Membangkitkan Syair Sufi Lewat Tari

Reporter

Jumat, 9 November 2012 06:03 WIB

Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiwa Daerah (IKPMD) Yogyakarta asal Aceh membawakan Tari Saman dalam pembukaan International Ethnic Culture Festival (IECF) di Yogyakarta Jumat (22/6) malam. TEMPO/Pribadi

TEMPO.CO , Banda Aceh--Usai lakon menepuk dada dan paha, delapan penari itu serentak berdiri membentuk lingkaran. Tangan saling mengait, kaki disentakkan ke depan, ke belakang, setengah meloncat.

Syair sufi dikumandangkan serentak, "Allahu.... Allah rabbani, malaikat rabbani. Beingat-ingat Allahu, taubat bak Allah, ta taubat beusah, neubuka Allahu pinto taubat. (Allahu.... Allah rabbani, malaikat rabbani. Ingat-ingatlah Allahu, bertaubat pada Allah, kita taubat yang sah, bukalah Allah pintu taubat)."

Makin lama syair makin cepat didendangkan, seirama dengan semakin cepat mereka meloncat-loncat dalam lingkaran penuh yang dibentuk. Lalu satu penari jatuh, penari kedua dan seterusnya. Azan berkumandang, dan mereka bangun kembali.

Begitulah satu bagian dari film dokumenter "Sufi tapi bukan Sufi" karya Azhari, anak Aceh yang saat ini sedang menempuh kuliah semester akhir di Universitas Muhammadiyah Malang.

Azhari membangkitkan kembali sufi lewat visual yang dibuatnya sebagai karya pribadi. Tujuannya untuk mengingatkan kembali tentang tarian sufi Aceh yang dinilainya sebagai cikal-bakal beberapa tarian yang hidup di Aceh hingga kini. "Saya membuatnya sebagai karya, mungkin untuk mengikuti lomba-lomba film budaya, dananya dari kantong sendiri," katanya kepada Tempo, Selasa 6 November 2011.

Dia mengambil setting di sebuah desa dalam wilayah Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen. Wilayah itu dianggap tempat tarian sufi dipopulerkan kembali oleh tokoh setempat, TM Daud Gade. Nama tarian yang bersyair syiar Islam pun dikenal kembali dengan "Rabbani Wahed".

Sebelum membuat film dokumenter, Azhari melakukan penelitian dua bulan dari Juni 2012. Akhir Agustus 2012, dia mulai menggarap film tersebut. "Sekarang ini sudah kelar, hanya penyempurnaan saja."

Tarian disebut sufi didasarkan pada syairnya yang mengingatkan pada perintah Tuhan, mengajarkan kebersamaan dan lagu-lagu tentang kehidupan Hasan dan Husen, para cucu Nabi Muhammad.

Azhari meyakini, tarian itu telah hidup di Aceh sejak abad ke 16, sebelum Sultan Iskandar Muda berkuasa. Tarian Sufi kala itu lebih dikenal dengan nama "Meugrop" yang artinya meloncat. Dalam masanya, tarian itu berkembang dan terpecah dua, "Ratoh Duek" dan "Ratoh Deung". Seiring perkembangan zaman, Ratoh Duek berkembang dengan nama Tari Saman dan Tari Likok Pulo, sedangkan Ratoh Deung menjadi Tari Seudati.

Tarian Meugrop kerap dimainkan saat malam Idul Fitri. Konon, dulu semangatnya beda dengan sekarang. Tarian Sufi dulunya, dimainkan pemuda di dayah-dayah yang paham benar dengan ajaran Sufi. Permainannya dengan dengan penuh penghayatan dalam setiap gerakannya. Maka, ketika meloncat-loncat saat menyebut "Allahu... Allahu.. para pemainnya sampai pingsan dan kemudian dibangunkan kembali dengan azan.

Kini tarian hanya dimainkan sebagai warisan budaya, yang dihidupkan kembali oleh Daud Gade, setelah hampir hilang tergerus zaman di masa kolonial Belanda dan pascakemerdekaan Indonesia. "Penarinya kadang tidak lagi paham ajaran sufi, hanya menjadi sebuah tradisi. Makanya saya memberi judaul film Sufi tapi Bukan Sufi," kata Azhari.

Daud Gade menyebut, keinginannya untuk menghidupkan kembali tarian sufi yang kini dinamakan Rabbani Wahed untuk menjaga tradisi adat dan budaya yang pernah berkembang di Aceh. "Saya mempopulerkan kembali sekitar tahun 1990, setelah diminta Gubernur Aceh masa itu, Ibrahim Hasan, untuk terus menjaga tradisi budaya," ujarnya.

Karenanya, Daud kemudian mendirikan Sanggar Seulanga. Beberapa kali mereka telah tampil di Jakarta, Malaysia dan bahkan ke Turki untuk menampilkan keahlian mereka. Daud juga mengklaim, Rabbani Wahed dengan syair sufinya hanya ada di Samalanga.

Tarian Sufi Aceh, kata Azhari juga berakar dari Iran atau Persia dulu, mengacu kepada syair-syairnya. Tapi pada gerakan sedikit berbeda, penari Iran membawanya dengan lembut, tetapi di Aceh penarinya dengan gerakan yang keras. "Mungkin karena dibawakan oleh orang-orang pesisir yang kehidupannya keras," katanya.

Tarian itu kini kerap dimainkan saat upacara adat dan keagamaan, maupun saat acara-acara perkawinan dengan permintaan dari tuan rumah. Di Samalanga, anak-anak sanggar terus menghidupkan sufi lewat syair tariannya, menjaga budaya dan tradisi.

Azhari merekam baik aksi para penari yang duduk lalu berdiri dengan gerakan penuh semangat sambil mendendangkan pesan-pesan spritual dan mengenang para penegak Islam. "Hasan ngen husen cuco jih nabi, aneuk bak Siti Fatimah Zuhra. Mate hasan di dalam prang, mate Husen inong jih tuba. (Hasan dan Husen cucunya nabi, anak dari Siti Fatimah Zuhra. Hasan meninggal dalam perang, Husen meninggal diracuni istrinya).

ADI WARSIDI

Berita terkait

Ingin Membuat Film? Kenali 5 Tahap Produksi Ini

5 Mei 2023

Ingin Membuat Film? Kenali 5 Tahap Produksi Ini

Pembuatan film memiliki 5 tahap, yakni pengembangan, pra-produksi, produksi, pasca-produksi, dan distribusi.

Baca Selengkapnya

3 Film Indie Terbaik Pilihan Forum Film Jawa Barat 2022

29 Desember 2022

3 Film Indie Terbaik Pilihan Forum Film Jawa Barat 2022

Penghargaan itu diberikan Forum Film Jawa Barat di ruang Auditorium Bandung Creative Hub pada Selasa, 27 Desember 2022.

Baca Selengkapnya

Minikino Film Week 4, Ada Pengenalan Teori Akting

7 Oktober 2018

Minikino Film Week 4, Ada Pengenalan Teori Akting

Sederet sineas Tanah Air dan mancanegara ikut meramaikan festival film pendek Minikino Film Week 4 di Denpasar, Bali.

Baca Selengkapnya

Mobil Bekas dan Malila Bakal Diputar di FMM 2018

28 Februari 2018

Mobil Bekas dan Malila Bakal Diputar di FMM 2018

Tujuh film Indie tampil di FMM 2018 ditemani musik dari Rental Video

Baca Selengkapnya

Pudarnya Paradigma Hollywood-sentris di Dunia Perfilman

29 November 2017

Pudarnya Paradigma Hollywood-sentris di Dunia Perfilman

Produser di beberapa negara mulai fokus menggarap film-film yang mengandung nilai-nilai lokal, tak lagi berkiblat pada Hollywood

Baca Selengkapnya

Warga Kota Besar Mulai Tertarik Nonton Film di Bioskop Alternatif

18 September 2017

Warga Kota Besar Mulai Tertarik Nonton Film di Bioskop Alternatif

Banyak penonton yang merasa film yang ditawarkan bioskop alternatif berbeda dengan bioskop jaringan.

Baca Selengkapnya

Dua Sekolah Ini Jadi Pemenang Kompetisi Kid Witness News  

7 Februari 2017

Dua Sekolah Ini Jadi Pemenang Kompetisi Kid Witness News  

Sebagai pemenang, dua sekolah ini akan mewakili Indonesia di Kid Witness News tingkat global.

Baca Selengkapnya

Menteri Rudiantara dan Muhadjir Nonton Film Lentera Maya

3 Februari 2017

Menteri Rudiantara dan Muhadjir Nonton Film Lentera Maya

Menteri Rudantara dan Muhadjir menggalakkan literasi digital.

Baca Selengkapnya

Erix Soekamti Luncurkan Film Perjalanan ke Indonesia Timur  

23 Januari 2017

Erix Soekamti Luncurkan Film Perjalanan ke Indonesia Timur  

Anggota band Endang Soekamti, Erix, membuat video dokumenter perjalanannya dengan kapal pinisi ke Indonesia timur.

Baca Selengkapnya

Rio Dewanto Luncurkan Film Dokumenter Konflik Agraria  

17 Januari 2017

Rio Dewanto Luncurkan Film Dokumenter Konflik Agraria  

Konflik agraria di Langkat menarik perhatian Rio Dewanto.

Baca Selengkapnya