TEMPO Interaktif, - “Kau bisa memanggilku Yogi,” kata pria dengan celana pendek dan kemeja berwarna khaki. Saat mengatakan itu kumisnya yang melintang bergerak-gerak.
Nama itu disematkan kepadanya bukan karena ia seorang praktisi yoga. Ia mendapatkan panggilan tersebut dari abangnya. Tapi nama kecil itu memudahkan banyak orang di luar Jerman untuk melafalkan namanya: Juergen Freund.
Juergen (dibaca Yurgen) adalah seorang fotografer bawah laut. Karyanya telah dipublikasikan oleh banyak majalah internasional, seperti National Geographic dan Esquire. Sejumlah penghargaan dari berbagai negara telah diterimanya.
Pekan lalu dia datang ke Indonesia untuk menghadiri pameran foto-fotonya, yang dibukukan dengan judul Coral Tirangle. Proyek itu dia kerjakan bersama istrinya, Stella Chiu-Freund, asal Filipina.
Selama 18 bulan, pasangan ini--dengan dibiayai oleh World Wildlife Fund dan Asian Development Bank--keliling Segitiga Terumbu Karang, meliputi Filipina, Indonesia, Malaysia (Sabah), Timor Leste, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon. Foto-foto indah bawah laut di tempat itulah kemudian yang ditampilkan di buku dan pameran tersebut.
Bagi Yogi, 52 tahun, proyek besar ini tentu amat melelahkan. Tapi, “Menjadi fotografer bawah air adalah panggilan jiwa,” ujarnya ditemui di sebuah hotel di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta, pekan lalu. Bekas insinyur ini bahkan sudah memiliki peralatan untuk memotret di dalam air sebelum dia bisa menyelam pada 1981. “Di bawah laut kita bisa menemukan binatang liar dengan mudah. Berbeda dengan di darat, yang susah sekali menemukan mereka,” tutur Juergen.
Maka, di dalam fotonya kita bisa melihat tukik (anak penyu) yang berenang menuju samudra, terumbu karang yang tampak seperti otak dengan lingkar tengah 20 meter, atau ikan oranye yang malu-malu keluar dari sarangnya. Ia juga memotret masyarakat yang hidup di sekitar laut yang indah itu. “Saya tak pernah memotret masyarakat kota, orang-orang yang sudah terlalu banyak menonton televisi,” kata dia. “Saya lebih tertarik dengan orang-orang dusun yang membumi.”
Tapi lautan dan sekitarnya tak melulu berisi keindahan. Ada bahaya yang mengintip, meski Juergen menolak hal itu disebut bahaya. Misalnya, ia pernah dikejar tiga topan saat akan menyelam di Filipina pada 2008. Baginya, risiko itu layak dijalani demi keindahan yang didapat. Dan dia tak ingin menikmatinya sendirian. “Saya ingin, dengan foto-foto ini, masyarakat dan pejabat di negara-negara tersebut tahu bahwa ada keindahan di bawah sana yang tak boleh dirusak begitu saja.”
QARIS TAJUDIN