TEMPO Interaktif, Yogyakarta: Masa kecil Gatot Indrajati, 28 tahun, tidak bahagia. Ketika anak-anak seusianya dengan bangga memamerkan mainan produk Barat (American toys), Gatot cuma bisa gigit jari. Kalaupun ia memiliki mainan, itu pun hasil buatan sendiri dari kayu bakar di dapur ibunya.
Berawal dari keterbatasan, Gatot akhirnya terampil membuat mainan, boneka, dan patung dari kayu. Saat ia memilih jalur seni sebagai jalan hidupnya, kayu menjadi pilihan sebagai media untuk berekspresi.
Bersama dengan perupa bernama Suraya, Gatot memamerkan karya patung kayu dalam pameran "Space Dialectics" di Srisasanti Gallery, Yogyakarta, 6-25 September 2008.
Pada karya bertajuk "Intermezo", Gatot menyusun potongan kayu menjadi dua sosok mirip boneka yang duduk di hadapan papan catur. Karya itu rupanya menjadi pelengkap karya dua dimensi di atas kanvas bertajuk "Self Dialogue" yang bentuknya berupa boneka kayu yang sedang sibuk memainkan boneka kecil berbentuk prajurit perang lengkap dengan tombak dan anak panah.
Menurut kurator pameran, Suwarno Wisetrotomo, karya Gatot ini menghadirkan tafsir konotatif tentang dua aktor intelektual yang suntuk memainkan bidak. Mereka menciptakan kekacauan sebagai target dari pencapaian puncak ekstasenya. "Karya ini terasa aktual sekaligus kontekstual," tulis Suwarno Wisetrotomo dalam pengantar kuratorial.
Pada karya berjudul "War for Fun", Gatot memadukan karya dua dimensi dengan karya tiga dimensi. Ada citraan benteng, lengkap dengan bendera merah-putih dan para prajurit penjaga. Sementara di latar depan, Gatot menghadirkan belasan boneka kayu-baik yang diletakkan maupun digantung--yang menggambarkan prajurit yang sedang berperang. Karya ini masuk dalam lima besar pada ajang kompetisi "Indonesia Art Award 2008".
Berbeda dengan Gatot, Suraya, 31 tahun, menghadirkan karya dua dimensi berbau kritik sosial dalam gaya surealis. Pada karya berjudul "Borneo", misalnya, Suraya menghadirkan sosok berkepala gundul dengan citraan potongan pohon yang ditebang di atas kepala. Inilah ekspresi kegelisahan Suraya tentang aksi penggundulan hutan di Kalimantan yang tak pernah berhenti.
Heru CN