berkelanjutan

21 Februari 2024

Bank BJB dan Unpar Dukung UMKM Berkelanjutan

Bank bjb dan Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) berkolaborasi dalam seminar bertajuk "Riset Pasar: Berdayakan Lokal, Bisnis Mengglobal" untuk mendorong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Jawa Barat memiliki bisnis yang berkelanjutan.

Baca Selengkapnya

Bamsoet Buka Seminar dan Uji Kompetensi Ikatan Motor Indonesia (IMI) II-2023

29 November 2023

Bamsoet Buka Seminar dan Uji Kompetensi Ikatan Motor Indonesia (IMI) II-2023

Bambang Soesatyo membuka Seminar dan Uji Kompetensi IMI II-2023 bagi Pelaksana dan Penyelenggara Olahraga Kendaraan Bermotor. Diikuti 296 peserta

Baca Selengkapnya

Taylor Swift Jadi Topik Pembahasan Seminar Akademis Berjudul Swiftposium

22 September 2023

Taylor Swift Jadi Topik Pembahasan Seminar Akademis Berjudul Swiftposium

Pengaruh Taylor Swift sebagai ikon pop menjadikan popularitas dan karyanya sebagai pembahasan seminar akademis

Baca Selengkapnya

Seminar Implementasi Proper PKN II, Sekda Hana Sangat Dukung Gustaf Griapon

14 September 2023

Seminar Implementasi Proper PKN II, Sekda Hana Sangat Dukung Gustaf Griapon

Sekretaris Daerah Kabupaten Jayapura menjadi mentor pada Seminar Implementasi Proyek Perubahan PKN Tingkat II Angkatan XXX

Baca Selengkapnya

PT EMLI Gelar Seminar untuk Industri Manufaktur di Batam

28 Juli 2023

PT EMLI Gelar Seminar untuk Industri Manufaktur di Batam

PT ExxonMobil Lubricants Indonesia (EMLI) kembali menggelar kegiatan bertajuk Mobil Nationwide General Manufacture Seminar di wilayah Batam.

Baca Selengkapnya

Hari Anak Nasional, Ajak Keluarga Tingkatkan Ilmu Parenting

21 Juli 2023

Hari Anak Nasional, Ajak Keluarga Tingkatkan Ilmu Parenting

Good Doctor bekerja sama dengan Jakarta Escape Citypark gelar seminar parenting mengenai pola hidup sehat pada perayaan Hari Anak Nasional 2023.

Baca Selengkapnya

Cerita di Balik Hari Sejarah Nasional Setiap 14 Desember

14 Desember 2022

Cerita di Balik Hari Sejarah Nasional Setiap 14 Desember

14 Desember sebagai Hari Sejarah Nasional merujuk pada tanggal dimulainya Seminar Sejarah Nasional 1957 di Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Mas Dhito Gelar Seminar Kebangsaan untuk Milenial

15 November 2022

Mas Dhito Gelar Seminar Kebangsaan untuk Milenial

Pemkab Kediri berupaya menyiapkan kaum milenial siap menghadapi berbagai tantangan di masa depan.

Baca Selengkapnya

Seminar Huawei di SUTD Hubungkan Talenta Digital ASEAN dan Singapura

4 September 2022

Seminar Huawei di SUTD Hubungkan Talenta Digital ASEAN dan Singapura

Seminar Huawei itu bertujuan membantu peserta mempelajari pengembangan karir di masa depan di bidang teknologi, serta mendorong kewirausahaan.

Baca Selengkapnya

Anies Baswedan Bicara Integrasi Nasional di Seminar APPSI Bengkulu

20 Juni 2022

Anies Baswedan Bicara Integrasi Nasional di Seminar APPSI Bengkulu

Anies Baswedan membuka acara Seminar Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia di Gedung Raya Semarak, Bengkulu.

Baca Selengkapnya