TEMPO.CO , Jakarta: Musik dangdut makin berkibar. Perseteruan antara rock versus dangdut tak terelakkan dan berlangsung bertahun-tahun. Saat itu tahun 1970-an sudah mafhum bila penggemar rock tawuran dengan fan dangdut. Korban terluka bukan main banyaknya. Panggung milik Rhoma bahkan pernah dikencingi seorang rocker. Rhoma saat itu mengejarnya dengan kabel setrum. Caci-maki di panggung sampai umpatan di media bertubi-tubi.
Pada 1979, perang mencapai titik puncak. Tapi pengacara Japto Soerjosoemarno berinisiatif mendamaikan. “Saya bersama Soneta ditantang berduel musik dengan Achmad Albar dan God Bless di Senayan. Itulah duel musik terbesar yang saya ingat,” ujar Rhoma dikutip dari Majalah Tempo dalam Rubrik Balada Sang Raja Dangdut edisi 8 Mei 2011.
Sejak itu, dua kubu berdamai. Pada 1986, konser bersama rock dan dangdut kembali digelar.
Musik bawaan Rhoma tidak hanya digempur oleh rock tapi juga oleh kelompok orkes Melayu juga menolak kreasinya. Mau dibawa ke mana musik Melayu? Awalnya, kelompok Melayu cenderung menyebutnya orkes tabla mengacu pada gendang India. Mereka menolak dangdut masuk lingkungan irama Melayu. Ya! Mereka tentu ingin menjaga keaslian musik Melayu, yakni Melayu Deli.
“Sebetulnya, saya lebih suka memakai istilah irama Melayu daripada dangdut. Kata dangdut awalnya adalah olok-olokan, cemoohan, dari kelompok pop, rock, dan elite musik kepada aliran musik Melayu-India,” ujar raja dangdut kelahiran 11 Desember 1946 ini.
Menurutnya, kata dangdut pertama kali dipakai oleh majalah Aktuil pada awal 1970-an. Dangdut adalah julukan orkes yang menggunakan gendang bersuara dang-dang-dut. Kebetulan, penikmatnya kelas menengah ke bawah. Dangdut, misalnya, hadir di gang pengap Planet Senen, tempat pelacur, pemulung, maling, dan buruh jadi satu. Tapi, bagi orang yang antikemapanan dalam bermusik, dangdut adalah simbol pemberontakan. Dangdut adalah musik yang membebaskan.
Nyatanya musik pinggiran ini mendapat tempat. Orang pada akhirnya semakin gandrung. “Penggemar saya jutaan. Mungkin hanya saya musisi yang mampu mengumpulkan massa sama banyaknya dengan rapat raksasa di Lapangan Ikada,” kata Rhoma.