Agung Suprio Merasa Seperti Dijatuhi Bom saat Tahu Ada Kasus Pelecehan di KPI
Reporter
Dewi Retno
Editor
Istiqomatul Hayati
Kamis, 9 September 2021 16:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dugaan pelecehan dan perundungan di internal Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI, membuat ketuanya, Agung Suprio marah besar. Ia mengaku seperti merasa dijatuhi bom di Kota Hiroshima dan Nagasaki pada 1945 ketika mendapat surat dari korban.
“Waktu itu jam 3, 1 September 2021, dapat pesan, surat dari korban, gue baca, langsung gebrak meja di kantor, sampai kacanya retak, saking jengkelnya gue, ada kasus kayak gini di dalam KPI. Kayak gue dibom Hiroshima, Nagasaki. Sekretaris gue sampai masuk, nenangin,” ujar Agung saat menjadi tamu di acara podcast Deddy Corbuzier, Kamis, 9 September 2021.
Kasus ini terungkap usai beredar pesan berantai di WhatsApp soal dugaan pelecehan seksual yang terjadi di KPI Pusat. Dalam pesan itu, korban berinisial MS sudah pernah mengadukan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM pada 2017.
Dalam pesan tersebut, korban yang merupakan seorang pria mengaku sudah mengalami perundungan sejak 2011, sejak bergabung dengan KPI. Ia mengatakan sejak itu, kerap dirisak oleh beberapa seniornya. Dalam pesan tersebut, MS mencantumkan nama pelaku. MS mengatakan puncaknya pada 2015, ia mengalami kekerasan seksual. Insiden ini membuat dia trauma.
Agung mengaku belum menjadi ketua KPI saat kejadian itu. Ia masuk menjadi komisioner di KPI pada 2016. “Gue marah banget makanya gue gebrak itu. 2019 ada, tapi gue enggak tahu. Kalau tahu, kita investigasi,” ujarnya.
KPI, menurut Agung, prokorban dan memegang asas praduga tak bersalah. KPI melalui komisioner mendampingi korban untuk melapor ke kepolisian dan membuat berita acara. “Kita serahkan ke kepolisian, kita provictim,” katanya.
Deddy Corbuzier mempertanyakan sebagai ketua KPI, kenapa Agung memilih untuk provictim padahal belum terbukti. “Naluri saja sih, gue baca itu, gue geram banget, walaupun belum terbukti. Dari penjelasan komisoner yang ada di sana, terus gue tanya, ada semacam kekonsistenan cerita, ngapain dia bohong. Korban ini kayak trauma, takut, malu, ditambah sistem sosial kita, laki-laki ngapain sih ngadu, cemen,” ujarnya.
Meski terjadi di saat Agung belum bergabung dengan KPI, namun ia berjanji untuk memperbaiki lembaga yang dipimpin bersama komisioner lainnya. “Pertama akan bikin ruang konseling, ada evaluasi dan implementasi dari itu. Kedua, buat email untuk pengaduan, ada saja orang yang dibully takut ngomong, bisa email ke gue. Ketiga ada regulasi, peraturan KPI setiap orang yang melakukan tindakan bullying atau pelecehan langsung dipecat secara tidak hormat di luar urusan kepolisan,” kata Agung menejelaskan.
Sementara untuk terduga pelaku, Agung sudah merumahkan mereka. Tujuannya, agar mereka dapat lebih mudah mengikuti proses hukum yang sedang berjalan. Sedangkan untuk berita yang menyebutkan terduga pelaku akan melaporkan balik terduga korban, Agung mengaku tahu dari media.
Akibat kejadian ini Agung tidak menampik KPI mendapatkan gambaran negatif. Lembaga yang mengawasi tayangan perundungan di televisi, ternyata malah membiarkan perisakan terjadi di internal organisasi. “Ya malulah, masa enggak malu, gue malu banget,” ujarnya.
Sebelumnya Komisioner KPI, Nuning Rodiyah mengaku tidak pernah menerima aduan pelecehan dan perundungan yang dialami anggotanya berinisial MSA. Hanya saja, kata dia, korban pernah meminta untuk pindah divisi. "Itu pun juga disampaikan ke saya secara pribadi yang bersangkutan masuk ke ruangan saya, menanyakan kalau bisa pindah ke divisi lain," kata Nining di Polres Metro Jakarta Pusat, Kamis, 2 September 2021.
DEWI RETNO
Baca juga: LPSK Sebut Korban Dugaan Pelecehan Seksual di KPI Tak Bisa Dilaporkan ke Polisi