TEMPO Interaktif, Jakarta -Anak-anak masa kini adalah anak teknologi. Bila generasi yang lebih tua dijangkiti kegagapan, generasi selanjutnya justru tumbuh bersama teknologi. Hal itu, bagi Bestrizal Besta, perupa yang berdiam di Pekanbaru, menimbulkan kegelisahan. Semua dituangkan ke atas kanvas, yang kini dipamerkan di CGartspace di lantai III Plaza Indonesia.
Sebanyak 11 lukisan si perupa semua berangkat dari tema sama, anak-anak dan teknologi. Dengan sentuhan realistik yang kuat, pernik-pernik teknologi muncul di kanvas. Dari BlackBerry, keyboard dan tombol-tombolnya, kabel-kabel, hingga flash disk 2 gigabita.
Lihat Addicted: seorang bocah perempuan menggigit BlackBerry Curve, dengan ekspresi wajah menikmati. Sebagian perangkat itu meleleh. Tubuh si bocah seperti boneka kayu yang disambung satu sama lain. Pada The Winner Takes Al, perangkat teknologi yang dimunculkan adalah joystick dari console mesin permainan. Dari joystick, kabel USB justru tercolok ke buah jeruk yang lengkap dengan stiker perusahaan buah-buahan asing. Seperti buah di supermarket lah.
Tema kecanduan berlanjut pada Addicted #2, yang menampilkan si bocah menggigiti keyboard. Papan tombol itu dibalut bungkus cokelat. Ah, relaksasi serupa efek cokelat mungkin bisa didapati saat kita menyentuh keyboard komputer.
Bestrizal mungkin khawatir, anak-anak zaman sekarang demikian dekatnya dengan teknologi. Mereka mencandu dan tanpa sadar mencontoh mesin-mesin itu. Lalu, pada Upload, bocah perempuan yang sama tengah mencolok flash disk ke dadanya. Ada bagian dadanya yang berlubang, dan kita bisa mengintip ke balik kulit (atau casing?). Ada gerigi mesin di dalam sana.
Teknologi informasi dan segala kebudayaan yang tumbuh karenanya kemudian menjadi "rukun iman" masa kini. Kita tak lagi dapat hidup tanpanya. Kita terbelit, seperti bocah yang terbelit kabel sambil menyentuh tetikus di Can't Live Without. Kita mungkin sudah terjerat dan terbungkus, seperti bocah yang terbungkus plastik (seperti plastik pembungkus perangkat keras komputer yang baru dibeli) di Excuse Me.
Semoga saja kehidupan kita tak betul-betul berubah menjadi kehidupan maya, yakni semua interaksi dilakukan lewat koneksi Internet atau mencari adrenalin ke genggaman joystick, seperti bocah di One More Shoot. Ekspresi si bocah tampak seru, tenggelam dalam aktivitas "olahraga". Ujung joystick-nya menancap ke bola American Football merek Wilson.
Bestrizal, kini 36 tahun, awalnya banyak bergiat di Pekanbaru. Pada 2008, ia berpameran di CGartspace juga. Beberapa bulan lalu, ia ikut berpartisipasi dalam Pameran Nusantara 2009 di Galeri Nasional, yang bertajuk "Menilik Akar". Tahun ini saja, dua kali sudah ia ikut serta di CGartspace. Pemilik galeri, Christina Gouw, agaknya kepincut pada gaya Bestrizal. Pameran "Cybernetic Blues" ini adalah yang keempat dan pameran solo pertamanya di Jakarta.
Pada karya-karyanya, Bestrizal memakai kedua anaknya sebagai model. Kegelisahannya pun muncul saat mengamati betapa anak-anaknya sangat terpengaruh teknologi. Dari perangkat-perangkat adiktif hingga siaran televisi yang tak sehat dan tak pantas untuk anak-anak. "Saya melihatnya berlarut-larut. Saya takut perkembangan psikologi anak terganggu," ujarnya.
Setelah menekuni hal itu, ia sadar bahwa fenomena itu tak eksklusif terjadi di rumahnya. Maka, melalui lukisannya, ia mengangkatnya ke ranah publik. "Saya pikir, hal ini bukan semata tanggung jawab orang tua saja," kata dia.
IBNU RUSYDI