Seorang pinandita, ulama Hindu, memercikkan air ke mukanya. Lalu, seorang pemain menusuk perut Suparta dengan sebilah keris. Setelah itu semuanya gelap. Suparta tidak bisa bercerita banyak mengenai pengalamannya tersebut, sebab dia langsung kehilangan kesadaran. Tapi, hingga kembali ke tempat duduknya, dia mengaku tak merasakan sakit.
Suparta termasuk satu dari sedikit penonton yang mendapat kesempatan untuk "mencicipi" atraksi kekebalan yang menjadi bagian dari pertunjukan Calon Arang di Pendapa Institut Seni Indonesia Surakarta, Kamis (17/6) malam lalu.
***
Suasana magis tercipta dari aap dupa yang mengepul di samping sesaji yang diletakkan di salah satu sudut pendapa kampus. Malam itu adalah upacara penutupan Festival Seni Sakral Keagamaan Hindu Tingkat Nasional, yang baru pertama kali ini diselenggarakan.
Drama tari Calon Arang yang dipanggungkan dalam penutupan festival itu merupakan sajian istimewa dari perwakilan Universitas Hindu Indonesia. Pentas sakral yang mengisahkan sebuah cerita rakyat dari Jawa Timur itu sebenarnya sudah sering dipentaskan di Bali untuk kepentingan pariwisata. Tentu saja yang dipentaskan itu bukan versi sakralnya. Untuk versi sakral biasanya hanya dipentaskan pada saat-saat tertentu dalam rangka ritual keagamaan. Perbedaan yang jelas terlihat ketika para penari karawuhan, sehingga kebal ketika ditikam senjata tajam.
Pertunjukan berdurasi dua jam itu menceritakan kisah seorang janda bernama Rangda Nateng Dirah alias Calon Arang yang memiliki kesaktian tinggi. Dalam pertunjukan tersebut, tokoh Calon arang dimainkan oleh seorang pria. Meski memiliki wajah yang buruk, Calon Arang memiliki seorang putri yang cantik jelita bernama Ratna Mangali. Sayangnya, tidak ada pria yang berminat mempersuntingnya lantaran takut kepada ibunya.
Kondisi itu membuat Calon Arang murka. Dengan ilmu kesaktiannya, dia menyebarkan sebuah pagebluk atau wabah penyakit yang mematikan. Ulah Calon Arang membuat penguasa negeri Daha, Raja Airlangga, menjadi cemas.
Raja Airlangga meminta bantuan Empu Baradah untuk menghentikan aksi Calon Arang. Perang pun terjadi. Kesakralan drama tari Calon Arang terlihat sangat jelas pada bagian itu. Beberapa pemain menusuk Calon Arang dengan sebilah keris. Bukannya terluka, keris-keris tersebut justru melengkung bagaikan mengenai lapisan baja, saat bersentuhan dengan kulit Calon Arang. Beberapa Pindandita, tokoh agama, nampak hilir mudik memercikkan air pada babak itu.
Pamer ilmu kebal belum berhenti. Pemain yang telah karawuhan itu mengajak beberapa penonton pertunjukan untuk naik ke atas panggung. Usai mendapat percikan air dari Pinandita, penonton yang di atas panggung ditusuk dengan keris oleh para pemain. Alih-alih melukai, justru keris itu melengkung tidak mampu menembus kulit.
Adegan itu menutup cerita drama ini. Tidak jelas, siapa yang menang maupun kalah dalam pertarungan tersebut. I Nyoman Carita, sutradara pertunjukan tersebut, menilai bahwa kalah dan menang bukan merupakan hal penting. "Tidak ada yang mati dalam cerita ini," kata dia. Antara kebaikan dan keburukan merupakan dua hal yang selalu beriringan dan akan tetap hidup hingga kapan pun.
Pementasan yang cukup membuat penonton miris itu dipersiapkan dalam satu bulan. Pemerannya adalah puluhan mahasiswa Universitas Hindu Indonesia, Denpasar. Pertunjukan ini, kata Nyoman Carita, sering dipertontonkan kepada wisatawan di Bali. Untuk kepentingan pariwisata, unsur kesakralan tidak dimasukkan dalam pertunjukan. Meski demikian, adu kekebalan tetap ada. Hanya saja, mereka menciptakan keris palsu yang sangat mudah melengkung, berbeda dengan keris yang digunakan dalam pertunjukkan malam itu.
Meski merupakan pertunjukan bersifat sakral, bumbu-bumbu humor juga dimasukkan dalam pementasan itu.Banyolan dari beberapa pemeran rakyat negeri Daha membuat penonton tidak jemu saat menyaksikan pertunjukan yang berdurasi cukup lama itu.
Calon Arang Keliling Eropa
Cerita mengenai Calon Arang pernah pentaskan oleh sekelompok seniman di beberapa Negara Eropa. Salah satu seniman yang ikut dalam kelompok tersebut adalah I Wayan Sadra, pengajar di Institut Seni Indonesia Surakarta. Dia membawa cerita itu ke Eropa pada 1974 silam. Beberapa negara yang dia singgahi adalah Prancis, Belanda, Denmark dan Swiss. Pementasan berjudul La Sociere de Dirah itu digarap oleh pakar tari Sardono W Kusumo. Pementasan itu diberi .
Cerita asli Calon Arang banyak yang dirombak dalam pementasan ini. "Unsur artistik lebih dikedepankan," kata Sadra. Selain itu, mereka juga menonjolkan unsur filosofis dalam cerita Calon Arang berupa peperangan abadi antara kebaikan dan kejahatan.
Ahmad Rafiq