Bali Jangan Kalah dengan Televisi  

Reporter

Editor

Rabu, 7 Juli 2010 11:00 WIB

Jay Subiyakto. (TEMPO/Yosep Arkian)
TEMPO Interaktif, Bali - Nama Jay Subiyakto sudah dikenal sebagai koreografer terkemuka. Namun jarang yang tahu bahwa ia sangat tertarik pada seni tradisional, khususnya dari khasanah budaya Bali. Pekan lalu dia kembali menggarap sebuah pertunjukkan spektakuler yang memadukan Bali dengan tafsir kontemporer: Tri Hita Karana.

Berikut petikat wawancara Rofiqi Hasan dari Tempo dengan Jay Subiyakto seputar pementasannya itu:

Bagaimana Anda bisa terlibat di acara ini?

Advertising
Advertising

Saya ditawari oleh Ibu Yunan Nasution dan kemudian konsep saya untuk mengembalikan Bali sesuai aslinya dengan revitalisasi di sana-sini bisa disetujui. Acara ini sudah tiga kali diselenggarakan dan saya coba selalu menampilkan hal yang berbeda. Tahun 2008, kita tampilkan tiga generasi seniman Bali seperti penari Cenik dengan anak dan cucunya. Nah, tahun ini saya tampilkan seniman Bali yang lebih popular di luar Bali bahkan di luar negeri.

Kenapa Dewa Bujana juga diajak?

Selama ini dia dikenal sebagai musisi pop melalui grup GIGI. Padahal Bujana juga membuat banyak sekali musik dengan warna Bali yang kental dari segi filosofi maupun warna musiknya.

Kenapa acaranya tidak di gedung yang representatif dan malah di lapangan sepakbola?

Kita inginnya memang di lapangan terbuka agar warga juga bisa melihat. Karena ternyata banyak sekali warga yang justru tidak mengenal seniman Bali karena mereka jarang tampil di televisi. Padahal karya mereka telah mendunia. Mereka lebih mengenal artis-artis dari Jakarta daripada di daerahnya sendiri. Karena itu di sini saya hanya membawa Gita Gutawa dari Jakarta.

Bagaimana Anda sendiri melihat kesenian Bali?

Di sini sebenarnya kesenian tumbuh menyatu dengan adat dan ritual. Seniman benar-benar dilahirkan dari dorongan untuk mengabdi pada keyakinannya, sehingga berusaha membuat yang terbaik. Tapi kita mesti hati-hati karena terpaan televisi yang luar biasa bisa mengubah orientasi masyarakat. Ruang-ruang berkesenian harus terus dibuka dan peran pemerintah menjadi kuncinya karena pemerintah yang punya dana, infrastruktur, dan jangkauan sampai ke pelosok. Peran pemerintah itu sekarang sangat minimal.

Berita terkait

500 Seniman Ramaikan Nuit Blanche di Taiwan

6 Oktober 2018

500 Seniman Ramaikan Nuit Blanche di Taiwan

Berbagai pertunjukan seni seperti musik juga akan ditampilkan di Nuit Blanche Taiwan, termasuk dari para tenaga kerja Indonesia.

Baca Selengkapnya

Komikus Si Juki: Apa pun Bisa Jadi Meme

4 November 2017

Komikus Si Juki: Apa pun Bisa Jadi Meme

Apapun saat ini bisa dijadikan meme. Perbincangan meme kembali hangat setelah penangkapan seorang pembuat meme tentang Ketua DPR Setya Novanto

Baca Selengkapnya

Karya Teguh Ostenrik Akan Hiasi Kalijodo

9 Agustus 2017

Karya Teguh Ostenrik Akan Hiasi Kalijodo

Karya instalasi ini masih dalam proses pembuatan. Karya ini
rencananya dipasang akhir September mendatang.

Baca Selengkapnya

Di Indonesia Seni Video Belum Diserap Pasar Kelas High End

31 Juli 2017

Di Indonesia Seni Video Belum Diserap Pasar Kelas High End

Seni video yang dinilai memiliki perkembangan cukup bagus di Indonesia diharapkan segera mempunyai pasar.

Baca Selengkapnya

Kisah Putu Sunarta, Seniman Ukir Pembuat Gitar Divart dari Bali

18 Juli 2017

Kisah Putu Sunarta, Seniman Ukir Pembuat Gitar Divart dari Bali

Lama menekuni seni ukir, I Putu Sunarta kini dikenal sebagai
pembuat gitar bermerek Divart di Bali.

Baca Selengkapnya

Buku Biografi Pelukis Arie Smit Terbit, Ini Resensinya  

12 Februari 2017

Buku Biografi Pelukis Arie Smit Terbit, Ini Resensinya  

Buku biografi pelukis Arie Smit yang ditulis Agus Dermawan T.
terbit.

Baca Selengkapnya

Otentisitas Sketsa Van Gogh yang Baru Ditemukan, Diragukan

16 November 2016

Otentisitas Sketsa Van Gogh yang Baru Ditemukan, Diragukan

Buku Sketsa The Lost Arles yang baru dirilis internasional disebut memuat 56 sketsa karya maestro lukis Vincent Van Gogh.

Baca Selengkapnya

Gatot Indrajati Sabet UOB Painting of the Year 2016

25 Oktober 2016

Gatot Indrajati Sabet UOB Painting of the Year 2016

Seniman asal Yogyakarta Gatot Indrajati mendapat penghargaan UOB Painting of the Year 2016.

Baca Selengkapnya

Berusia 39 Tahun, Teater Koma Berharap Tetap Koma

25 Februari 2016

Berusia 39 Tahun, Teater Koma Berharap Tetap Koma

Punya pemain dan penonton setia. Tetap harus berjuang menjadi
teater yang disukai masyarakat.

Baca Selengkapnya

Jakarta 'Cekik' Tugu Pancoran, Edhi Sunarso Meratap Kecewa  

5 Januari 2016

Jakarta 'Cekik' Tugu Pancoran, Edhi Sunarso Meratap Kecewa  

Nahas menerpa Monumen Dirgantara di Pancoran. Monumen itu dibangun Edhi Sunarso pada 1970, pada saat kekuasaan Soekarno sudah lemah.

Baca Selengkapnya