Narasi Sederhana tentang Identitas  

Reporter

Editor

Rabu, 25 Agustus 2010 18:30 WIB

"Sleeping" karya Putu Edy Asmara Putra. (TEMPO/HERU CN)
TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Seratusan orang yang menyesaki ruang pameran Bentara Budaya Yogyakarta, Selasa malam lalu, tiba-tiba dikejutkan oleh kehadiran seorang lelaki yang mengenakan jubah toga, lengkap dengan topinya. Lelaki bertoga itu berjalan hilir mudik sembari menyenandungkan lagu yang tak jelas artikulasinya.


Sebagian pengunjung yang sedang menyaksikan lukisan pada acara pembukaan pameran lukisan Identitas dan Eksistensi malam itu mengira lelaki tersebut orang tak waras yang nyelonong masuk ke ruang pameran. Apalagi, lelaki itu kemudian meraih batok kelapa bergambar bola dunia dan kemudian menendang-nendangnya, sembari tertawa-tawa. Batok kelapa utuh itu menggelinding di antara kaki-kaki para pengunjung pameran.


Sesekali, lelaki bertoga itu duduk di atas batok kelapa. Sesaat kemudian, batok kelapa itu diangkat dan dibanting ke lantai hingga pecah. Dengan ekspresi wajah serius, lelaki itu mengumpulkan batok kelapa yang pecah menjadi beberapa bagian, lalu menyusunnya kembali menjadi batok kelapa utuh. Batok kelapa itu kemudian diletakkan di atas meja.


Advertising
Advertising

Usai meletakkan “bola dunia” di atas meja, lelaki itu menunduk takzim ke arah kerumunan orang. Ia kemudian ngeloyor meninggalkan ruang pameran. Pengunjung baru menyadari bahwa lelaki itu bukan orang gila. Ia adalah seorang seniman yang sedang menggelar performing art.


Lelaki itu tak lain Putu Edy Asmara Putra, 28 tahun, salah seorang perupa yang sedang menggelar pameran di Bentara Budaya Yogya. Selain Edy, pameran yang berlangsung sepanjang 24-31 Agustus 2010 ini diikuti oleh Dewa Agung, 25 tahun, dan Rio Saren, 29 tahun. Mereka adalah perupa alumnus Institut Seni Indonesia, Denpasar, Bali. “Ini ide spontan,” kata Edy Asmara.


Melalui performing tersebut Edy hendak menyampaikan pesan bahwa eksploitasi alam dan kehancuran dunia sebenarnya diawali oleh orang-orang pintar. Kerusakan itu disimbolkan dengan bola dunia yang jatuh dan kemudian pecah berantakan. Kalaupun kemudian bola bumi itu bisa disusun kembali, tetap saja cacat.


Menurut kurator Putu Wirata Dwikora, ketiga perupa muda asal Bali ini tengah mengidentifikasi diri untuk mencoba meraih eksistensi diri melalui karya-karya pada pameran ini. Namun, mereka tidak melakukannya dengan cara mengusung narasi besar nan heroik dengan pretensi agar mendapat legitimasi sebagai warga seni rupa kontemporer. “Mereka justru mengangkat sesuatu yang sederhana,” tulis Putu Wirata Dwikora dalam katalog pameran.


Putu Edy Asmara, misalnya, mengangkat problem pertanian di Bali menjadi tema utama karya-karyanya. Edy menampilkan situasi panen padi di Bali serta keresahannya atas nasib budaya Subak yang kian tergusur industri wisata. Dunia pertanian yang pernah menjadi urat nadi masyarakat Bali itu kini ibarat terlena oleh industri pariwisata, layaknya orang yang sedang terlelap dan kemudian ditampilkan dalam lukisan berjudul Sleeping. Lukisan cat akrilik di atas kanvas ini menampilkan wajah dengan bola mata terpejam.


Rio Saren mengangkat persoalan sosial akibat teknologi komunikasi dan industri dengan memanfaatkan barang-barang bekas seperti roda sepeda, mug atau piring pecah. Roda sepeda lebih banyak dimanfaatkan sebagai frame bagi lukisan-lukisan Rio. Ia juga menggunakan medium batok kelapa untuk seri lukisannya yang berjudul Wajah dalam Tempurung.


“Itu menggambarkan keterkungkungan sebagian masyarakat, seperti katak dalam tempurung. Namun, sejatinya saya meyakini bahwa kearifan lokal masyarakat Bali sebenarnya mampu menjawab persoalan dunia modern,” ujar Rio, yang pernah hidup di Jepang ini.


Adapun Dewa Agung tetap menampilkan sosok gajah dalam kanvasnya. Di tangan Dewa Agung, gajah menjadi figur yang membawa pesan yang hendak disampaikan ke publik. Kali ini, Dewa Agung mengambil sosok burung dan capung untuk menemani figur gajahnya.


“Mereka memang tidak mengusung narasi besar tentang identitas. Bukan gagasan heroic, bukan pula orasi visual yang gagah perkasa untuk membela petani yang sampai sekarang lebih merupakan komoditas politik bagi para politisi,” tulis Putu Wirata Dwikora dalam katalog pameran.



HERU CN

Berita terkait

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

41 hari lalu

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

48 hari lalu

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.

Baca Selengkapnya

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

16 Oktober 2023

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance

Baca Selengkapnya

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

23 September 2023

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.

Baca Selengkapnya

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

19 September 2023

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.

Baca Selengkapnya

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

4 September 2023

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.

Baca Selengkapnya

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

20 Agustus 2023

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.

Baca Selengkapnya

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

19 Juni 2023

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.

Baca Selengkapnya

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

21 Mei 2023

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.

Baca Selengkapnya

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

7 April 2023

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.

Baca Selengkapnya