Kolaborasi Seni Indonesia-Jerman  

Reporter

Editor

Kamis, 15 Juli 2010 07:13 WIB

(TEMPO/Sri Pudyastuti Baumeister)
TEMPO Interaktif, Boleh dibilang, menyatukan bahasa dan kultur berbeda untuk menghasilkan proyek yang sama memang bukan perkara enteng. Tapi, sepanjang Mei-Juni lalu, sebuah proyek kolaborasi seni Indonesia-Jerman bertajuk U(Dys)Topia lahir serta menggelar pameran di Dresden dan Berlin. Dan rencananya pada Oktober mendatang akan dipamerkan di Koeln, Jerman.

Indonesia dan Jerman masing-masing mengirim tujuh seniman untuk memamerkan karya mereka di dua kota di Jerman itu. Perupa Sigit, 34 tahun, salah satu peserta asal Lampung, menyatakan proyek kolaborasi seni yang meleburkan dua kultur berbeda itu merupakan sebuah tantangan tersendiri. “Sesuatu yang tak mudah, tapi di situlah tantangannya,” katanya.

Menurut koordinator proyek U(Dys)Topia, Fransziska Fennert, menghasilkan kerja seni bersama Indonesia-Jerman adalah cita-cita mereka. U(Dys)Topia sendiri bermakna perpaduan riil (Jerman) dan gaib (Indonesia). Sejak dulu, menurut Fransziska, kultur Indonesia sudah didominasi khayalan, dongeng, dan mitos (utopia). Sampai sekarang pun, kendati agama sudah berperan besar dalam kehidupan, tradisi dan kebudayaan masih menjadi unsur kuat yang mempengaruhi hidup manusia sehari-hari (dystopia). “Sedangkan Jerman tidak banyak bersentuhan dengan kegaiban. Kulturnya jelas dan terang,” ujar perupa Jerman itu.

Lalu bagaimana jika kedua kultur itu melebur? Hasilnya, kolaborasi seni yang menarik dan rada nyeleneh. Misalnya, ketika dalam pertunjukan seni itu, Sigit berputar-putar dengan sepeda anak-anak beroda tiga di depan gedung arena pameran, dalam kostum Jawa. Atau Fransziska yang menampilkan lukisan bak sebuah dongeng, suku Viking di atas perahu dengan latar belakang malaikat kecil bersayap yang meniup trompet serta spanduk besar dan panjang bergambar rusa terbang. Ada pula salah satu karya peserta yang nangkring di atas gedung bertingkat Museum Freies, Berlin, tempat para perupa itu menggelar karya mereka.

U(Dys)Topia memang bukan suguhan karya yang langsung bisa ditelan lewat logika dan pikiran, seperti umumnya pameran seni rupa. Boleh dibilang, inilah hasil kerja seni yang dinamis dan penuh petualangan--mengajak pengunjung berkelana menikmati karya mereka dalam dongeng dan khayalan.

Itu sebabnya, mencari seniman yang mempunyai corak kerja seni seperti ini pun tidak gampang. “Di samping harus tinggi kualitas karyanya, secara alami karyanya mesti banyak bersentuhan dengan dongeng, mitos, dan legenda, agar tidak melenceng dari tema,“ kata Fransziska, yang merancang proyek ini bersama Lenny Ratnasari Weichert, seniman Indonesia yang sudah beroleh izin tinggal di Jerman.

Menurut Fransziska, seni Indonesia tidak banyak berbicara di gelanggang seni dunia. Umumnya seniman kondang berasal dari negara maju. “Padahal seni Indonesia amat potensial,“ ujar seniman yang pernah mendapat beasiswa di Yogyakarta dan berpameran di Museum Affandi ini.

Dalam kolaborasi seni itu, Fransziska juga menangkap respons positif dari pengunjung. Dan proyek ini masih akan terus berkembang. “Sehingga kelak akan muncul ruang yang lebih luas, agar penghargaan seniman pun lebih besar lagi,“ kata Fransziska.

Sementara itu, perupa Sigit menyatakan kolaborasi seni seperti ini penting dan prestisius dalam karier berkesenian. “Saya beruntung jadi seniman Indonesia,“ ujar Sigit.

Ketua Institut Jerman-Indonesia, yang juga kurator seni, Martin Jankowski, ikut memeriahkan acara itu dengan membacakan buku legenda daerah Jawa Barat: Si Kabayan. Selain itu, rocker jazz asal Indonesia yang bermukim di Jerman, Tomi Simatupang, dan kelompok gamelan Jawa asal Jerman, Puspa Kencana, ikut memeriahkan acara tersebut.

Setelah U(Dys)Topia berakhir di Koeln pada Oktober mendatang, Fransziska berencana menggelar proyek yang sama di Indonesia, tapi bukan dengan pameran seni yang sudah ditampilkan di Jerman. “Semua karya mesti baru,“ katanya. Kini ia masih menggodok rancangan barunya itu, sembari bernegosiasi dengan beberapa institusi dan sponsor.

Begitulah. Tapi apa rasanya berkolaborasi seni dengan perupa Jerman. “Mereka kreatif, tapi terlalu lurus dan kaku. Kadang mentalnya terlalu domestik. Mungkin mereka perlu lebih sering tertawa dan tersenyum,” ujar Sigit. “Di Indonesia memang banyak kendala, tapi di situlah asyiknya,“ ucap perupa itu seraya tertawa.

SRI PUDYASTUTI BAUMEISTER (JERMAN)

Berita terkait

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

40 hari lalu

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

47 hari lalu

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.

Baca Selengkapnya

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

16 Oktober 2023

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance

Baca Selengkapnya

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

23 September 2023

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.

Baca Selengkapnya

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

19 September 2023

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.

Baca Selengkapnya

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

4 September 2023

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.

Baca Selengkapnya

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

20 Agustus 2023

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.

Baca Selengkapnya

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

19 Juni 2023

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.

Baca Selengkapnya

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

21 Mei 2023

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.

Baca Selengkapnya

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

7 April 2023

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.

Baca Selengkapnya