Tapi lukisan karya Budi Agung Kuswara, 28 tahun, berjudul Enjoy Life inilah yang disebut kurator pameran, Netok Sawiji Rusnoto Susanto, sebagai salah satu karya yang punya makna anak panah sebagai metafora spirit, daya hidup, dan optimisme. "Lepaskan panah!" tulis Netok dalam konsep kuratorialnya. Seruan ini, kata dia, membuka peluang seseorang berani bertindak seradikal mungkin atau setidaknya melakukan sesuatu yang baru, terutama dalam proses kreatif.
Kebaruan selalu menjadi magnet bagi peminat seni rupa. Bagi seniman, upaya memperoleh kebaruan merupakan upaya menemukan identitas diri, seperti mengajukan pertanyaan filosofis, "siapa aku?" Tanpa identitas, seniman tak punya arti apa-apa. Seniman bisa saja terinspirasi oleh karya lain, tapi dia berupaya tak terjebak menjadi epigon. Boleh jadi tuntutan inilah yang memunculkan citra kapal induk tersebut di atas kanvas: nekat. Entah bagaimana kurator menyertakan lukisan itu dalam pameran ini.
Menjadikan kapal induk sebagai subject matter mungkin hal baru tinimbang lukisan naturalistik kapal layar dan nyiur melambai di tepi pantai. Tapi bandingkan dengan citra kapal bermeriam pada karya lukis Nugroho Heri Cahyono, 29 tahun, berjudul Nuh's Cruisers, kapal yang digambarkan mengangkut sederet bangunan bertingkat dikurung citra konstruksi menara besi di sekitarnya. Di bagian atas dan bawah, ada sederet simbol petunjuk seperti pada halaman Internet. Karya ini punya makna kebaruan tinimbang citra kapal induk sebelumnya. Setidaknya ada interpretasi ulang terhadap kisah kapal Nabi Nuh.
Pada karya lain, ada upaya menunjukkan sesuatu yang berbeda dengan cara lebih kreatif. Kadek Agus Mediana, 22 tahun, misalnya, mengubah persepsi terhadap kloset jongkok yang tak nyaman dan berbau menjadi sesuatu yang menyenangkan. Atau Agus Triono, yang membangun struktur karya patungnya dari tulang kaki hewan berkuku dua menjadi citra makhluk berekor daun. Eksplorasi ilusi optik lebih segar ada pada karya Desrat Fianda, 27 tahun, berjudul Strawberry, yang mencitrakan ilusi sambungan bentuk dinding tembok.
Pada karya itu, panah melesat ke sasaran yang tepat tanpa perlu diarahkan dengan konsep kuratorial yang ndakik-ndakik.
RAIHUL FADJRI