Pentas Kisah Baru Seputar Manusia

Reporter

Rabu, 28 Januari 2015 08:21 WIB

skokieparks.com

TEMPO.CO, Bandung - Konon sebelum Adam dan Hawa lahir, seorang manusia telah lebih dulu ditempatkan di bumi. Ia seorang bocah lelaki tanpa nama, yang tenggelam dalam kesepian. Pada masa awal penciptaannya itu, bumi hanya mengenal siang hari. Sang bocah kemudian berteman dengan matahari yang sosoknya diwujudkan sebagai anak perempuan bernama Sun. Di bumi, mereka berdua bermain bersama, menjelajah banyak tempat, dari laut hingga angkasa, hingga menamai benda-benda yang mereka temukan. (Baca: Ilmuwan Ungkap Asal-usul Iklim Planet Mars)

Dongeng sebelum tidur itu dituturkan seorang perempuan bernama Crystal Lady kepada Sineki, seorang anak perempuan, di kamarnya. Menurut Crystal, ketika Tuhan kemudian menciptakan bulan, dan waktu berjalan dengan bergantinya siang ke malam, bocah lelaki itu sangat kaget. Ia juga kecewa dan marah kepada matahari karena merasa ditinggalkan.

Kekecewaannya berubah menjadi perasaan takjub ketika ia menatap ke langit melepas kepergian matahari. Ternyata kawan bermainnya itu punya tampilan memukau ketika beranjak pergi. Ketika siang berganti malam untuk pertama kalinya, ketakutan menyergap bocah yang kembali sendirian di bumi itu. Dan ketika bumi kembali terang, ia tak bisa lagi melihat matahari dengan perasaan yang sama. Bocah lelaki itu kini mengenal istilah pergantian dan sebuah peristiwa bernama waktu.

Dongeng bocah lelaki penghuni pertama bumi itu menjadi tema lakon drama berjudul Sunset Deity atau Dewi Matahari Tenggelam yang dipentaskan kelompok Merchant of Emotion sehari dua kali, sore dan malam, di gedung teater tertutup Taman Budaya Jawa Barat, Bandung, Jumat hingga Ahad, 23-25 Januari 2015. “Waktu menjadi tema besar dalam serial pertunjukan ini,” kata sutradara Kenya Rinonce. (Baca: Hari Antikorupsi, Teater Gandrik Pentas Lagi)


Selain menawarkan kemungkinan kisah baru seputar manusia perdana di bumi, lakon ini mengusung kesimpulan soal kisah romantis pertama di bumi yang tidak ditakdirkan untuk bertahan selamanya. Tidak hanya itu, tokoh utama yang oleh penulis naskah Sutansyah Marahakim disebut stranger (orang asing) ini juga tak mau beranjak ke alam dewasa.

Sutansyah menjelaskan, tokoh bocah kecil itu hanyalah satu sosok dari tema besar cerita yang rencananya akan dibuat secara serial. Gagasan lakon pementasan ini awalnya muncul dari pemikiran tentang sekumpulan manusia yang tak saling mengenal. Ia kemudian berfantasi soal kemungkinan orang-orang itu yang sudah hidup beberapa waktu silam. “Stranger pertama itu kisahnya dimulai ketika ia mengalami rasa kehilangan,” ujarnya. Kehilangan itu dinilainya sebagai proses dalam pendewasaan. (Baca: Merapal Mantra Rap Jogja)


Tari, nyanyian, musik, dan permainan visual lewat video mapping mengiringi pementasan selama 60 menit itu. Panggung yang jembar dibagi menjadi dua bagian. Sebagian besar untuk pentas utama drama, dan sudut kanan dari arah kursi penonton digunakan untuk mengantar cerita. Sorotan tata lampu yang bergantian mengarah ke dua arena pentas itu menggiring penonton pada kisah beralur maju tersebut.

Sunset Deity disiapkan kelompok Merchant of Emotion selama satu tahun. Produser pementasan, Tri Adi Pasha, mengatakan mereka menggarap sendiri lakon, musik dan lagu, serta koreografi tarian, termasuk latar dari gambar video. “Pementasan ini merupakan tiga langkah eksperimentasi kami, yakni mengajak anak muda untuk mau bekerja di kelompok teater, pementasan drama dengan video mapping, serta menjalankan bisnis yang menjanjikan di panggung teater,” kata Tri. (Baca: Musik Feminin Mian Tiara dan Jemima)


Kelompok Merchant of Emotion yang dimotori 10 personel itu awalnya bernama Teater Epik. Kelompok yang dibentuk mahasiswa Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung pada 2009 tersebut sebelumnya pernah mementaskan beberapa lakon, di antaranya Nest pada 2011, Mendiang Republik pada Mei 2013, dan Taraksa pada tahun yang sama.

Kini, dengan nama baru, kelompok ini mengajak mahasiswa dan alumni yang tertarik di dunia hiburan, seperti penari, pemusik, dan aktor, untuk bergabung. “Teater hanya salah satu media untuk membuat hiburan yang lebih di Indonesia,” ujar Adi. Mereka pun menolak istilah menonton teater dengan harga murah dengan tiket cuma seharga Rp 5.000 atau Rp 10 ribu. Untuk pementasan Sunset Deity, mereka membanderol selembar tiket setara sehelai uang Rp 50 ribu untuk kursi kelas biasa (reguler) dan Rp 100 ribu untuk kelas VIP yang jaraknya lebih dekat ke panggung.(Baca: "Hantu" Prancis di Pohon Beringin Teater Jakarta)

Meskipun secara visual cukup apik, terutama dengan keberadaan perangkat multimedia, kostum pemain yang terkesan apa adanya membuat pementasan ini terasa timpang. Pemain utama, misalnya, hanya mengenakan kaus dan bercelana selutut tanpa alas kaki. Dewi Matahari pun cukup bergaun rok pendek warna kuning. Dibandingkan dengan gaun ungu yang melekat di tubuh Crystal Lady dan para penghuni malam, kostum yang dikenakan pemain utama, dari awal hingga drama berakhir, kelewat sederhana.

Selain itu, dari segi penceritaan, tak semua penonton bisa menikmati pementasan tersebut. Muhammad Hilmi Faiq dan Prima Mulia, misalnya, mengaku jenuh saat menyaksikan bagian awal hingga menjelang akhir pertunjukan yang didominasi dialog bocah tanpa nama dengan Dewi Matahari. Penonton lainnya, Mediana, mengaku tak cukup mengenal tokoh utama lakon tersebut. Siswi SMA 20 Bandung yang juga pemain kabaret di sekolahnya itu berharap bisa mengenal karakter tokoh utama lebih dalam lagi lewat durasi pementasan yang lebih panjang.

Rencananya, pada akhir 2015 nanti, Merchant of Emotion akan menggelar pementasan serupa di Jakarta. Tentu dengan sejumlah perbaikan agar penonton benar-benar bisa menikmati pertunjukan mereka. (Baca: Sastra Kepulauan VII Ditutup dengan Meriah)

ANWAR SISWADI
Terpopuler
Syahrini Pamer Foto Bersama Paris Hilton di Bali
Warga Antusias Hadiri Konser Anti-PEGIDA
Waljinah, Si 'Walang Kekek' Kembali Sakit
Pelukis FX Harsono Raih Josep Balestier Award



Advertising
Advertising

Berita terkait

SMA Labschool Cibubur Selenggarakan Pentas Seni Cravier 2024 Usung Tema Peduli Lingkungan

39 hari lalu

SMA Labschool Cibubur Selenggarakan Pentas Seni Cravier 2024 Usung Tema Peduli Lingkungan

Acara tahunan SMA Labschool Cibubur akan mengusung tema lingkungan dalam kacamata anak muda di Cravier 2024.

Baca Selengkapnya

Butet Kartaredjasa Terintimidasi, Bagaimana Cara Mengurus Perizinan Pentas Seni?

7 Desember 2023

Butet Kartaredjasa Terintimidasi, Bagaimana Cara Mengurus Perizinan Pentas Seni?

Butet Kartaredjasa menyebut bahwa pementasan seninya diintervensi oleh pihak kepolisian karena larangan menampilkan satir politik.

Baca Selengkapnya

HNW Apresiasi Usulan Pementasan Seni Budaya jelang Tahun Politik 2024

28 Juli 2023

HNW Apresiasi Usulan Pementasan Seni Budaya jelang Tahun Politik 2024

Komunitas seni dan budaya, Sangkami mengusulkan pementasan seni dan budaya melibatkan para anggota MPR.

Baca Selengkapnya

Ada Monas Week Saat Libur Lebaran 2023, Pengelola Siapkan 4 Toilet Bus Tambahan

25 April 2023

Ada Monas Week Saat Libur Lebaran 2023, Pengelola Siapkan 4 Toilet Bus Tambahan

Rangkaian Monas Week menyuguhkan pertunjukan musik khas Idul Fitri serta Air Mancur Menari dan video mapping.

Baca Selengkapnya

4 Acara Imlek yang Populer di Indonesia, Selalu Menarik Minat Wisatawan

21 Januari 2023

4 Acara Imlek yang Populer di Indonesia, Selalu Menarik Minat Wisatawan

Acara-acara itu tak sekadar untuk membuat meriah Imlek, tapi memiliki makna di dalamnya.

Baca Selengkapnya

Libur Natal dan Tahun Baru, Ini Sederet Agenda Kesenian di Lereng Merapi

14 Desember 2022

Libur Natal dan Tahun Baru, Ini Sederet Agenda Kesenian di Lereng Merapi

Ada sejumlah agenda seni budaya yang akan kembali digelar di kawasan Kaliurang pada libur Natal dan Tahun Baru.

Baca Selengkapnya

Dua Tahun Vakum, Seniman Kabupaten Bekasi Ramaikan Lebaran Yatim

3 September 2022

Dua Tahun Vakum, Seniman Kabupaten Bekasi Ramaikan Lebaran Yatim

Gabungan seniman Kabupaten Bekasi kembali manggung untuk memeriahkan Lebaran Anak Yatim setelah dua tahun terhalang pandemi

Baca Selengkapnya

Siap-siap Disambut Tari Sri Kayun Saat Wisata ke Kulon Progo

23 Maret 2021

Siap-siap Disambut Tari Sri Kayun Saat Wisata ke Kulon Progo

Tari Sri Kayun dan fragmen Suroloyo Wrehaspati dibawakan oleh seniman Kulon Progo dan pegawai pemerintah daerah sebagai penari pendukung.

Baca Selengkapnya

Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

20 Februari 2021

Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

Omah Wulangreh menggelar pertunjukan seni dan budaya Pusaka Kita. Menampilkan musik gamelan Tari Legong Semaradana.

Baca Selengkapnya

Produksi Teater di Masa Pandemi, Apa Saja Tantangannya?

1 Desember 2020

Produksi Teater di Masa Pandemi, Apa Saja Tantangannya?

Tentu ada beberapa tantangan saat memproduksi pentas teater. Salah satu kendala utamanya adalah mencari cara agar pentas tetap dapat roh.

Baca Selengkapnya