Empat Musikus Muda Merintis Bandung Philharmonic
Editor
Alia fathiyah
Rabu, 13 Januari 2016 15:29 WIB
TEMPO.CO, Bandung - Sejak setahun lalu, empat musikus muda merintis Bandung Philharmonic. Mereka bercita-cita Bandung memiliki kelompok simfoni orkestra profesional, seperti di New York, Los Angeles, dan Singapura. “Di Indonesia belum ada, Bandung yang pertama,” kata Airin Efferin, salah satu pendiri orkestra tersebut kepada Tempo.
Label profesional itu meliputi sistem manajemen, termasuk proses audisi para pemain, karena kelompok musik itu nantinya akan diisi puluhan pemain tetap. Membandingkannya dengan orkestra lain yang pernah muncul, kata Airin, para pemainnya hampir semua cabutan alias tidak tetap. “Kalau orangnya ganti-ganti terus, bisa sulit berkembang,” ujar pianis tersebut.
Selain Airin, yang turut mendirikan kelompok tersebut adalah Fauzie Wiriadisastra dan Ronny Gunawan, pemain flute, serta Putu Sandra Kusuma, pemain biola. Dalam Bandung Philharmonic, mereka tidak ikut bermain karena sibuk mengurusi kelompok orkes itu.
Rencananya pada Senin, 18 Januari 2016, Bandung Philharmonic akan menggelar konser perdana yang dikhususkan bagi para donatur di Gedung Padepokan Seni Mayang Sunda, Bandung, mulai pukul 19.00 WIB. Beberapa lagu yang akan dimainkan, di antaranya Canzon Prima a 4-La Spiritata, Fantasia in F minor karya Mozart, serta tembang Melati Suci, dan Halo-halo Bandung. “Konduktornya Robert Nordling, langsung dari Chicago Amerika Serikat, muridnya Leonard Bernstein,” kata Airin.
Direktur musik atau konduktor asing itu dibutuhkan untuk membawa Bandung Philharmonic lebih maju melangkah. Mereka berambisi, dalam waktu 5 tahun, menjadi kelompok orkestra terbaik nomor dua di Asia Tenggara. “Sekarang harus diakui, Singapore Symphony Orchestra nomor satu. Mereka sudah mulai sejak 40 tahun lalu,” ujarnya.
Sepanjang 2016, Bandung Philharmonic telah merencanakan jadwal tiga konser besar bersama Robert Nordling di Bandung. Selain itu, ada program sosialita berupa tampil di sejumlah radio dan ruang publik bersama tiga-empat orang pemain. Biaya yang dibutuhkan selama setahun itu sekitar Rp 1,3 miliar. Mereka mencari dana sendiri dengan mengajukan proposal ke berbagai perusahaan besar.
ANWAR SISWADI