Upaya Mempererat Seniman Malaysia dan Makassar

Reporter

Senin, 25 Mei 2015 04:15 WIB

Sejumlah penari memperlihatkan tariannya saat memperingati Hari Tari Sedunia di Kawasan Benteng Rotterdam Makassar, 29 April 2015. TEMPO/Hariandi Hafid

TEMPO.CO , Makassar:Tubuh-tubuh berbalut kain putih berjalan berkelompok menaiki panggung. Seirama dengan gerak tubuh yang lembut, tangan mereka juga ikut bergerak mengikuti langkah kecil mereka. Kadang ke kiri, kadang ke kanan.

Di panggung, kain putih dipegang dengan cara menguntal dan diangkat melewati kepala. Lalu kain itu dibiarkan terjurai hingga jatuh ke lantai. Selanjutnya, delapan penari ini duduk dan memiringkan tubuhnya ke kanan dan tangan digerakkan seperti ingin menggapai sesuatu. Seseorang tiba-tiba berdiri dan berkata: “kosong”.

Panggung Festival Kampung Seni dan Budaya yang berlangsung 18–19 Mei lalu, di Fort Rotterdam, Makassar, nyaris tak pernah kosong. Tak hanya pertunjukan kolaborasi seni tari, musik, serta teater yang diadakan, tapi juga pertunjukan monolog.

Salah satu pertunjukan monolog yang cukup mencuri perhatian adalah penampilan seniman negeri jiran Malaysia, Khalid Salleh, yang membawakan monolog berjudul “Jual Ubat” di malam pertama festival. Khalid tak sendiri, ia datang bersama lima perwakilan dari Institut Terjemahan dan Buku Malaysia (ITBM).

Ketua panitia festival, Asia Ramli Prapanca, mengatakan kegiatan ini membuka ruang bagi siapa saja untuk berekspresi, agar setiap kelompok umur bisa mencintai kembali seni dan budaya. Karena itu, acara ini melibatkan semua pihak, dari siswa, mahasiswa, sanggar seni dan komunitas, hingga tamu khusus dari Malaysia.

“Acara ini memberi ruang kepada mereka yang berumur emas (muda) untuk mencintai seni dan budaya,” kata Mohd Khair Ngadiron, salah satu perwakilan dari Malaysia. Ia berharap kerja sama berikutnya bisa ditingkatkan dengan memberi ruang bagi ITBM untuk menampilkan teater. Menurut dia, kegiatan seperti ini akan lebih mempererat hubungan antara Forum Sastra Kepulauan (Makassar) dan ITBM Malaysia.
<!--more-->
Halim H.D., budayawan asal Solo yang turut hadir, mengatakan aktivitas seni dan budaya di Makassar perlu diramaikan kembali seperti pada periode 1990-an, yang begitu meriah dan ramai oleh aktivitas seni dan budaya. Acara seperti ini bisa dilakukan tiap bulan bahkan per pekan. Tidak perlu dalam skala besar, yang penting acaranya rutin.

Halim adalah salah satu pembicara dalam Seminar Pendidikan Seni dan Budaya yang digelar pada hari kedua. Tema utamanya “Multikulturalisme”. Tema multikulturalisme yang dimaksud meliputi pemahaman, penghargaan, dan penilaian atas budaya seseorang, serta sebuah penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis lain.

Menurut Ram, sapaan Asia, melalui kegiatan ini, mereka ingin mengembalikan semangat bhineka tunggal ika yang mulai memudar. Keberagaman budaya yang dimiliki bisa menjadi menjadi kekuatan yang mampu membangkitkan Indonesia.

Degradasi dan kemorosotan nilai multikulturalisme tergambar di dunia pendidikan dengan lahirnya “tradisi” tawuran di kalangan siswa, mahasiswa. Begitupun dalam kehidupan bermasyarakat, masih sering terjadi konflik.

Menurut Halim, multikulturalisme sulit berkembang karena terjadi sentralisasi cara pandang dan belum cukupnya ruang publik. Sentralisasi cara pandang, menurut dia, terjadi di mana-mana. Di kalangan suku Jawa pun, terjadi di Solo dan Yogyakarta. Sentralisasi bisa menjadi tembok penghalang berkembangnya budaya lokal yang juga berarti multikulturalisme atau keberagaman tidak mendapat tempat.
<!--more-->
Dosen Budaya dari Universitas Negeri Makassar, Halilintar Latif, yang juga menjadi pembicara, mengatakan multikulturalisme berhadapan dengan dua aspek, yakni keanekaragaman (relativitas) dan kesamaan (universalitas) di pihak lain.

Tapi tantangan terbesarnya, menurut dia, adalah bagaimana budaya lokal bisa bertahan dan bersaing. Nilai-nilai lokal terjadi percatutan di era tanpa batas dan sekat wilayah atau globalisasi. Salah satu kelemahan lokalitas itu karena modal sumber daya manusia, ketika penguasaan teknologi dan media belum maksimal. Menurut Halilintar, tiap budaya lokal harus dibiarkan berkembang dan tidak boleh lagi terjadi keseragaman kebudayaan seperti pada masa Orde Baru.

Ridwan Aco, koreografer, mengatakan tari kontemporer yang dideskripsikan pada awal tulisan ini adalah salah satu wujud ekspresi yang berkembang. Lewat karyanya yang berjudul “Garis Datar 1x1” ini, ia ingin mendeskripsikan sebuah upacara menghadapi kematian. Sebuah ritual menyucikan diri. Adapun simbol kain putih yang dijatuhkan dari tangan merupakan salah satu simbol muatan tradisi lokal.

Aco hanya mencoba menafsirkan tarian dengan pengetahuan dan pengalamannya. Tapi pesan utama yang ingin disampaikan tarian ini, kata Aco: mari kita mempersiapkan diri untuk kembali kepada-Nya.

Nur Annisa, mahasiswa UNM yang hadir dalam acara itu, menyayangkan festival ini tak seramai tahun sebelumnya. Antusiasme masyarakat Makassar untuk menyaksikan kegiatan seni dan budaya masih sangat kurang, terutama dari kalangan muda.

MUHCLIS ABDUH | IRMAWATI

Berita terkait

Gubernur Sumbar Apresiasi Festival Rakyat Muaro Padang

6 hari lalu

Gubernur Sumbar Apresiasi Festival Rakyat Muaro Padang

Festival yang menggelar beragam atraksi budaya diyakini mampu menghasilkan dampak positif untuk perekonomian.

Baca Selengkapnya

Wali Kota Padang Mensyukuri Suksesnya Festival Rakyat Muaro Padang

9 hari lalu

Wali Kota Padang Mensyukuri Suksesnya Festival Rakyat Muaro Padang

Sederet pertunjukan seni budaya dipertontonkan selama tiga hari. Diharapkan generasi muda bisa melestarikan warisan budaya.

Baca Selengkapnya

3 Festival Budaya Jepang yang Terbesar di Negeri Sakura

56 hari lalu

3 Festival Budaya Jepang yang Terbesar di Negeri Sakura

Tiga festival budaya Jepang terbesar yang dirayakan di tanah Jepang.

Baca Selengkapnya

Festival DONGDALA Budaya Desa Hadirkan Apresiasi Desa Budaya

21 Desember 2023

Festival DONGDALA Budaya Desa Hadirkan Apresiasi Desa Budaya

Festival ini menjadi langkah awal dalam menumbuhkan kepedulian terhadap budaya dan melestarikannya untuk generasi mendatang.

Baca Selengkapnya

Bupati Keerom Minta Festival Budaya Terus Berkembang

28 November 2023

Bupati Keerom Minta Festival Budaya Terus Berkembang

Pemerintah Kabupaten Keerom melaksanakan Festival Budaya Keerom Ke VIII yang dilaksanakan di Lapangan Sepak Bola Swakarsa

Baca Selengkapnya

Kaodhi'en, Festival Ketahanan Pangan Lereng Argopuro Desa Klungkung

21 November 2023

Kaodhi'en, Festival Ketahanan Pangan Lereng Argopuro Desa Klungkung

Ketahanan Pangan sebagai Modal Utama Dalam Implementasi Program Pemajuan Kebudayaan Desa" dan Galang Gerak Budaya Di Kawasan Tapal Kuda

Baca Selengkapnya

Euforia Meriah Festival Seni Budaya Kabupaten Keerom

6 November 2023

Euforia Meriah Festival Seni Budaya Kabupaten Keerom

Ribuan masyarakat Kabupaten Keerom tumpah ruah memadati Lapangan Sepakbola Swakarsa, Arso, dalam memperingati Festival Seni Budaya dan Persembahan Hasil Bumi Klasis GKI Keerom, Senin, 6 November 2023.

Baca Selengkapnya

Inilah Festival Budaya Terpanjang di Dunia, 75 Hari Nonstop

17 Oktober 2023

Inilah Festival Budaya Terpanjang di Dunia, 75 Hari Nonstop

Festival budaya Bastar Dussehra sudah berusia lebih dari 600 tahun di India Tengah, dimulai oleh keluarga kerajaan.

Baca Selengkapnya

Melihat Ritual Besoq Gong dalam Perayaan 116 Tahun Desa Wisata Bonjeruk

24 September 2023

Melihat Ritual Besoq Gong dalam Perayaan 116 Tahun Desa Wisata Bonjeruk

Tradisi Besoq Gong di Desa Wisata Bonjeruk merupakan salah satu warisan budaya Sasak yang kaya dan unik.

Baca Selengkapnya

Perayaan Korea Culture & Travel Festival 2023 Akan Hadir di 3 Kawasan Jakarta

27 Agustus 2023

Perayaan Korea Culture & Travel Festival 2023 Akan Hadir di 3 Kawasan Jakarta

Penggemar budaya Korea bisa menikmati pilihan kegiatan menarik, hingga mendapatkan harga promosi tiket wisata ke Korea di festival itu.

Baca Selengkapnya