Seni Rupa Jalanan

Reporter

Editor

Rabu, 30 Januari 2008 15:40 WIB

Di cakrawala yang memerah itu, muncul sepenggal lansekap dengan garis-garis tegas yang mencitrakan suasana kota dengan puncak gedung bertingkat. Ada tiang listrik dengan bentangan kabel berseliweran, ada baliho iklan berukuran raksasa, ada pula pohon palem yang menjulang.Tapi di bagian bawah, teronggok citra visual yang dibangun dari garis yang lentur membentuk makhluk dan bentuk imajinatif yang mengingatkan orang pada figur-figur aneh dalam film animasi. Bentuk-bentuk itu diisi dengan warna-warna mentah.Kesan yang muncul seperti tumpukan benda rombeng di tempat sampah, menjijikkan, dan sedikit suasana menyeramkan. Apalagi ada bentuk tangan memegang pisau belati yang menancap di tangan lain: cros. Darah pun muncrat. Tapi warna darah itu bukan merah, melainkan hijau.Karya lukis Uji Handoko, 25 tahun, ini seolah menegaskan satu suasana yang saling bertabrakan. Suasana kumuh, berlendir, tapi dibangun dengan elemen visual lain yang menyegarkan. Perupa dari Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, ini memberi judul lukisannya: I Want to Be Forever Young. Satu hal yang langsung bisa ditangkap penonton adalah citra visual yang ada dalam karya Uji Handoko ini banyak ditemukan pada lukisan mural yang bertebaran di dinding Kota Yogyakarta. Kini Uji membingkainya pada kanvas dan dipajang dalam ruang pamer V-Art Gallery Yogyakarta, 20 Januari hingga 2 Februari mendatang.Kurator Rain Rosidi menganyam karya Uji Handoko dengan 10 karya perupa lainnya lewat tema "lullaby", satu istilah dalam khazanah seni musik untuk menggambarkan suasana yang membuai. "Lullaby biasanya menggunakan nada datar dan membawa suasana nyaman," begitu yang dituliskan Rain dalam katalog pameran. Tentu sulit bagi penonton menghubungkan tema ini dengan suasana berlendir pada karya Uji Handoko tersebut. Atau dengan karya Nano Warsono, 32 tahun, berupa seorang pria bertopi dengan tubuh telanjang yang menampakkan citra organ dalam dadanya. Pria itu memang terlihat tidur nyaman dalam posisi telungkup memeluk seekor kelinci berwarna merah, tapi juga dengan citra tekstur kulit yang menimbulkan rasa jijik. Namun, memang pada kebanyakan kurasi, pameran seni rupa tak selalu sesuai dengan karya yang dipamerkan. Toh, ada benang merah yang bisa menghubungkan satu karya dengan karya lainnya, yakni kecenderungan corak seni jalanan (street art) pada karya dan latar belakang perupanya.Sebagian besar perupa yang ikut dalam pameran ini adalah generasi seniman yang akrab dengan praktek seni jalanan yang mulai merebak pada paruh kedua 1990-an dengan munculnya kelompok Apotik Komik dan Taring Padi.Karya mereka berupa mural, graffiti, dan poster politik muncul di ruang publik. Secara visual mereka banyak terpengaruh bentuk-bentuk komik ataupun animasi dengan muatan budaya pop yang kuat. Dua perupa pada pameran ini, Bamang Toko, 35 tahun, dan Arie Dyanto, 34 tahun, mewakili generasi awal seniman street art.Muatan budaya pop semakin kuat pada karya generasi street art berikutnya, semacam Uji Handoko, Wedhar Riyadi, dan Gde Krisna Widiathama, yang merupakan perupa generasi 2000-an. Uji Handoko memindahkan karya muralnya ke atas kanvas, sedangkan Wedhar Riyadi, 27 tahun, memindahkan bentuk boneka yang biasa ia buat dalam karya tiga dimensi ke atas kanvas. Karya lukisnya berupa sosok yang mengenakan busana ala tokoh Cat Woman dalam film Batman sedang memegang bentuk jantung pada karya bertajuk Breather. Adapun Gde Krisna Widiathama, 25 tahun, bak memutus tradisi abstrak ekspresionis pelukis Bali dengan menekuni corak street art lewat karya yang banyak mengeksplorasi bentuk tengkorak kepala manusia. Citra tengkorak kepala manusia mudah ditemui pada produk pakaian dan aksesori anak baru gede yang dipasarkan di distribution outlet (distro). Generasi Krisna, Wedhar, dan Uji juga memproduksi benda dagangan (merchandise) berbasis seni visual semacam karya ilustrasi, fashion, dan mainan yang banyak dipasarkan di distro.Belakangan ini, karya seni rupa bercorak street art mulai bersanding dengan karya seniman mapan generasi 1980-an dan 1990-an yang masih berbau seni tinggi (high art) dalam sejumlah peristiwa pameran reguler, semacam bienal ataupun festival kesenian. Di tengah musim semi seni rupa ala Cina kontemporer di Indonesia saat ini, pameran "lullaby" ini terasa lebih punya karakter. RAIHUL FADJRI

Berita terkait

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

42 hari lalu

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

48 hari lalu

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.

Baca Selengkapnya

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

16 Oktober 2023

Belasan Seniman Gen Z dari 3 Kampus di Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Equivocal

Gen Z menggelar pameran seni rupa yang berisi karya digital art, seni instalasi, gambar atau drawing, lukisan, seni grafis, patung, juga performance

Baca Selengkapnya

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

23 September 2023

Selasar Sunaryo Gelar Pameran Lengan Terkembang Karya Belasan Seniman Difabel

Program itu dilatari oleh kenyataan bahwa pameran seni rupa di Indonesia selama ini belum menjadi ruang khalayak yang inklusif.

Baca Selengkapnya

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

19 September 2023

Pameran Seni Rupa Artsiafrica#2 di Bandung Tampilkan 170 Gambar

Pameran seni rupa bertajuk Artsiafrica menampilkan sosok warga Asia dan Afrika lewat muka hingga balutan budayanya di negara masing-masing.

Baca Selengkapnya

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

4 September 2023

Kelompok Ambari dari Alumni ITB Gelar Pameran Prismeu di Galeri Orbital Dago Bandung

Karya yang ditampilkan 9 anggota dari kelompok Ambari dalam pameran Prismeu adalah perwujudan dari benda atau alam sekitar yang nyata di keseharian.

Baca Selengkapnya

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

20 Agustus 2023

Fenomena Alam dan Sosial di Pameran Tunggal Iwan Suastika

Pameran tunggal Iwan Suastika diharapkan dapat membangun diskusi bersama tentang nilai-nilai kemanusiaan dengan perubahan alam.

Baca Selengkapnya

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

19 Juni 2023

Lato-lato dan Rumus Fisika di Pameran Seni Rupa Ruang Dini Bandung

Pameran Seni Rupa yang berlangsung di Galeri Ruang Dini, Bandung itu banyak menggunakan media papan kayu.

Baca Selengkapnya

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

21 Mei 2023

Galeri NuArt di Bandung Gelar Pameran Mekanisme Pertahanan Manusia

Ada cara yang dinyatakan oleh para seniman dalam pameran seni rupa ini, seperti mengenali ulang apa yang terlihat sebagai realitas keseharian.

Baca Selengkapnya

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

7 April 2023

Pameran Bianglala Seribu Imajinasi, Wadah Seniman Penyandang Autisme Unjuk Diri

Imajinasi unik dan berbeda yang dimiliki penyandang autisme ini terlihat dari karya mereka yang memiliki makna sudut pandang sendiri.

Baca Selengkapnya