Empat Kabayan, Satu Presiden, dan Satu Panggung  

Reporter

Editor

Senin, 16 Juli 2012 13:46 WIB

Sejumlah pemeran tokoh politik memerankan suasana sebuah partai politik pada pertunjukan drama musikal Kabayan Jadi Presiden di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (13/7) malam. ANTARA/Zabur Karuru

TEMPO.CO, Jakarta - Kabayan (Tisna Sanjaya) tafakur di atas panggung Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki. Ia sedih melihat negarinya yang kacau-balau. Terpikir, bagaimana jika Kabayan jadi presiden. Tapi sang istri, Iteung (Peggy Melati Sukma), tak kepengin suaminya terseret arus politik.

“Sudahlah, Kang, jangan lagi bicarakan politik,” kata Iteung, Minggu, 15 Juli 2012. “Kita sudah bahagia hidup mengasingkan diri di sini. Lihatlah, Kang, pegunungan, hijau sawah, gemericik air sungai. Jangan lagi Akang berbicara soal politik.”

Hati Kabayan tambah gundah waktu masyarakat mendukungnya maju ke bursa pencalonan presiden. Akhirnya dia bertanya ke hati kecilnya yang berwujud Kabayan tua (Didi Petet) dan Kabayan muda (Oni SOS). Saran Kabayan tua, baiknya Kabayan tak maju menjadi calon presiden. Tapi Kabayan muda mendukungnya jadi presiden. Kabayan tambah bingung.

Dalam Kabayan Jadi Presiden, selaku sutradara, Didi Petet membangun cerita soal masyarakat yang mulai waras dalam memilih calon pemimpin mereka. Bukan memilih hanya karena iming-iming uang. “Kabayan adalah kerinduan kita akan pemimpin yang bisa menyejahterakan masyarakat,” kata Butet Kartaredjasa dalam prolognya. “Bukan pemimpin yang doyan bikin lagu sambil menyengsarakan rakyatnya.”

Selama tiga jam pentas, Kabayan Jadi Presiden kerap melempar sindiran politik. Baik dari naskah maupun tokoh yang muncul di panggung. Misalnya, Iteung sebagai suara rakyat yang pesimistis akan pemerintahan; Man Jasad sebagai masyarakat yang mendambakan presiden bersih; dan penasihat spiritual Kabayan (Hariyanto alias Argo alias Aa Jimmy). Selain mereka, ada juga peran antagonisnya: Pak Tokoh yang menjadi tukang lobi partai (Juhana Sutisna atau Joe Project P); ibu Pembina Partai Cak Cak Bodas (Meriam Bellina); dan rival politik Kabayan (Mank Imank).

Di antara tokoh, dialog yang terbangun terlihat hidup dan natural kala panggung diisi Iteung, Kabayan, dan Aa Jimmy. Mereka bisa saling melempar dan menangkap improvisasi dengan sangat tanggap dan cepat. Ketika ketiganya berada dalam satu babak, tak henti-hentinya penonton terbahak-bahak. Padahal tak jarang mereka menggunakan bahasa Sunda.

Tapi, ketika panggung berubah pemain, menampilkan plot partai yang ramai kader, suasana lucu jarang terjadi. Terlalu banyak peran dalam satu pentas seakan-akan membuat pemain berebut dialog. Padahal mereka sudah berakting lucu, tapi penonton tak lekas menangkapnya. Perlu beberapa menit untuk membuat kelucuan yang mengundang tawa.

Karena terlalu ramai dengan peran kader yang berteaterikal di plot politik, karakter Mank Imank dan Meriam Bellina jadi tertutup. Akting natural cuma terbangun karena Joe yang bisa melucu secara wajar. Dan begitu panggung kembali ke Iteung serta Kabayan, suasana kembali hidup. Sepertinya nyawa panggung Kabayan Jadi Presiden berada di peran Iteung. Toh, Peggy Melati Sukma memang sering berimprovisasi dan bertenaga dalam menyampaikan dialognya.

Sebagai Kabayan, Tisna Sanjaya sendiri terlihat kurang berkarakter. Sosok Kabayan yang polos tak bisa ditunjukkan oleh Tisna. Berbeda dengan Kabayan versi sebelumnya yang pernah diperankan oleh Didi Petet. Kalau biasanya Kabayan menjadi roh dalam cerita, pada Kabayan Jadi Presiden, sosok ini malah tenggelam dengan pemeran lainnya. Menariknya, Tisna berani bertelanjang dada di atas panggung. Memamerkan badannya yang tak lagi kencang atau six packs kepada penonton.

Puncak babak kelucuan terjadi waktu Iteung adu mulut dengan Pak Tokoh. Si Iteung merepet terus, Pak Tokoh sebel. “Kamu teh teu pusing punya istri seperti Iteung. Kalau saya mah, saya racun saja,” seloroh Pak Tokoh.

Durasi panjang yang terbagi dalam beberapa adegan tak membuat Kabayan Jadi Presiden menggunakan banyak instalasi untuk dekor panggungnya. Pada babak Kabayan, hanya ada satu rumah bambu dengan bale-bale di depannya. Pemandangan di latar cuma menggunakan penggambaran gunung serta sawah yang ditembakkan dari proyektor. Sedangkan panggung politik menyediakan beberapa bangku untuk kader Cak Cak Bodas serta podium bagi pemimpin partai.

Untuk musik, Kabayan Jadi Presiden mendatangkan pemusik tradisional dan modern dari Bandung. Ada Pengrawit, kelompok gamelan Sunda; Karinding Attack, grup musik yang menggunakan perkakas dari bambu; serta musik jazz yang dimainkan anak-anak Rumah Musik Harry Roesli. Yang menarik, permainan Karinding Attack. Meski mereka membawakan musik berkarakter Sunda, vokalis Man Jasad melagukan lirik dengan gaya metal. Berteriak.

"Maaf, kami tidak tertarik akan politik asal-asalan…maaf, kami tidak tertarik menjadi presiden," teriak Man Jasad waktu melagukan liriknya.

Tiga jenis musik dipakai oleh penulis naskah Aat Soeratin untuk mengalihkan babak demi babak atau mengiringi kemunculan pemeran di panggung. Menarik. Tapi ada satu penampilan yang terkesan memaksa. Yakni permainan perkusi gendang setelah plot rapat kabinet. Tak jelas untuk apa mereka memukul gendang dengan mimik sok kocak setelah Kabayan meninggalkan rapat kabinet. Membuat babak ini seperti tersandung batu. Padahal, tanpa kehadiran mereka, alur cerita bisa berjalan lebih mulus.

Waktu pentas tiga jam pun membuat beberapa penonton meninggalkan tempat duduknya. Bukan karena cerita tak seru atau tidak lucu. Tapi karena lambatnya alur cerita dan bertele-tele. Ibarat kue, meski enak tetap akan memuakkan jika terlalu banyak memakannya.

Didi Petet, Tisna Sanjaya, dan Oni SOS. Tiga Kabayan di tengah panggung. Sedangkan pada pojok panggung, berdiri satu Kabayan kecil. Tidak banyak berbicara, Kabayan kecil hanya memperhatikan gelagat orang tua di dunia perpolitikan. “Politik, politik..dari dulu sampai sekarang sama saja. Tak berubah,” ujar anak Didi Petet ini sambil melenggang keluar panggung.

CORNILA DESYANA

Berita lain:
Kabayan Jadi Presiden

Redam Tawuran TKI, Faank Wali Nyanyikan “Sholawat”

Konser Wali, Paguyuban TKI Tawuran di Kuala Lumpur

Gaya Dahlan Iskan ''Kerjai'' Bupati Subang

Megawati Kehilangan Avanza di Monas

Berita terkait

Sehari 4 Kali, Teater Bandoengmooi Gelar Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus

16 Oktober 2023

Sehari 4 Kali, Teater Bandoengmooi Gelar Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus

Pewarisan seni longser melalui pelatihan, residensi atau pemagangan, dan pertunjukan di ruang publik dilakukan setiap tahun.

Baca Selengkapnya

Minat Anak Muda Berkurang, Bandoengmooi Gelar Seni Longser Pahlawan Kesiangan

4 September 2023

Minat Anak Muda Berkurang, Bandoengmooi Gelar Seni Longser Pahlawan Kesiangan

Longser termasuk seni pertunjukan dalam daftar warisan budaya tak benda dari Jawa Barat.

Baca Selengkapnya

Marcella Zalianty Ungkap Perbedaan Menjadi Produser Teater dan Film

30 Agustus 2023

Marcella Zalianty Ungkap Perbedaan Menjadi Produser Teater dan Film

Marcella Zalianty saat ini sedang mempersiapkan pertunjukan teater kolosal

Baca Selengkapnya

Festival Teater Jakarta 2022, tak Sekadar Pertunjukan

4 Oktober 2022

Festival Teater Jakarta 2022, tak Sekadar Pertunjukan

Puncak apresiasi FTJ diniatkan sebagai etalase yang memperlihatkan capaian pembinaan teater Jakarta pada tahun berjalan.

Baca Selengkapnya

Indonesia Kita Kembali Hibur Masyarakat Jakarta sebagai Ibadah Kebudayaan

18 Juni 2022

Indonesia Kita Kembali Hibur Masyarakat Jakarta sebagai Ibadah Kebudayaan

Direktur Kreatif Indonesia Kita, Agus Noor berharap pertunjukan Indonesia Kita ke-36 ini bisa memulihkan situasi pertunjukan seni di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Ngabuburit di Medan Sambil Nonton Teater Rumah Mata: Temukan Sahabat Sejatimu

15 April 2022

Ngabuburit di Medan Sambil Nonton Teater Rumah Mata: Temukan Sahabat Sejatimu

Teater Rumah Mata menggelar pertunjukan Shiraath untuk mengisi ngabuburit di sejumlah tempat di Kota Medan.

Baca Selengkapnya

Hari Teater Sedunia, Indonesia Punya Wayang Orang, Longser, Lenong dan Ketoprak

27 Maret 2021

Hari Teater Sedunia, Indonesia Punya Wayang Orang, Longser, Lenong dan Ketoprak

27 Maret menjadi Hari Teater Sedunia. Indonesia pun punya beragam pertunjukan teater rakyat seperti wayang orang, lenong, longser, hingga ketoprak.

Baca Selengkapnya

27 Maret Hari Teater Sedunia, 60 Tahun Sampaikan Pesan Perdamaian di Dunia

27 Maret 2021

27 Maret Hari Teater Sedunia, 60 Tahun Sampaikan Pesan Perdamaian di Dunia

Dulunya Teater merupakan hiburan paling populer di Yunani, pada 27 Maret, 60 tahun lalu Institut Teater Internasional menggagas Hari Teater Sedunia.

Baca Selengkapnya

Festival Teater Tubuh Dimeriahkan Belasan Penampil Secara Daring

18 Maret 2021

Festival Teater Tubuh Dimeriahkan Belasan Penampil Secara Daring

Festival Teater Tubuh berlangsung mulai Selasa sampai Sabtu, 16 - 20 Maret 2021. Festival ini merupakan silaturahmi tubuh kita dalam pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Akhir Pekan Ini Pertunjukan Teater Sie Jin Kwie Tayang di YouTube

3 Juli 2020

Akhir Pekan Ini Pertunjukan Teater Sie Jin Kwie Tayang di YouTube

Pementasan Sie Jin Kwie pada 2010 lalu di Graha Bhakti Budaya, Jakarta, kini bisa disaksikan kembali pada 4 - 5 Juli di kanal YouTube Indonesia Kaya.

Baca Selengkapnya