Pameran Seni Islam: Menembus Prasangka dan Siasat

Reporter

Editor

Sunu Dyantoro

Senin, 2 Februari 2015 01:46 WIB

Pameran seni rupa Jinayah/Siyasah di Yogyakarta. (http://www.ketjilbergerak.org)

TEMPO.CO, Yogyakarta - Nyali Wulang Sunu langsung ciut saat mendengar nama Jamaah Shalahudin UGM. Segera saja di benaknya tergambar kaum Salafi, golongan dalam Islam yang mengajarkan syariat murni secara keras. Buru-buru, mahasiswa ISI Yogyakarta itu mencari informasi sebanyak-banyaknya dari internet. "Apalagi saya Katolik, tak banyak tahu tentang Islam," katanya.

Berbekal pengetahuan dari internet dan sejumlah literatur Islam, ia memberanikan diri bergaul dengan mereka. Untuk mempermudah berbaur, ia bahkan memelihara jenggot dan memilih celana kain dengan ujung semata kaki untuk busana sehari-harinya. Setelah beberapa hari berkawan dengan mereka, ketakutannya tentang Salafi sirna. "Asumsi saya salah," katanya.

Wulang adalah satu di antara tiga peserta pameran seni rupa "Jinayah/Siyasah : Playing with Boundaries" di Tetangga Seniman di Kompleks Pusat Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta. Dua perupa lain dalam pameran yang berlangsung 31 Januari-5 Februari 2015 itu adalah Octora (Bandung) dan Riyan Riyadi alias The Popo (Jakarta). Uniknya, karya dalam pameran ini dihasilkan dari pengamatan seniman pada tiga komunitas Islam di Yogyakarta. Sementara Wulang kebagian Jamaah Shalahudin, Octora mendapat jatah Jemaat Ahmadiyah dan Riyan di Pesantren Al-Munawwir.

Berbekal pengamalan tinggal bersama, Wulang menghasilkan sejumlah karya. Satu di antaranya "Samudera Putih", video animasi yang berkisah tentang sejarah Jamaah Shalahudin. Ia pun menyuguhkan catatan kecilnya sepanjang berinteraksi dengan mereka. Bentuknya, gambar-gambar di atas kertas yang melukiskan asumsinya. Judulnya, "Catatan di Pintu". "Kadang kami terlalu banyak berasumsi, padahal itu belum tentu sepenuhnya benar," katanya.

Asumsi "sesat" pada Ahmadiyah misalnya, bisa jadi salah. Octora mengatakan selama bergaul dengan komunitas Ahmadiyah Yogyakarta, ia melihat mereka pun beribadah laiknya muslim yang lain. "Mendengar suara azan, mereka langsung pergi salat berjamaah," katanya. Bahkan, ia melanjutkan, hubungan mereka dengan lingkungan sekitarnya terjalin dengan baik.

Namun, ia melanjutkan, menerima kehadiran orang luar bukan perkara mudah bagi mereka. Lantaran "cap sesat" yang menempel, kelompok ini kerap menjadi korban kekerasan di negeri ini. Sehingga, mereka pun cenderung protektif pada orang-orang baru.

Octora menggambarkan "proteksi" dalam bentuk rangkaian bantal sambung-menyambung hingga membentuk instalasi mirip dinding bata. Judul karyanya, Memayu Hayuning Bawana. Bagi dia, perlindungan terbaik adalah kelembutan. Ini ia simbolkan dengan bantal, yang empuk dan lunak. Judul karya, Memayu Hayuning Bawana, sejatinya adalah falsafah orang Jawa yang bermakna memperindah keindahan dunia. "Bukan bata, kekerasan tak bisa dilawan kekerasan," katanya.

Dalam pameran itu, ia juga memajang foto yang merekam prosesnya berinteraksi dengan Jemaah Ahmadiyah di Yogyakarta. Selain itu, ada juga video yang menampilkan wawancaranya dengan salah satu tokoh Ahmadiyah. Keduanya bersanding dengan satu karyanya yang lain, Piwulange Leluhur, sebuah kota musik yang memperdengarkan suara nasehat.

Penulis untuk pengantar pameran ini, Sita Magfira, mengatakan Islam di Indonesia memiliki beragam corak dan warna. Mereka tentu tak bisa disamakan, namun tidak untuk dibeda-bedakan. Sejak awal, proyek seni rupa ini diracang dalam kesadaran ketiga komunitas itu mengamini nilai-nilai tertentu. Pada level terntentu,, nilai itu, semisal ekspresi dan pola interaksi, mengalami tarik menarik dengan seni, khususnya seni rupa.

Nilai itu, menurut dia, bisa diartikan sebagai batas imajiner antara seniman dan komunitas Islam. "Kami ingin menjembatani," katanya.

Jembatan itu tentu ada jika tak ada prasangka. Saling mengenal dan memahami salah satu caranya. Tinggal di Kompleks L Al Munawwir membuat anggapan Riyan terhadap kesakralan pesantren sedikit luntur. Dua minggu bergaul dengan santri, seniman mural itu menemukan satu persoalan kecil yang menyebalkan. Ghasab.

Ghasab pada dasarnya mengambil hak orang lain tanpa izin. Di pesantren, santri biasa meng-ghasab barang tanpa berniat memiliki. Semacam pinjam tapi tak meminta izin dari pemiliknya. Benda-benda yang di-ghasab lazimnya peralatan sehari-hari. Semisal sandal, ember, sepatu, sarung, hingga sepatu. "Sandal saya pernah kena ghasab," katanya, menceritakan pengalaman tinggal bersama santri.

Tinggal di pondok tak hanya menjadikannya korban ghasab. Ia juga berhasil kolaborasi dengan sejumlah santri untuk membuat karya. Salah satunya berjudul "Ghosob. Karya ini menampilkan benda-benda yang biasa menjadi sasaran ghasab. Sepatu misalnya. Benda itu hadirkan apa adanya. Sebagian tersisa satu sisi dan telah ditumbuhi rumput. "Mencuri tanpa niat memiliki akhirnya seperti ini", sebuat kalimat ia tuliskan di dinding untuk menerangkan riwayat sepatu. Mencuri jelas melanggar aturan hukum (jinayah). Toh, santri-santri itu punya taktik (siyasah) mensiasatinya.

ANANG ZAKARIA

Baca berita lainnya:
Cerita Ahok: Jokowi Bukan Takut Bu Mega Tapi...
MA: Gugatan Praperadilan Budi Gunawan Sulit

Calon Kapolri Baru, Ini Sinyal Jokowi ke Kompolnas

KPK vs Polri: 3 Momen Kedekatan Jokowi dan Mega

Berita terkait

Cerita dari Kampung Arab Kini

7 hari lalu

Cerita dari Kampung Arab Kini

Kampung Arab di Pekojan, Jakarta Pusat, makin redup. Warga keturunan Arab di sana pindah ke wilayah lain, terutama ke Condet, Jakarta Timur.

Baca Selengkapnya

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

10 hari lalu

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

Sekda DIY Beny Suharsono menyatakan open house Syawalan digelar Sultan HB X ini yang pertama kali diselenggarakan setelah 4 tahun absen gegara pandemi

Baca Selengkapnya

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

36 hari lalu

Mengenal Voice Against Reason, Pameran Seni Rupa Kontemporer dari 24 Perupa

Pameran seni rupa ini diikuti perupa dari Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

42 hari lalu

Grey Art Gallery Bandung Gelar Pameran Seni Rupa Islami Karya 75 Seniman

Pameran seni rupa Islami ini menampilkan 85 karya 75 seniman yang membawa kesadaran bagaimana memaknai nilai-nilai Islam.

Baca Selengkapnya

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

47 hari lalu

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755

Baca Selengkapnya

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

51 hari lalu

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

Tiga makam yang disambangi merupakan tempat disemayamkannya raja-raja Keraton Yogyakarta, para adipati Puro Pakualaman, serta leluhur Kerajaan Mataram

Baca Selengkapnya

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

55 hari lalu

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menegaskan tidak boleh ada sweeping rumah makan saat Ramadan. Begini penjelasannya.

Baca Selengkapnya

Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

20 Januari 2024

Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencatat 27 kejadian kerusakan dampak Badai Tropis Anggrek yang terdeteksi di Samudera Hindia.

Baca Selengkapnya

Yogyakarta Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang, BMKG : Potensi Sama sampai Minggu

4 Januari 2024

Yogyakarta Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang, BMKG : Potensi Sama sampai Minggu

BMKG menjelaskan perkiraan cuaca Yogyakarta dan sekitarnya hingga akhir pekan ini, penting diketahui wisatawan yang akan liburan ke sana.

Baca Selengkapnya

Gunung Merapi Keluarkan Awan Panas, Sejumlah Desa Terkena Dampak

8 Desember 2023

Gunung Merapi Keluarkan Awan Panas, Sejumlah Desa Terkena Dampak

Gunung Merapi di perbatasan antara Jawa Tengah dan Yogyakarta mengeluarkan awan panas guguran.

Baca Selengkapnya