Meringkus Tubuh, begitulah judul pameran lukisan dan patung di Edwin Galleri, Kemang, Jakarta. Pameran ini diikuti oleh dua seniman muda, Taufik dan Hojatul Islam, dan berlangsung hingga 8 Agustus mendatang.
Seringkali tubuh hanya dijadikan tempat untuk menyalurkan hasrat. Secara sadar atau tidak justru akan berakibat merendahkan eksistensi pemilik tubuh. Namun, bagi dua seniman ini, persoalan tak selesai sampai di situ. Taufik dan Hoja mengutipnya sebagai cara untuk mengungkapkan pandangannya terhadap tubuh dan segalam macam persoalan yang mengepung.
Lihat karya-karya Taufik dalam pameran ini. "Dalam proses kreatif, saya membaginya menjadi empat babak," ujar Taufik seusai pembukaan pameran. Pembagian itu adalah lukisan sebagai karya dua dimensi, semi relief, relief dan patung.
Tak dipungkiri bahwa karya Taufik banyak mengeksplorasi tubuh dan ruang. Lihat karya patungnya berjudul Stuck Like You. Sebuah karya tiga dimensi dengan bentuk potongan kaki dan tangan yang saling bertaut dan berpilin. "Potongan kaki dan tangan adalah simbol manusia beraktivitas," katanya.
Beda dengan karya Hoja. Ia banyak mencipta lukisan tentang tubuh yang divisualisasikan melalui boneka kain. Boneka-boneka tersebut serupa dan semuanya tanpa wajah. "Saya memilih boneka untuk memudahkan visualisasi terhadap tubuh," ujar Hoja.
Tubuh-tubuh itu tertekuk. Ekspresi wajah tak penting lagi bagi Hoja. Lekukan-lekukan yang terbentuk itulah yang berbicara. Hoja menghadirkan tubuh-tubuh rapuh tapi melawan dan terpenjara dalam ruang-ruang sempit. Tetapi, lekuk itu akan kembali ke bentuk semula. Lihat saja karyanya, Yin Yang, seperti halnya keadaan yang menjepit suatu saat akan kembali menjadi longgar.
Dalam katalog, kurator Suwarno Wisetrotomo mengatakan, meringkus pada persepsi ini memiliki arti membentuk ke dalam posisi dan suasana tertentu. Tubuh tidak selalu hanya dipandang sebagai korban yang diam. Tetapi tubuh pada dasarnya memiliki jiwa yang mendorong keberanian untuk melawan, merebut panggung dan mencuri perhatian. "Tubuh-tubuh yang diringkus oleh kedua perupa ini merupakan tubuh-tubuh yang menghadirkan keindahan sekaligus perlawanan," kata Suwarno.
Ismi Wahid