'Red District' Sarkem dan Sosrowijayan dalam Tafsir Seni
Editor
Sunu Dyantoro
Sabtu, 14 Mei 2016 08:15 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Kampung Sosrowijayan pindah ke ruang galeri. Dua seniman “memboyong” pekerja seks yang hidup berinteraksi penduduk di kampung itu. Tengoklah tujuh seri instalasi foto karya seniman Lashita Situmorang. Pada foto itu, Lashita mengenakan baju ketat. Lashita mengenakan baju minimalis yang berbeda-beda di setiap foto.
Ia duduk menyilangkan kaki dengan pose kaku. Lashita mencoba menggunakan dirinya sebagai “mawar” yang hendak bercerita tentang profesinya di kampung Sosrowijayan Kulon.” Saya ingin melihat bagaimana baju bisa menciptakan nilai pada tubuh pekerja seks lewat karya itu,” kata Lashita kepada Tempo.
Karya seni itu merupakan satu di antara karya seni yang tampil dalam proyek seni yang diberi nama Red District Project di Jogja National Museum Yogyakarta. Proyek seni berkelanjutan yang digagas seniman Lashita Situmorang kali ini bertajuk Sebut Saja “Mawar” di Jogja Contemporary, 7 - 14 Mei 2016. Ini merupakan kelanjutan dari Red Distric Project yang pertama pada 2008-2009. Proyek seni itu berisi workshop cukil kayu, seni rupa, pertunjukan dan musik.
Lashita Situmorang bersama Karina Roosvita Indirasari menyajikan karya seni di antaranya foto instalasi, film dokumenter, foto, dan simulasi tempat karaoke. Pameran ini melibatkan tiga penulis yakni Akiq AW, Bambang "Toko" Witjaksono, dan Sonja Dahl.
Red Distric Project kedua bicara tentang kampung Sosrowijayan. Lashita melihat interaksi yang baik antara warga kampung Sosrowijayan dengan pekerja seks menggambarkan suasana yang saling menguatkan. Proyek seni ini mencari temuan-temuan baru tentang kehidupan kampung itu. Ada pertahanan identitas karena banyak bermunculan tempat karaoke, tembok-tembok kampung dicat agar tidak kumuh, dan penduduk juga memastikan keamanan yang lebih baik. “Ada pertahanan identitas kampung,” kata Lashita.
Hubungan penduduk dan pekerja seks, kata dia berjalan baik. Kampung legendaris ada selama 120 tahun lebih. Lashita membuat video dokumenter yang menceritakan ihwal sejarah kampung Sosrowijayan Kulon, mengapa ada Pasar Kembang, dan bagaimana pekerja seks bisa hidup berdampingan dengan warga Sosrowijayan.
Pada karya lain, Lashita juga membuat film dokumenter berdurasi hampir 24 menit. Film itu dibuat sebagai arsip yang menggambarkan kondisi kampung Sosrowijayan dari 2008-2016. Film dokumenter itu bercerita bagaimana kampung itu melegenda selama 120 tahun lebih dan bagaimana penduduk kampung berdampingan dengan pekerja seks.
Karina Roosvita Indirasari menciptakan ruang karaoke berjudul Aku Karaoke Maka Aku Ada. Simulasi ruang karaoke itu merupakan rekonstruksi kamar karaoke, yang bermunculan sejak tahun 2009. Banyak losmen dan rumah yang menggeser bisnisnya dengan menyediakan ruang karaoke pribadi. Perubahan ini menyebabkan munculnya pemahaman yang berbeda dari konsep penggunaan ruang di pasar kembang. Penduduk melihat itu sebagai kawasan wisata kehidupan malam ketimbang prostitusi.
Penulis pameran, Bambang “Toko” Witjaksono mengatakan Lashita maupun Karina Roosvita Indirasari mencoba ‘merekonstruksi’ apa yang ada di area Sarkem maupun kampung Sosrowijayan. Mereka juga menunjukkan timeline ketika mereka melakukan riset. Karya Lashita beberapa foto menggambarkan Lashita sebagai pekerja seks dengan pose yang sama tetapi busana yang berbeda-beda. “Lashita ‘hanya’ menampilkan dirinya sebagai manifestasi dari sosok pekerja seks secara pose saja,” kata Bambang.
SHINTA MAHARANI