Kisah Dua Dunia dalam Kutukan Kudungga

Reporter

Editor

Rabu, 28 September 2011 13:24 WIB

Pementasan teater berjudul Kutukan Kudungga. TEMPO/Dwianto Wibowo

TEMPO Interaktif, Jakarta - Gelak tawa kembali menyeruak di seluruh penjuru gedung Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat-Sabtu malam, 23-24 September 2011, lalu. Lagi-lagi Indonesia Kita, yang digawangi Butet Kartaredjasa, menyuguhkan komedi satir yang diambil dari khazanah budaya Nusantara. Kali ini seniman, Butet dan tim kreatif, mengusung budaya Kalimantan. Disutradarai oleh Djaduk Ferianto, pementasan kelima rangkaian Indonesia Kita berjudul Kutukan Kudungga: Raja Salah, Raja Disembah. Sebuah pementasan yang mengambil kisah legenda di Kalimantan.

Kutukan Kudungga dipercaya akan membawa celaka bagi siapa pun yang membawa pergi atau mengeksploitasi kekayaan alam Kalimantan. Sindiran akan hancurnya kekayaan alam Kalimantan akibat ulah orang-orang tak bertanggung jawab. “Misi kami kali ini tentang lingkungan. Lingkungan di Kalimantan yang dirusak oleh tangan-tangan jahil, keserakahan manusia,” kata Djaduk. Dan yang membuat miris, Djaduk menambahkan, meskipun eksploitasi hutan dan alam di Kalimantan itu dilakukan oleh masyarakat pendatang, justru masyarakat setempat yang sering disalahkan.

Dalam pementasan kali ini, Djaduk memadukan Kutukan Kudungga dengan lakon yang pernah dimainkan oleh Teater Gandrik, Dhemit, yang ditulis oleh Heru Kesawamurti (almarhum), yang digarap pada 1987. Sebuah babak yang mengisahkan kemarahan para demit saat melihat hutan hancur. Dalam Kutukan Kudungga, para demit Kalimantan gelisah dan marah saat mengetahui hutan lenyap.

"Belau, ke mana lagi kita akan pergi? Kita telah diusir lagi, kita telah digusur dari hutan-hutan. Kita harus melawan secara terencana dan struktural," kata komandan demit, Kuyang, yang diperankan oleh Broto Wijayanto, kepada anggota demit, Belau, yang diperankan Abdillah Yusuf. Itulah secuil adegan dari Kutukan Kudungga: Raja Salah, Raja Disembah. Lawakan-lawakan khas Teater Gandrik berupa sindiran-sindiran politik, partai, maupun pemerintah pun meluncur mulus dari bibir mereka.

Kemeriahan dan guyonan tak kalah heboh saat Marwoto dan Susilo Nugroho, atau yang akrab disapa Den Baguse Ngarso, muncul dalam satu panggung. Sindiran segar pun makin deras mengucur dari mulut mereka. Mulai sindiran terhadap kepolisian sektor yang masih menggunakan mesin ketik manual hingga proyek pemerintah yang sering kali bermasalah. Termasuk kasus yang tengah mencuat saat ini, wisma atlet, yang membelit politikus Muhammad Nazaruddin. "Di mana bumi dipijak, di situlah alam dirusak," ujar mereka.

Selain para demit, peran Marwoto dan Susilo menjadi inti dari pementasan malam itu. Marwoto adalah anak buah Susilo, pemilik CV Babat Alas, yang berambisi mengeksploitasi kekayaan alam Kalimantan. Berbagai cara dilakukan Susilo untuk memenuhi ambisinya. Marwoto, yang mulai diganggu para demit, menyadari adanya tanda-tanda tak beres akibat proyek yang dilakukannya bersama Susilo. Dia bahkan harus bertengkar dengan sang istri (Rulyani Isfihana) dan kehilangan anak (Fakhri Bagus Pratama) karena diculik para demit.

Pertentangan pun terjadi saat Marwoto memutuskan berhenti dari proyek tersebut. Susilo, yang tak percaya akan hal mistis, bertekad meneruskan seluruh proyeknya dan tak mengindahkan peringatan Marwoto. Bersama asistennya (Whani Darmawan), Susilo membawa kekayaan alam Kalimantan. Hingga mereka terkena Kutukan Kudungga.

Meski mengusung tema budaya Kalimantan, hampir seluruh pementasan malam itu diperankan oleh para seniman asal Yogyakarta. Menurut Djaduk, hal itu sengaja ditampilkan. Selain karena kolaborasi dengan karya Dhemit, Djaduk ingin menggambarkan kerusakan lingkungan Kalimantan yang selama ini mayoritas dilakukan orang Jawa. "Marwoto, Susilo, kan, orang Jawa. Jadi, ya, pas mereka yang main," ucap dia.

Dibandingkan dengan pementasan Indonesia Kita sebelumnya, latar panggung, lighting, dan permainan video di layar panggung dibuat lebih sederhana. Bukan hanya itu, untuk akhir pementasan, Djaduk juga sengaja memberi warna berbeda. Bersama tim kreatif, Butet, Syafril Teha Noer, dan Agus Noor sengaja tak memberi sebuah akhir cerita yang menjadi kesimpulan. "Kami tak memberikan bentuk nyata Kutukan Kudungga, tapi memberikan warning saja bahwa perbuatan eksploitasi alam Kalimantan akan terkena kutukan," Djaduk mengungkapkan.

SURYANI IKA SARI

Berita terkait

Sehari 4 Kali, Teater Bandoengmooi Gelar Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus

16 Oktober 2023

Sehari 4 Kali, Teater Bandoengmooi Gelar Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus

Pewarisan seni longser melalui pelatihan, residensi atau pemagangan, dan pertunjukan di ruang publik dilakukan setiap tahun.

Baca Selengkapnya

Minat Anak Muda Berkurang, Bandoengmooi Gelar Seni Longser Pahlawan Kesiangan

4 September 2023

Minat Anak Muda Berkurang, Bandoengmooi Gelar Seni Longser Pahlawan Kesiangan

Longser termasuk seni pertunjukan dalam daftar warisan budaya tak benda dari Jawa Barat.

Baca Selengkapnya

Marcella Zalianty Ungkap Perbedaan Menjadi Produser Teater dan Film

30 Agustus 2023

Marcella Zalianty Ungkap Perbedaan Menjadi Produser Teater dan Film

Marcella Zalianty saat ini sedang mempersiapkan pertunjukan teater kolosal

Baca Selengkapnya

Festival Teater Jakarta 2022, tak Sekadar Pertunjukan

4 Oktober 2022

Festival Teater Jakarta 2022, tak Sekadar Pertunjukan

Puncak apresiasi FTJ diniatkan sebagai etalase yang memperlihatkan capaian pembinaan teater Jakarta pada tahun berjalan.

Baca Selengkapnya

Indonesia Kita Kembali Hibur Masyarakat Jakarta sebagai Ibadah Kebudayaan

18 Juni 2022

Indonesia Kita Kembali Hibur Masyarakat Jakarta sebagai Ibadah Kebudayaan

Direktur Kreatif Indonesia Kita, Agus Noor berharap pertunjukan Indonesia Kita ke-36 ini bisa memulihkan situasi pertunjukan seni di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Ngabuburit di Medan Sambil Nonton Teater Rumah Mata: Temukan Sahabat Sejatimu

15 April 2022

Ngabuburit di Medan Sambil Nonton Teater Rumah Mata: Temukan Sahabat Sejatimu

Teater Rumah Mata menggelar pertunjukan Shiraath untuk mengisi ngabuburit di sejumlah tempat di Kota Medan.

Baca Selengkapnya

Hari Teater Sedunia, Indonesia Punya Wayang Orang, Longser, Lenong dan Ketoprak

27 Maret 2021

Hari Teater Sedunia, Indonesia Punya Wayang Orang, Longser, Lenong dan Ketoprak

27 Maret menjadi Hari Teater Sedunia. Indonesia pun punya beragam pertunjukan teater rakyat seperti wayang orang, lenong, longser, hingga ketoprak.

Baca Selengkapnya

27 Maret Hari Teater Sedunia, 60 Tahun Sampaikan Pesan Perdamaian di Dunia

27 Maret 2021

27 Maret Hari Teater Sedunia, 60 Tahun Sampaikan Pesan Perdamaian di Dunia

Dulunya Teater merupakan hiburan paling populer di Yunani, pada 27 Maret, 60 tahun lalu Institut Teater Internasional menggagas Hari Teater Sedunia.

Baca Selengkapnya

Festival Teater Tubuh Dimeriahkan Belasan Penampil Secara Daring

18 Maret 2021

Festival Teater Tubuh Dimeriahkan Belasan Penampil Secara Daring

Festival Teater Tubuh berlangsung mulai Selasa sampai Sabtu, 16 - 20 Maret 2021. Festival ini merupakan silaturahmi tubuh kita dalam pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Akhir Pekan Ini Pertunjukan Teater Sie Jin Kwie Tayang di YouTube

3 Juli 2020

Akhir Pekan Ini Pertunjukan Teater Sie Jin Kwie Tayang di YouTube

Pementasan Sie Jin Kwie pada 2010 lalu di Graha Bhakti Budaya, Jakarta, kini bisa disaksikan kembali pada 4 - 5 Juli di kanal YouTube Indonesia Kaya.

Baca Selengkapnya