Pameran karya-karya Umi Dachlan itu merupakan kelanjutan dari pameran serupa di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, Jawa Barat, Mei lalu. Atas inisiatif Kartika Affandi, karya-karya Umi Dachlan itu kemudian diboyong ke Museum Affandi. Kedekatan antara Umi Dachlan dan Kartika Affandi ini menjadi alasan diboyongnya karya-karya dosen Seni Rupa ITB itu untuk dipamerkan di Yogya.
“Bila umi masih hidup, pameran ini memperingati ulang tahunnya yang ke-68. Sebuah kado atas jerih payahnya dalam mengisi perbendaharaan seniman perempuan Indonesia,” tulis Kartika Affadi dalam katalog pameran. Umi Dachlan dilahirkan di Cirebon, 13 Agustus 1942 dan wafat di Bandung, 1 Januari 2009.
Pameran ini menyuguhkan sebanyak 20 karya Umi, dari 1967 hingga 2006. Umi adalah perupa perempuan yang menekuni gaya abstrak. Ia memperoleh ilmu dari para perupa abstrak kenamaan Indonesia seperti Mohammad Sadali dan But Mochtar di Jurusan Seni Rupa ITB sebelum akhirnya ia menjadi staf pengajar di almamaternya itu.
Dari 20 lukisan yang dipamerkan, sebagian besar bergaya abstrak dengan medium cat minyak atau cat akrilik. Ada juga sketsa Kampung Balubur yang dibuat pada 1967 dengan bahan krayon. Juga ada karya abstrak dengan medium sulam tekstil (Tapestri), yakni Tapestri Putih yang dibuat pada 1980.
Selain itu da satu lukisan yang bergaya figurative, yakni Lust for Life yang dibuat tahun 1995. Lukisan yang menampilkan figur matador yang sedang bertarung dengan banteng ini menjadi koleksi Sunaryo, pemilik Selasar Sunaryo Art Space, Bandung.
Sunaryo menganggap lukisan Lust for Life itu merupakan karya terbaik Umi pada saat itu. “Saya anggap karya itu sebagai puncak energinya dalam berkarya meski dalam visualisasinya yang figurative berbeda dengan tema-tema lainnya yang cenderung non-reprsentasional,” tulis Sunaryo dalam katalog pameran.
Akan halnya, Aminudin T.H. Siregar melihat aspek mythomorphic, yakni munculnya simbol dan dimensi mitologi religius pada karya-karya Umi Dachlan. Aspek mitomorfik ini ditandai dengan hadirnya koin-koin kuno di atas kanvas seperti pada karya berjudul Untitled (1997, 2005, dan 2006). Umi mengkombinasikan koin-koin kuno itu dengan bidang-bidang geometris yang diciptakannya melalui goresan cat minyak atau cat akrilik di atas kanvas.
Sebagai pelukis abstrak, Umi tidak termasuk seniman yang produktif. Menurut catatan Sunaryo, tak lebih dari 30 lukisan yang ada di rumah Umi saat ia meninggal dunia. Meski tak produktif, Umi tercatat sebagai salah satu tonggak perupa abstrak di Indonesia.
HERU CN