Setelah Ni Cenik Berpulang  

Reporter

Editor

Kamis, 5 Agustus 2010 08:22 WIB

Ni Cenik koleksi Nyoman Budi Artha
TEMPO Interaktif, Seorang anak perempuan melenggak-lenggok belajar menari. Ia menirukan olah tubuh neneknya yang memberikan contoh di hadapannya. Sesekali sang nenek menegur dan membenarkan gerakan cucunya. Adapun tarian yang tengah dipelajari adalah gaya Joged Pingitan yang tersohor itu.

Kenangan itu masih melekat pada Ni Wayan Sekaraini, 46 tahun, cucu maestro Joged Pingitan Ni Ketut Cenik. Bahkan, setelah sang nenek meninggal pada Sabtu lalu, kenangan itu terus lekat dalam diri Sekaraini. ”Posisinya tak tergantikan dalam keluarga kami,” kata Sekaraini, yang juga penari.

Ni Cenik meninggal dalam usia 90 tahun. Sebelum mengembuskan napasnya yang terakhir, ia sempat di rawat di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali, sepanjang dua pekan. Ya, jagat kesenian Bali kehilangan salah seorang maestro tari yang luar biasa.

Di tangan Ni Cenik, Joged Pingitan--yang merupakan subgenre tarian legong--berhasil dipadukan dengan pelbagai karakter dalam kisah klasik drama Calon Arang. “Belum ada penari yang semumpuni beliau karena bisa memainkan seluruh karakter dalam cerita itu,” kata Wayan Dibia, pengamat tari dan guru besar Institut Seni Indonesia Denpasar.

Padahal, Wayan Dibia menambahkan, variasi karakter dan gerakannya sangatlah kompleks dan bertentangan. Pakem-pakem yang klasik dan sudah paten dalam setiap koreografi tari ini diubah Ni Cenik sehingga menjadi lebih kaya nuansa dan suasananya. Hebatnya, di satu panggung, ia pun mampu memainkannya seorang diri. Kemampuan seperti itu hanya mungkin dimiliki oleh penari yang secara lahir ataupun batin mengabdikan dirinya untuk dunia tari. “Sampai saat ini, belum ada penari yang memiliki kemampuan itu,” ujarnya.

Ni Cenik mulai belajar menari kepada seniman Joged Pingitan I Wayan Kuir, saat masih anak-anak. Ia kemudian belajar menari Arja kepada Anak Agung Mandra Ukiran. Dalam berbagai kesempatan, ia menyatakan pelajaran menari adalah sebuah proses yang tidak bergantung pada seorang guru. Bahkan ia justru merasa makin matang setelah menjadi seorang guru tari di berbagai pelosok Bali.

Kepiawaiannya menari mengantarkannya berkeliling ke sejumlah negara, seperti Belanda, Jerman, Prancis, Swiss, dan Jepang. Terakhir pada 2008, di usia yang sudah mencapai 88 tahun, Ni Cenik berkesempatan tampil di Jepang selama sebulan. “Penggemarnya sangat banyak di negara itu,” kata Nyoman Budi Artha, salah satu cucunya.

Tapi Ni Cenik sendiri merasa puas setelah mewariskan ilmunya kepada anak cucu dan orang-orang yang mau belajar kepadanya. Rumahnya di Batuan, Sukawati, Gianyar, hampir selalu diramaikan oleh anak-anak yang ingin menimba ilmu. Ia dikenal memiliki gaya pengajaran yang berbeda karena lebih menekankan ketekunan dan kesabaran dibanding teori dan diskusi. Senyuman selalu tersungging di bibirnya, sedangkan bentakan dan teguran sangat jarang terdengar. Sampai ia sakit, ia masih memberikan pelajaran kepada murid-muridnya. Pada 1 Juni 2010, ia masih tampil di panggung bersama cucu dan cicitnya dalam pentas empat generasi.

Menurut Budi Artha, neneknya menerapkan pengajaran dengan hati agar murid-muridnya mau berdisiplin dan penuh semangat. “Menari jangan sampai menjadi beban,” ujarnya menirukan ucapan sang nenek. Mantra itu terbukti berhasil menjadikan 3 anak, 7 cucu, dan 16 cicit Ni Cenik memiliki kemampuan menari. Mereka sebagian besar telah berkeliling dunia untuk menunjukkan kemampuan mereka.

Wayan Dibia menyatakan semangat Ni Cenik untuk menularkan ilmunya itu adalah sesuatu yang istimewa. “Beliau sangat terbuka dan agak berbeda dengan seniman besar yang lain,” ujarnya. “Watak Cenik menjamin proses regenerasi penari Bali, khususnya dalam gaya Joged Pingitan.”

Sejak 2007, anak cucu Ni Cenik berusaha melestarikan semangat itu dengan mendirikan Yayasan Tri Pusaka. Yayasan ini bergerak dalam bidang pelatihan, pertunjukan, dan pelestarian berbagai tarian Bali, khususnya yang berkembang di Desa Batuan. Berbagai peninggalan Ni Cenik, seperti kostum, gamelan, serta dokumentasi penampilannya, kini disimpan rapi.

Namun cucu Ni Cenik, Budi Artha, akan lebih bersyukur bila nantinya ada satu museum yang bisa mengelola peninggalan neneknya itu secara lebih baik dan dapat dengan mudah diketahui oleh anak-anak muda. “Mungkin disatukan dengan seniman-seniman besar Bali yang lain,” katanya.

ROFIQI HASAN

Berita terkait

Hari Tari Sedunia, Bandung Menari 18 Jam

29 April 2018

Hari Tari Sedunia, Bandung Menari 18 Jam

Seniman dan penggiat tari di Jawa Barat merayakan Hari Tari Sedunia di Bandung.

Baca Selengkapnya

Tari Sonteng dari Jawa Barat Pikat Diplomat di Ekuador

28 Oktober 2017

Tari Sonteng dari Jawa Barat Pikat Diplomat di Ekuador

Tari Sonteng dari Jawa Barat memikat hati para diplomat Ekuador yang tergabung dalam Asosiasi Pasangan Diplomat Ekuador.

Baca Selengkapnya

Tari Cry Jailolo yang Mendunia Dipentaskan di SIPA 2017 Malam Ini

7 September 2017

Tari Cry Jailolo yang Mendunia Dipentaskan di SIPA 2017 Malam Ini

Eko Supriyanto akan mementaskan tari Cry Jailolo pada pembukaan pagelaran Solo International Performing Art (SIPA) di Benteng Vastenburg, Surakarta.

Baca Selengkapnya

Nanti Malam, Lima Komunitas Tari Beraksi di JDMU#2

30 Agustus 2017

Nanti Malam, Lima Komunitas Tari Beraksi di JDMU#2

Dance Meet Up (JDMU) #2 merupakan ajang pertemuan para komunitas tari dari berbagai genre di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Penari Balet Marlupi Dance Academy Raih 7 Medali di Hong Kong

25 Agustus 2017

Penari Balet Marlupi Dance Academy Raih 7 Medali di Hong Kong

Penari balet Marlupi Dance Academy (MDA) berhasil meraih 7 medali di dalam ajang Asian Grand Pix 2017 yang diselenggarakan di Hong Kong.

Baca Selengkapnya

Gala Balet Tampilkan Kolaborasi Penari Difabel  

11 Juli 2017

Gala Balet Tampilkan Kolaborasi Penari Difabel  

Gala Balet akan menampilkan kolaborasi penari difabel dari Australia, Prancis, Korea Selatan dan Italia.

Baca Selengkapnya

Penari Prancis dan Indonesia Berkolaborasi Pentaskan Sadako

16 Mei 2017

Penari Prancis dan Indonesia Berkolaborasi Pentaskan Sadako

Berbeda dari kebanyakan anak-anak lain yang terkena paparan bom atom, Sadako bertahan hidup bahkan layaknya manusia normal.

Baca Selengkapnya

Hari Tari Sedunia di Solo Dimeriahkan Ribuan Seniman  

25 April 2017

Hari Tari Sedunia di Solo Dimeriahkan Ribuan Seniman  

Ribuan seniman akan menari bergantian selama sehari semalam untuk memperingati Hari Tari Sedunia di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, 29 April 2017.

Baca Selengkapnya

Pentas Arka Suta, Perayaan 41 Tahun Padnecwara

9 Maret 2017

Pentas Arka Suta, Perayaan 41 Tahun Padnecwara

Jelang pementasan digelar pula pameran foto dan properti

pementasan tari yang lalu

Baca Selengkapnya

Indonesia Pentaskan Tari  

12 Januari 2017

Indonesia Pentaskan Tari  

EKI akan mementaskan dua karya tari di India.

Baca Selengkapnya