Judul: Cowboys in Paradise Genre: Dokumenter Durasi: 2 Menit 33 Detik Sutradara: Amit Virmani (India) Produksi: 2009
Setelah menuai simpati karena menjadi lokasi syuting film Eat, Pray, Love, yang dibintangi aktris papan atas Hollywood, hari-hari ini Bali kembali menjadi sorotan. Sebuah film dokumenter yang berkisah tentang kehidupan para gigolo di kawasan wisata Pantai Kuta beredar di jagat maya.
Film bertajuk Cowboys in Paradise itu bisa disaksikan dan diunduh di situs Internet YouTube, sejak Desember tahun lalu. Hingga Selasa kemarin, film pendek berdurasi 2 menit 33 detik itu telah diakses oleh lebih dari 12 ribu pengunjung.
Cowboys dibuka dengan adegan seorang pria lokal yang mengaku sebagai gigolo. Pria berambut panjang dan berkulit gelap itu tengah berseliweran di pantai dan mendekati para turis asing perempuan. Ia membuka percakapan santai dan bersahabat. Lalu sang gigolo pun menawarkan diri untuk menemani mereka berlibur, sekaligus menjadi pemandu.
Tak hanya itu. Beberapa adegan panas juga diabadikan dalam film yang disutradarai seorang pria keturunan India, Amit Virmani, itu. Di layar tampak jelas sepasang muda-mudi yang tengah berciuman di pinggir pantai serta para turis yang berbikini ria.
Dari video itu terlihat para gigolo yang menemani mereka umumnya gemar berselancar dan sering bersantai di pantai tersebut. Film itu juga menampilkan wawancara dengan salah satu istri gigolo. Perempuan tersebut mengaku suaminya kerap membawa turis perempuan bule ke rumahnya.
Dari situs film ini, terungkap latar belakang sutradara Virmani membuat Cowboys in Paradise. Menurut Virmani, semua bermula dari pertemuannya dengan seorang anak lelaki berusia 12 tahun di Pantai Kuta. Anak itu mendesak Virmani untuk mengajarinya bahasa Jepang. “Kalau saya dewasa, saya ingin menjadi gigolo bagi perempuan Jepang,” cerita Virmani menirukan alasan anak itu, seperti dilansir dalam situs cowboysinparadise.
Ucapan anak lelaki itu terus mengusik Virmani. “Mengapa bocah laki-laki ini begitu berhasrat untuk terlibat dalam perdagangan kotor itu?” ujarnya dalam situs. Virmani kemudian merasa terpanggil untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. “Karena itulah saya membuat film ini,” katanya.
Hingga hari ini, film yang beredar bebas tersebut terus menuai kritik masyarakat Bali. Sebab, film ini dinilai tak menyampaikan fakta sebenarnya di lapangan, meski fenomena gigolo memang diakui ada di Kuta. Heboh film ini juga membuat pihak satuan tugas Pantai Kuta meradang. Razia rutin terhadap gigolo pun digelar, terutama ditujukan kepada gigolo yang merugikan turis dan merusak citra pariwisata Bali.